Sulitnya Mewujudkan ”Laudato Si” dalam Misa Akbar Bersama Paus Fransiskus
Meskipun tak mudah, gagasan Paus Fransiskus dalam ”Laudato Si” perlu diterapkan lewat pengelolaan sampah di tiap acara.
Sebanyak 86.000 orang yang mengikuti misa akbar bersama Paus Fransiskus, sosok yang menyerukan untuk menjaga lingkungan lewat ensiklik Laudato Si, tak boleh membawa makanan dan minuman ke area Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Aturan ini dapat menekan jumlah sampah atau sebaliknya?
Setelah melewati pemeriksaan, peserta misa akbar bersama Paus Fransiskus dapat membeli makanan-minuman di area jalan lingkar dalam. Secara spesifik, Koordinator GBK Muliawan Margandana mengatakan, umat dilarang membawa botol minum pribadi atau tumbler ke area stadion.
”Karena alasan keamanan, seperti kalau kita naik pesawat. Kira-kira pengamanan akan seperti itu. Sebab, kita mencegah terjadinya sesuatu, ya. Kalau dari luar bawa minum, kita tak tahu dalamnya apa,” ujarnya di GBK, Rabu (4/9/2024).
Semua minuman dan makanan dapat dibeli langsung di tempat yang telah disediakan. Sekitar 100 gerai telah disiapkan untuk melayani umat. Skenario ini menimbulkan potensi sampah yang muncul dari makanan-minuman kemasan.
Baca juga: ”Durian Runtuh” dari Paus Fransiskus untuk UMKM Tanah Air
Demi misa akbar bersama Paus Fransiskus yang minim sampah, 300 anggota organisasi Laudato Si Indonesia bertugas turun tangan di GBK. Anggota organisasi itu tampak mengimbau umat untuk membuang sampah pada tempatnya hingga menyisir berbagai sudut untuk memungut sampah yang berceceran.
Penggunaan plastik sebagai penyumbang sampah terbanyak tentu tak terelakkan. Ada risiko yang harus ditanggung dari penerapan aturan secara instan. Ribuan kursi umat berwarna merah yang berada di dekat lapangan rumput, misalnya, terplastik rapi sebelum perhelatan. Bukan barang konsumsi memang, tetapi metode mencegah kursi rusak, kotor, dan basah dengan cara tersebut sudah pasti menambah produksi sampah plastik.
Tak berhenti di situ. Ketika misa akbar usai, umat keluar stadion satu per satu. Sampah plastik pun tampak berceceran di mana-mana. Tempat dan kantong sampah juga dipenuhi botol-botol minum kemasan yang membeludak, bahkan tak dapat lagi ditampung.
”Bisa lihat sendiri, toh? Ya, masih belum ideal karena kita tidak mengomunikasikan cara pengelolaan sampah pada komunitas dan umat yang berangkat. Jadi, masih banyak yang buang sampah (sembarangan),” ujar Koordinator Nasional Laudato Si Cyprianus Lilik sembari tertawa getir saat ditemui seusai misa di Stadion Madya GBK, Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Ia juga menyoroti acara akbar yang terlalu banyak menggunakan plastik. Padahal, sampah-sampah ini bisa dikelola. Hajatan besar semestinya bisa menjadi ajang kampanye untuk peduli lingkungan.
Baca juga: Urgensi Pertobatan Ekologis untuk Alam yang Lebih Baik
Sembari memungut sampah yang berserakan, Lilik tak segan membagikan kantong sampah plastik (trash bag) kepada para guru dan murid yang tengah menanti antrean keluar stadion. ”Kalau lihat ada sampah-sampah di jalan, tolong dibantu diambil, ya, lalu dimasukkan ke plastik ini. Tolong dibantu, ya,” ujarnya.
Sebagian merespons dengan positif, tetapi tak sedikit pula yang ogah-ogahan. Padahal, ada andil sesama dari hasil produksi sampah plastik ini.
Ia menyayangkan aturan panitia yang mewajibkan umat hanya dapat membeli minum di area lingkar dalam GBK. Akhirnya, banyak makanan dan minuman yang harus dibuang sebelum memasuki area pintu masuk
Sesuai ajaran
Perlu diakui, banyak hal perlu diperbaiki agar setiap acara mendatang dapat didesain sesuai ajaran Paus Fransiskus. Gerakan tersebut pun bisa dilakukan dari cara paling kecil, sesederhana tak membuang sampah sembarangan serta bertanggung jawab atas buangan milik pribadi.
