Mengapa Pekerja Rumah Tangga Butuh Pelindungan Sosial?
Negara tidak hadir memberikan pelindungan kepada pekerja rumah tangga. RUU PPRT tak kunjung disahkan.
Beberapa informasi yang akan Anda dapatkan dalam artikel ini adalah:
1. Mengapa pekerja rumah tangga membutuhkan pelindungan sosial?
2. Bagaimana nasib pekerja rumah tangga pada umumnya selama ini?
3. Mengapa pekerja rumah tangga di Indonesia seperti tidak dilindungi?
4. Sudah sejauh mana proses pengesahan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga?
Mengapa pekerja rumah tangga (PRT) membutuhkan pelindungan sosial?
Pelindungan sosial dari pemerintah belum seluruhnya menyentuh kelompok pekerja rumah tangga atau PRT. Hingga kini, aturan belum mengategorikan mereka sebagai kelompok rentan. Padahal, mereka tergolong pekerja tanpa kontrak kerja dengan waktu yang tak menentu.
Anggota Serikat Pekerja Rumah Tangga Sapulidi, Yuni Sri Rahayu, mengungkapkan, akses mereka terhadap bantuan sosial (bansos) sangat terbatas karena pekerjaan mereka tidak diakui negara sebagai pekerjaan formal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pendataan masyarakat miskin, termasuk PRT, juga belum sepenuhnya terdaftar.
Oleh karena itu, saat pandemi Covid-19, banyak PRT yang tidak mendapatkan bansos. Padahal, banyak yang terpaksa dirumahkan oleh pemberi kerja karena pembatasan sosial yang memutus mata pencariannya. Serikat pekerja dan lembaga sosial masyarakat membantu mereka untuk mendapatkan bansos.
Baca juga: Pekerja Rumah Tangga Masih Minim Pelindungan Sosial
Keterbatasan aturan itu juga yang membuat PRT tidak mendapatkan pelindungan sosial karena dianggap pekerja tidak formal. Karena itu, pemberi kerja tidak wajib memberikan BPJS Ketenagakerjaan. Ini mengungkit urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang mandek sejak 2004.
Bagaimana nasib pekerja rumah tangga pada umumnya selama ini?
Secara umum, berdasarkan pemetaan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) tahun 2024, PRT di Indonesia yang saat ini berjumlah sekitar 5 juta orang masih mengalami empat jenis kekerasan, yakni bekerja dalam situasi perbudakan, hidup dalam situasi pelecehan, hidup dalam situasi kemiskinan karena dieksklusikan dalam pelindungan sosial, dan rentan menjadi korban perdagangan orang.
Bahkan, dalam hal pengupahan, selama ini upah yang diterima PRT masih jauh dari upah minimum yang berlaku di kota-kota besar di Indonesia, seperti di Medan, Lampung, DKI Jakarta, Semarang, Yogyakarta, dan Makassar. Umumnya, PRT menerima upah 20-30 persen dari upah minimum provinsi atau kabupaten di tempatnya bekerja.
Baca juga: PRT Berharap DPR Sahkan UU Perlindungan PRT Sebelum Akhiri Masa Kerja
”Mayoritas PRT hidup dalam garis kemiskinan dan bahkan tidak bisa mengakses pelindungan sosial serta mendapatkan hak dasar ketenagakerjaan,” ujar Lita Anggraini, Koordinator JALA PRT beberapa waktu lalu.
Mengapa pekerja rumah tangga di Indonesia seperti tidak dilindungi?
Bagi para PRT, negara belum hadir untuk melindungi mereka. Buktinya, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sudah 20 tahun tak kunjung disahkan. Padahal, ada RUU lain yang hanya dalam hitungan hari bisa disahkan.
Perintah dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diketuai Puan Maharani untuk melanjutkan proses legislasi tak kunjung turun. Berhenti begitu saja. Tidak ada penjelasan mengapa pimpinan DPR tidak mau Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) berlanjut.
Baca juga: RUU Lain Disahkan dalam Hitungan Hari, RUU PPRT 20 Tahun Tak Kunjung Kelar
RUU PPRT yang diajukan DPR sebagai RUU inisiatif ini justru berhenti di tangan DPR sendiri. Berganti-ganti periode anggota DPR, RUU ini tak pernah sampai pada pembahasan. Bahkan, saat DPR dipimpin seorang perempuan pun RUU ini belum juga disahkan.
Untuk memperbaiki kelayakan kerja para PRT di Indonesia, kehadiran regulasi dalam bentuk UU yang akan memberikan pengakuan dan perlindungan hukum terhadap regulasi tidak bisa lagi ditunda-tunda DPR.
Sudah sejauh mana proses pengesahan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga?
Sekitar dua tahun lalu (2022), Ketua DPR sempat mengetok palu sidang di rapat paripurna memutuskan proses RUU tersebut berlanjut. Pemerintah pun menyambut. Bahkan, ada tim percepatan RUU PPRT.
Hanya dalam hitungan bulan, draf RUU beserta Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU PPRT diselesaikan cepat, kemudian diserahkan ke DPR.
Baca juga: DPR Didesak Berhenti Menyandera RUU Perlindungan PRT
Namun, yang terjadi selanjutnya, proses legislasi RUU PPRT berhenti total. Para anggota DPR yang ditanya hanya bisa menjawab ”menunggu sikap Mbak Puan”. Waktu terus berlalu, perintah Puan Maharani sebagai Ketua DPR untuk melanjutkan proses legislasi RUU PPRT tak kunjung datang.
Aksi demi aksi PRT di depan Gedung DPR telah dilakukan. Bahkan, aksi puasa dan mogok makan serta merantai diri juga dilakukan para PRT. Namun, hingga kini RUU PPRT terhenti, tidak jelas kapan dibahas dan disahkan.