Pesawat Nirawak Multiguna Buatan UGM Siap Diproduksi
Selain pemetaan dan pemantauan, pesawat ini dapat dimanfaatkan untuk mitigasi bencana, misi SAR, dan patroli wilayah.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pesawat nirawak yang dikembangkan tim peneliti Universitas Gadjah Mada selama tiga tahun akhirnya siap diproduksi. Pesawat tersebut dapat dimanfaatkan untuk sejumlah keperluan, baik sipil maupun militer.
Pesawat yang dinamakan Palapa S-1 itu diluncurkan di Kampus Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (3/9/2024). Pesawat nirawak atau yang biasa disebut drone itu dikembangkan tim Fakultas Teknik UGM yang dipimpin ketua tim Prof Gesang Nugroho.
Dalam pemaparannya, Gesang menjelaskan, Palapa S-1 ini mengombinasikan mesin bensin sebagai tenaga pendorong dan mesin listrik untuk mengudara dan mendarat. Pesawat memiliki kemampuan mengudara (take-off) dan mendarat (landing) secara vertikal sehingga tak memerlukan landasan pacu.
Dia mengatakan, pesawat didesain dengan struktur ringan, tapi memiliki kekuatan tinggi. Karena itu, drone ini memiliki kemampuan terbang selama enam jam non-stop dengan jarak tempuh maksimal hingga 500 kilometer.
”Dengan kemampuan itu, sekali terbang pesawat bisa melakukan pemetaan lahan seluas 3.500 hektar,” kata Gesang.
Pesawat juga didesain agar dapat membawa muatan seperti kamera pemetaan atau pemantauan. Adapun jangkauan pengiriman data foto dan video sejauh 50 kilometer.
Selain pemetaan dan pemantauan, pesawat ini pun bisa dimanfaatkan untuk sejumlah keperluan lain, seperti mitigasi bencana, misi pencarian dan pertolongan (SAR), dan patroli wilayah. Bahkan, Gesang menambahkan, pesawat ini juga bisa dikembangkan lebih lanjut untuk keperluan militer, termasuk sebagai peralatan tempur.
Sejumlah instansi sudah menyatakan ketertarikan pada Palapa S-1 ini, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang disebutnya sudah melakukan pemesanan. ”Kapasitas produksi dalam tiga bulan bisa membuat 7-10 unit,” ujar Gesang.
Sementara itu, Dekan Fakultas Teknik UGM Selo mengatakan, salah satu manfaat pesawat nirawak ini ialah untuk memantau titik kebakaran hutan. Pesawat dapat pula digunakan dalam memantau kondisi suatu daerah yang terkena bencana alam.
Dia pun mengungkapkan, inovasi teknologi ini akan terus dikembangkan. Salah satu yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kemampuan sistem komunikasinya, yang saat ini masih berbasis radio menjadi memakai satelit.
Pesawat juga didesain agar dapat membawa muatan, seperti kamera pemetaan atau pemantauan. Adapun jangkauan pengiriman data foto dan video sejauh 50 kilometer.
Hal itu akan meningkatkan kemampuan mengendalikan drone ini dari jarak jauh, yang saat ini masih terbatas sejauh 50 km. ”Meskipun untuk fungsi pemantauan, jarak 50 km itu sudah sangat baik,” katanya.
Tim Fakultas Teknik UGM sedang mengembangkan drone kedua, yakni Palapa S-2. Pesawat itu dirancang untuk bisa terbang selama 12 jam dengan sistem komunikasi berbasis satelit sehingga jarak kendalinya tak terbatas.