Walakin, peristiwa pascamisa akbar tak menyurutkan semangat Lilik dan gerakannya untuk mengajak banyak orang peduli lingkungan dari hal-hal kecil. Kehadiran Paus makin menginspirasi kelompoknya.
Baca juga: Pesan Apa Saja yang Mengemuka dari Paus Fransiskus selama di Indonesia?
”Paus ini perwujudan dari nilai dan ajaran gereja yang kehadirannya berhasil menggetarkan kita semua. Kami ingin semangat Laudato Si itu kemudian punya komitmen lebih kuat untuk merawat rumah kita (Bumi). Memang harus jadi momentum untuk kick off kesadaran ekologis ini,” tutur Lilik, asal Yogyakarta.
Adapun ensiklik Laudato Si yang diterbitkan pada Mei 2015 itu berisi respons dan seruan Paus Fransiskus terhadap Bumi sebagai rumah bersama. Pemimpin umat Katolik sedunia itu menyoroti persoalan alam, seperti perubahan iklim, polusi, limbah, dan masalah air yang berujung pada masalah sosial.
Baca juga: Perjuangan Masyarakat Adat, Kegundahan Paus Fransiskus
Hal senada diutarakan Fransisca (55), peserta asal Blitar, Jawa Timur. Ia menyayangkan aturan panitia yang mewajibkan umat hanya dapat membeli minum di area lingkar dalam GBK. Akhirnya, banyak makanan dan minuman yang harus dibuang sebelum memasuki area pintu masuk, terlepas adakah unsur bisnis atau tidak. Hal ini dinilainya kontradiktif dengan ajaran Paus Fransiskus untuk menjaga Bumi.
”Akhirnya jadi sampah, menambah sampah plastik dan makanan yang dibuang. Padahal, Paus mengatakan, ketika kita buang makanan, itu kita mengambil hak-hak orang kelaparan di sekitar kita,” ujar Fransisca. Apalagi, sejumlah umat menahan lapar di dalam lokasi. Pada saat yang sama, banyak makanan juga ikut terbuang.
Gerakan kolektif
Berkaca dari misa akbar, gereja dan lembaga-lembaga Katolik diharapkan berbenah agar konsisten dengan ajaran Paus Fransiskus.
Lilik menilai, selama ini gereja Katolik Indonesia masih cenderung seremonial dalam mengadopsi ajaran-ajaran yang ada. Mereka belum coba mengintegrasikan ajaran itu sebagai sebuah momen belajar.
Dia mencontohkan, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyatakan kedatangan Paus membawa gebrakan ramah lingkungan. Namun, Lilik yakin, gereja dapat melakukannya ketika didasari komitmen yang kuat. ”Semoga KWI dan lembaga-lembaga gereja lainnya dapat membuat suatu standar bersama terkait manajemen acara agar mengadopsi unsur ekologis,” ujar Lilik.
Harapannya, semua pihak dapat belajar dari misa akbar bersama Paus Fransiskus. Desain dan kerangka acuan program atau aktivitas bisa disusun bersama secara konkret agar setiap kegiatan dan acara yang dihelat juga berdampak bagi lingkungan.
Baca juga: Si Kecil dengan Keberuntungan Besar
Fransisca menyarankan agar kepanitiaan serupa dapat membiasakan umat membawa tumbler pribadi. Apabila keamanan menjadi alasan, penyelenggara acara semestinya dapat menyiapkan galon-galon untuk isi ulang tumbler. Opsi lainnya, air putih dari keran dapat disediakan di sejumlah titik.
Segala aktivitas semestinya dilandasi atas pertimbangan dan kepedulian terhadap sesama makhluk hidup guna memperpanjang usia Bumi. Ajaran Paus Fransiskus bukanlah isapan jempol belaka.
Baca juga: Bela Rasa Paus Fransiskus Jembatani Kesetaraan
Tak ada yang tahu kapan ”sang ibu” Bumi dapat bertahan lebih lama. Tugas kita bersama untuk memperlambatnya dari kehancuran, merawat yang ada di depan mata sesuai dengan ajaran Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si.
==============================================================
Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Group Pembaca Kompas ”Liputan Khusus Kunjungan Paus”. Melalui grup tersebut, Kompas akan mengirimkan rekomendasi bacaan terkait kunjungan Paus Fransiskus. Klik di sini untuk mendaftar dan bergabung.