Siswa Pendidikan Vokasi Didorong Berwirausaha Produk Lokal Nusantara
Peserta didik pendidikan vokasi memiliki potensi besar untuk berwirausaha menghadapi pasar nasional ataupun global.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peserta didik pendidikan vokasi didorong mendalami ilmu wirausaha untuk menjadi pengusaha baru yang memajukan produk lokal Nusantara. Berbagai pelatihan kriya hingga pemodalan dan pemasaran ditanamkan agar mereka sukses dan mandiri menjalani usaha.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tatang Muttaqin mengutarakan, para peserta didik di pendidikan vokasi memiliki potensi besar berkembang menghadapi pasar nasional ataupun global.
Produk lokal Nusantara yang dihasilkan mereka sejauh ini sudah diakui tak kalah bersaing dengan produk pabrikan besar.
Yang penting jangan gengsi dan malu, dulu di awal juga banyak yang mencemooh saya.
Kementerian Kemendikbudristek melalui Program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) sejak 2020 sudah meluluskan 4.699 wirausaha baru dan perajin produk Nusantara yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka adalah anak usia 15-25 tahun yang tidak sekolah dan tidak bekerja.
”Mereka yang mau berwirausaha dengan pendidikan kecakapan wirausaha dilatih di Lembaga Kursus dan Pelatihan selama satu bulan. Lalu mereka dibantu peralatan dan pemodalan agar bisa mulai berwirausaha,” kata Tatang ditemui di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, pada Sabtu (31/8/2024).
Para wirausaha ini didorong berkarya memajukan kebudayaan lokal, seperti membuat tenun dan kriya Nusantara. PKW Tekun Tenun dan Kriya telah melatih sekitar 3.000 peserta didik sejak 2020 bekerja sama dengan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas).
Meningkatkan kesejahteraan
Tatang menyebut, hasilnya tidak hanya melatih keterampilan peserta didik, tetapi juga kewirausahaan sehingga mereka dapat merintis usaha dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan lingkungannya.
Program tersebut pun tidak memaksa mereka dan dinilai tidak menganggu pendidikan akademisnya. Beberapa peserta didik justru bisa melanjutkan studi dengan hasil dari wirausahanya.
”Justru banyak yang kuliah lagi, setelah mereka jualan untung cukup, mereka langsung melanjutkan sekolah. Bahkan, dengan keterampilannya itu membuatnya bisa diterima di perguruan tinggi yang merekognisi pembelajaran lampau,” kata Tatang.
Salah satunya, Ariy Arka, yang dulunya tidak mengerti perihal desain kini bisa dikenal sebagai perancang muda profesional dengan ide briliannya membuat fashion dengan gaya etnik modern Indonesia. Padahal, ia tidak pernah mengenyam pendidikan fashion.
Berawal dari kesukaan pribadi, Ariy mulai berani menuangkan ide, membuat, serta merancang sendiri pakaian yang dikenakannya. Hasil dari kreativitasnya tersebut ternyata mendapat respons positif dari teman-temannya hingga berani memasarkan sampai ke kancah dunia.
Karyanya bahkan sudah dipamerkan di berbagai pameran mode, seperti Bratislava Slovakia Mercedes Benz Fashion Week, Serbia dan Indonesian Batik Fashion Show di Belgrade dan Australia. Dalam setiap karyanya, Ariy ingin membawa pesan pada khalayak untuk mencintai produk Indonesia dengan fashion berkelanjutan.
Dia meyakini setiap daerah di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri dalam fashion. Hal ini menjadi peluang bagi wirausaha muda mengembangkan fashion menjadi kekinian dan diminati anak muda sekarang.
”Yang penting jangan gengsi dan malu, dulu di awal juga banyak yang mencemooh saya ’cowok kok ngurusin fashion’, saya tidak pernah memikirkan itu,” kata Ariy.
Sementara Maria Devita, lulusan Program Kecakapan Wirausaha (PKW) Tekun Tenun dan Kriya Dekranasda Kabupaten Sikka, mengungkapkan, program ini telah mengubah hidupnya. Dia menjadi generasi muda yang merintis tenun Sikka, Nusa Tenggara Timur, untuk tetap hidup.
”Saya kini telah mampu menghasilkan beberapa kain tenun yang dihargai Rp 600.000 per lembar,” kata Maria.