Penanggulangan Tengkes Belum Selesai, Prabowo Diminta Melanjutkan
Sejumlah hal perlu diperhatikan dalam penanggulangan tengkes, seperti balita harus mendapat imunisasi dasar lengkap.
JAKARTA, KOMPAS — Prevalensi tengkes atau stunting turun dari 30,8 persen pada 2018 menjadi 21,5 persen pada 2023. Dalam lima tahun terakhir, prevalensi tengkes turun sebesar 9,3 persen atau rata-rata 1,85 persen per tahun. Penurunan ini 1,5 kali lebih cepat jika dibandingkan dengan periode 2013-2018. Namun, pencapaian tersebut masih belum sesuai dengan target angka prevalensi tengkes sebesar 14 persen pada akhir 2024.
”Kita patut berbangga bahwa semua pencapaian ini adalah buah dari kerja keras, kerja cerdas, dan kerja kolaboratif kita semua,” ujar Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2024 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (4/9/2024) sore.
Namun, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang belum selesai, yaitu membebaskan anak Indonesia dari tengkes. Untuk itu, Wapres meminta pemerintahan mendatang, yang dipimpin presiden-wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, melanjutkannya.
”Ke depan, saya sangat berharap jajaran pemimpin pemerintahan baru dapat terus berkomitmen melanjutkan pelaksanaan program percepatan penurunan stunting dan menjaga hasil yang sudah dicapai sebelumnya. Akan lebih baik lagi jika dapat melampaui pencapaian pada periode sebelumnya,” ujar Wapres Amin.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan, dari prevalensi tengkes 21,5 persen pada 2023, Indonesia ditargetkan mencapai angka prevalensi tengkes 14 persen pada akhir 2024.
”Beberapa intervensi spesifik dan sensitif sudah on the track, tapi perlu ada akselerasi untuk dapat mencapai target pada akhir tahun 2024,” ujar Muhadjir.
Tahun 2024 menjadi tahun terakhir pelaksanaan strategi nasional percepatan pencegahan tengkes yang dimulai sejak 2018. Selain itu, tahun 2024 juga merupakan tahun terakhir implementasi Perpres Nomor 72 Tahun 2021.
Untuk mencapai target 14 persen pada akhir 2024, Muhadjir mendorong semua pihak untuk bekerja sama meningkatkan capaian intervensi spesifik dan sensitif, terutama pada indikator-indikator yang masih rendah capaiannya.
”Dari sembilan indikator, terdapat intervensi spesifik yang on the track. Namun, terdapat pula beberapa indikator yang memerlukan perhatian serius, seperti ibu hamil KEK (kurang energi kronis) mendapat asupan gizi, anak balita dipantau pertumbuhan, balita gizi kurang mendapat pemberian makanan tambahan (PMT), dan anak balita mendapat imunisasi dasar lengkap,” tutur Muhadjir.
Saat ini, upaya pencegahan tengkes melalui intervensi serentak sudah dilaksanakan di semua kabupaten/kota. Data ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin sebagai dasar intervensi sensitif dan spesifik agar program yang sudah disusun dapat tepat sasaran dan target prevalensi tengkes segera tercapai.
Selain itu, sebagai penutup pelaksanaan program percepatan penurunan prevalensi tengkes periode 2020-2024, evaluasi program diminta menghasilkan rekomendasi yang membantu pemerintah baru melanjutkan program percepatan penurunan tengkes.
”Peralihan pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, adalah momentum baik untuk merumuskan ulang regulasi yang lebih baik agar target prevalensi stunting segera tercapai,” kata Wapres Amin.
Wapres berpesan agar evaluasi program sebelumnya dijadikan sebagai masukan utama bagi perbaikan program ke depan. Komitmen kepemimpinan dalam percepatan penurunan tengkes di pusat dan daerah harus terus dipertahankan.
Penajaman intervensi harus dilakukan agar program lebih tepat sasaran, mulai dari penyediaan data kelompok sasaran yang lebih akurat hingga pemantauan secara berkala.
Koordinasi lintas sektor di pusat dan daerah juga harus melalui pembagian peran yang jelas. Program penurunan tengkes merupakan proyek nasional masif yang melibatkan 20 kementerian/lembaga, semua provinsi, kabupaten/kota, desa/kelurahan, serta lembaga nonpemerintah. Besarnya skala program menuntut pembagian peran yang jelas.
