Sukses, Operasi Jarak Jauh Pertama dengan Robot pada Pasien Kista
Operasi pengangkatan kista di ginjal pasien di Jakarta sukses dilakukan oleh dokter dari Bali dengan menggunakan robot.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Profesor Ngurah berhasil melakukan operasi bedah dengan menggunakan robot yang dikendalikan dokter dari Bali terhadap pasien di Jakarta, Jumat (30/8/2024). Ini merupakan operasi telerobotic pertama kali dilakukan di Indonesia yang mendukung momentum transformasi kesehatan.
Operasi telerobotic merupakan sebuah metode bedah jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi robotik dan jaringan nirkabel yang memungkinkan dokter bedah melakukan tindakan operasi terhadap pasien secara jarak jauh dan real-time. Metode ini tidak hanya digunakan untuk urologi, tetapi juga bisa untuk bedah digestif, dan lain-lain.
Operasi kali ini dioperatori oleh dokter spesialis urologi RS Prof Ngoerah, Ponco Birowo, bersama tiga dokter lainnya dari Bali terhadap pasien berusia 70 tahun yang mengidap kista di ginjalnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Di RSCM, pasien didampingi oleh dua dokter spesialis anestesi untuk memastikan bius dan robot yang dikendalikan dari Bali berfungsi normal.
Teknologi ini sangat mahal, tetapi nilainya sepadan. Jadi, saya ingin operasi ’telerobotic’ ini bisa digunakan lebih banyak lagi.
Selama operasi, dua tangan Ponco mengendalikan konsol yang terhubung dengan lengan instrumen manipulatif di robot di RSCM, sementara satu kaki mengendalikan endoskopi/kamera, dan kaki lainnya mengendalikan gripper yang digerakkan. Antara kendali Ponco dan robot di RSCM terhubung melalui jaringan seluler 5G.
Jeda waktu antara kontrol dan robot dikatakan hanya sekitar 0,1 detik yang membuat gerakan lebih presisi karena minim delay. Proses pengangkatan kista dari ginjal pasien ini berjalan lancar selama lebih kurang 30 menit sejak pukul 09.00 WIB.
”Kami sebelumnya sudah melakukan dua operasi dengan teknologi robotik di RSCM Kencana dan hari ini kami berhasil melakukan operasi jarak jauh yang pertama, di mana operator berada di RS Ngoerah terhadap pasien berada di RSCM,” kata Ponco dari Bali, Jumat (30/8/2024).
Syarat utama dari operasi telerobotic adalah latensi jaringan kurang dari 150 millisecond (mS), kecepatan internet diatas 50 mbps dan jitter (waktu tunda antara saat sinyal dikirim dan diterima melalui jaringan) di bawah 10 mS. Maka dari itu, diperlukan jaringan seluler 5G yang kuat dan stabil.
Untuk mendukung operasi ini, provider Telkomsel memasang jaringan 5G langsung di gedung RSCM dan RS Ngurah. Dengan begitu, latensi jaringan selama operasi berjalan antara 15-20 mS walaupun jarak antara RSCM dan RS Ngurah terpisah sejauh 1.200 kilometer.
”Idealnya latensi tetap di bawah 25 mS, tetapi tadi kita berjalan di 15 mS, sempat naik ke 18 mS, lalu ke 20 mS, terus turun lagi 15 mS hingga semua berjalan lancar. Ini merupakan lompatan bagi Indonesia dan bagi kami mendukung teknologi medis yang dikombinasikan dengan teknologi informasi,” kata Direktur Human Capital Management Telkomsel Indrawan Ditapradana di RSCM Jakarta.
Sejak 2021, Telkomsel telah menggelar jaringan 5G terluas secara signifikan, mencakup lebih dari 1.000 titik di 56 kota di Indonesia secara bertahap. Dengan begitu, telerobotic semestinya bisa dilakukan di kota-kota tersebut.
Diperbanyak
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang mengawasi langsung proses operasi di balik jendela ruang bedah mengatakan, dengan keberhasilan operasi telerobotic hari ini, pemerintah berencana mengadakan robot operasi di semua rumah sakit vertikal di Indonesia. Dimulai dengan membeli sebanyak empat alat telerobotic yang akan ditempatkan di RSCM, RS Ngurah, RS Hasan Sadikin Bandung, dan RS Margono Soekarjo Purwokerto.
Budi menegaskan, operasi telerobotic adalah solusi atas kendala akses dan kualitas layanan kesehatan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang memiliki tantangan geografis. Penguatan infrastruktur jaringan ataupun peralatan medis akan terus dilakukan pemerintah demi transformasi digital.
”Teknologi ini sangat mahal, tetapi nilainya sepadan. Jadi, saya ingin operasi telerobotic ini bisa digunakan lebih banyak lagi dan kita mulai di rumah sakit vertikal dulu,” kata Budi.
Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI) Ferry Safriadi menambahkan, selain menyiapkan infrastruktur, pemerintah juga perlu meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, khususnya dokter spesialis bedah agar mampu melakukan operasi telerobotic. Data IAUI, baru terdapat 701 spesialis urologi dan 132 konsultan/subspesialis urologi, tetapi persebarannya masih terpusat di Pulau Jawa, beberapa daerah terpencil bahkan tidak memiliki urolog sama sekali.
”Padahal, pasien urologi juga banyak di daerah terpencil dan kasus urologinya parah,” ucap Ferry.
Selain itu, edukasi terhadap masyarakat pun perlu ditingkatkan karena banyak masyarakat yang masih takut dengan kemajuan teknologi robot di dunia medis. Bahkan, kata Ferry, masih banyak masyarakat yang cenderung abai atau enggan memeriksakan diri ke dokter saat sakit.
”Tidak jarang saat dirujuk ke RS yang lebih besar, kasusnya sudah menjadi parah. Mereka pun butuh daya dan usaha untuk menempuh perjalanan. Bayangkan jika operasi telerobotic sudah tersebar dengan baik, tentu masalah seperti ini bisa teratasi,” ujarnya.
Saat ini, pembangunan Pusat Bedah Robotik Indonesia di RS Hasan Sadikin Bandung dan RS Sardjito Yogyakarta sudah mencapai tahap penyusunan Kurikulum Pelatihan Virtual Reality (VR) Simulator Robotic Telesurgery. Banyak dokter bedah tengah menjalani pelatihan untuk menguasai penggunaan robot sebagai simulasi dalam teknologi operasi telerobotic.
Selain itu, Kongres Urological Association of Asia (UAA) di Bali, 5-8 September 2024, yang akan dihadiri sekitar 3.000 ahli urologi dari 60 negara, terutama di Asia, juga akan membahas hal-hal menyangkut operasi telerobotic. Pertemuan ini akan menjadi ajang pertukaran ilmu dan inovasi di antara ahli urologi di seluruh dunia.