Dalam kesempatan ini, Wapres juga memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah atas capaian pelaksanaan percepatan penurunan stunting. Apresiasi berupa pemberian Dana Insentif Fiskal Tahun Berjalan Tahun 2024. Kategori percepatan penurunan tengkes pada tahun ini diberikan kepada 130 pemerintah daerah, yang terdiri dari 9 provinsi, 99 kabupaten, dan 22 kota.
Dari 130 daerah tersebut, sebanyak 20 kepala daerah menerima secara simbolis dana insentif fiskal langsung dari Wapres. Pemberian dana kepada pemerintah daerah itu diharapkan dapat semakin menggiatkan upaya percepatan penurunan tengkes secara nasional. Pemberian dana insentif fiskal tersebut berdasarkan sejumlah indikator yang dipertimbangkan Kementerian Keuangan.
Pada rakornas kali ini, Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Tavip Agus Rayanto menyampaikan bahwa para pemangku kepentingan, terutama di daerah, perlu melaksanakan analisis penyebab fluktuasi capaian. ”Ketika turun, tiba-tiba naik, atau ada yang turun terus. Kita perlu mengevaluasi diri di wilayah masing-masing,” ujarnya.
Berdasarkan data yang diperoleh terkait keluarga risiko stunting per provinsi, persentase pendampingan masyarakat dalam upaya mengurangi angka stunting baru mencapai 48,39 persen, atau 4.201.349 dari 8.682.170 jiwa.
”Ini artinya, kita juga perlu introspeksi. Kadang kala, kok, angka stunting-nya enggak turun, kadang kala mungkin, ya, kita berhenti, di lapangannya enggak jalan, pendampingannya enggak jalan, dan sebagainya,” kata Tavip.
Terkait pernikahan dan kehamilan, Tavip pun membahas Elektronik Siap Nikah, Siap Hamil (Elsimil) yang mendapatkan data tidak hanya dari aplikasi Elsimil itu sendiri, tetapi juga dari data Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) Kementerian Agama. Perolehan data dari kedua sumber itu menunjukkan beberapa hasil temuan, termasuk salah satunya adalah fakta bahwa hingga saat ini masih ada pernikahan yang dilangsungkan oleh muda-mudi di bawah usia 20 tahun.
”Datanya berapa persen sekarang yang mengisi secara nasional, sebesar 58,9 persen. Tapi, dari 58,9 persen, minimal kita tahu, ‘oh yang ternyata kawin di usia 34, ini yang di warna mayoritas hijau itu’,” paparnya.
Kali ini, pemerintah juga meluncurkan aplikasi bernama Digital E-Assistance for Stunting Information (DESI). Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden Suprayoga Hadi menjelaskan, DESI merupakan inovasi untuk meningkatkan literasi masyarakat terkait tengkes. Dengan menghubungi nomor Whatsapp 08895123123, katanya, masyarakat dapat mengakses berbagai informasi terkait tengkes yang disajikan DESI.
”Bahwa masih sangat kurang sebetulnya literasi masyarakat terkait dengan stunting. Oleh karena itu, kami sangat berharap DESI yang nanti akan segera kami launching itu bisa memberikan semacam masukan dan juga memberikan kemudahan tidak hanya bagi kita, para pelaku dalam hal ini, tapi juga masyarakat,” ujarnya.
Menurut Yoga, saat ini Kementerian Kesehatan tengah menyiapkan pelaksanaan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2024. Untuk mewujudkan upaya ini, diperlukan dukungan pemerintah daerah mengingat hasilnya akan menjadi data yang digunakan dalam melakukan evaluasi pencapaian target yang telah ditetapkan pada tahun 2024.
”Jadi, Survei Status Gizi Indonesia yang saya rasa ini akan menjadi pijakan kita untuk bisa nanti mengukur angka stunting terakhir, tahun 2024 dalam hal ini,” ucapnya.
Penurunan tengkes juga telah menjadi salah satu prioritas dalam RPJPN Tahun 2020 sampai 2045. Dengan demikian, kata Yoga, program ini perlu terus dilanjutkan, dengan breakdown target menjadi target jangka menengah dan tahunan sehingga ada target dan penahapan pelaksanaannya di lapangan.
”Oleh karena itu, kelanjutannya ini merupakan tanggung jawab kita bersama. Bagaimana kita bisa menindaklanjuti ini sampai dengan jangka menengah dan panjang. Jadi, kalau jangka menengah nanti akan di dalam RPJM Nasional 2025-2029 dan akan terus bergerak sampai dengan 2045,” urainya.
Menurut Yoga, pengukuran dan intervensi serentak sudah dilakukan pada Juli 2024. Hasil pengukuran dan intervensi tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan intervensi yang lebih baik untuk setiap kelompok sasaran.