Cerita di Balik Udeng Banyuwangi, Paus Fransiskus, dan Pesan Persaudaraan
Seorang romo memasangkan udeng khas suku Osing, Banyuwangi, langsung ke kepala Paus Fransiskus. Apa makna udeng itu?
Seorang Romo atau Imam agama Katolik mengenakan udeng (penutup kepala) khas suku Osing, Banyuwangi, langsung ke kepala Paus Fransiskus. Peristiwa itu terekam dalam video berdurasi sekitar 25 detik. Video itu lantas beredar di aplikasi pesan singkat dan media sosial.
Romo yang tampak dalam video tersebut ialah RD Fadjar Tedjo Soekarno. Ia adalah Imam Keuskupan Malang, yang memang dekat dengan budaya Osing, suku asli Banyuwangi. Tak mengherankan mengingat Fadjar pernah bertugas lama di Banyuwangi.
Tugasnya sebagai Pastor Kepala Paroki Maria Ratu Damai Banyuwangi pada 2006 hingga 2012 yang mengantarkannya dalam perjumpaan bersama masyarakat adat Osing di Desa Kemiren. Udeng yang ia kenakan di kepala Paus Fransiskus juga merupakan pemberian dari umat di Desa Kemiren, Banyuwangi.
Dihubungi dari Jakarta, Jumat (23/8/2024), Fadjar yang masih berada di Vatikan mengatakan, dia berkunjung ke Vatikan untuk menemani perwakilan organisasi kepemudaan lintas iman yang beraudiensi dengan Paus Fransiskus. Perjalanan tersebut juga menjadi perayaan 25 tahun dirinya ditahbiskan menjadi seorang Imam.Baca juga: Paus Fransiskus Akan Tapaki Graha Pemuda hingga Masjid Istiqlal
”Saya tahu akan ikut beraudiensi dengan Paus Fransiskus. Tapi, semula saya tidak yakin bisa bertemu sedekat itu dengan beliau. Udeng suku Osing, Banyuwangi, itu sengaja saya bawa. Kalau bisa saya berikan kepada Paus Fransiskus, ya, saya berikan. Kalau tidak bisa bertemu langsung dengan Paus Fransiskus, ya, akan saya berikan kepada orang Italia yang saya temui,” tuturnya.
Beruntung Paus Fransiskus berkenan menerima rombongan perwakilan organisasi kepemudaan lintas iman dari Indonesia beserta Fadjar. Di hadapan Bapa Suci, Fadjar memberikan sebuah kotak berisi udeng atau penutup kepala tradisional. Dengan izin Bapa Suci dan pengawalnya, Fadjar mengenakan udeng tersebut.
”Ndredeg saya. Saya cuma bisa bilang ”Bapa Suci.... Berkenan?” katanya.
Baca juga: Perjuangan Masyarakat Adat, Kegundahan Paus Fransiskus
Keselarasan
Secara terpisah, budayawan Banyuwangi, Aekanu Hariyono, menjelaskan, udeng Osing menggambarkan makna keselarasan dan pengendalian diri. Ia menyebut, udeng berasal dari kata ”mudeng” yang artinya mengerti. ”Orang yang pakai udeng adalah orang yang mengerti jati dirinya dan makna dirinya,” ucapnya.
Lebih rinci, Aekanu mengatakan, di bagian depan udeng ada ujung kain yang mengerucut menghadap ke bawah. Bagian tersebut dimaknai sebagai ”mandeng pucuk’e grana” atau dalam bahasa Indonesia diartikan melihat ujungnya hidung. Makna itu menandakan, orang yang menggunakan udeng tersebut fokus, rendah hati, dan tidak angkuh.
Udeng Banyuwangi memiliki kekhasan bentuk segi tiga yang ada di sisi kiri dan kanan. ”Segitiga ini mewakili nilai-nilai keselarasan. Dahulu, Osing dipengaruhi agama Hindu, maka segitiga itu dimaknai sebagai Tri Hitakarana, yang dalam Islam juga dipahami sebagai habluminallah-habluminannas-habluminalam,” ungkapnya.
Baca juga: Pandemi dan Tradisi Masyarakat Osing
Keselarasan yang dimaksud ialah hubungan manusia dengan Tuhan penciptanya, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam.
Motif udeng yang dipersembahkan Fadjar untuk Paus Fransiskus merupakan motif ukel atau biasa dikenal oleh masyarakat setempat sebagai motif yasing. Motif tersebut menggambarkan tanaman menjalar. ”Motif ini dimaknai agar manusia lentur, dapat meliuk seperti tanaman menjalar sambil tetap memberikan kehidupan,” tutur Aekanu.
Udeng, lanjut Aekanu, aslinya berupa kain persegi yang diikat sedemikian rupa hingga membentuk penutup kepala yang diikat di bagian kepala. Ikatan itu menggambarkan persaudaraan yang erat. Tak heran, udeng biasa diberikan kepada seseorang sebagai tanda persahabatan.
Udeng dapat melambangkan apa yang selama ini diperjuangankan oleh Paus Fransiskus dan Fadjar. Sebagai pemimpin agama Katolik sedunia, Paus Fransiskus tentu mengingatkan umatnya untuk terus membina hubungan dengan Sang Pencipta sebagai bentuk keselarasan.
Sebagai tokoh dunia, ia juga dikenal dengan gagasan-gagasan yang menunjukkan keberpihakan kepada sesama lewat Dokumen Fratelli Tuti dan Deklarasi Abu Dhabi. Keberpihakannya pada alam ia tuangkan dalam Ensiklik Laudato Si.
Pun demikian dengan Fadjar, sebagai seorang Imam, ia tentu melakukan pelayanan rohani bagi umatnya. Namun, ia juga dikenal sebagai pribadi yang peduli pada kelompok masyarakat adat maupun agama lain.
Selain gemar mengikuti tradisi Mocoan Lontar Yusup yang digelar masyarakat Osing, hubungan yang terjalin juga membuat Fadjar dipercaya ikut serta dalam ritual bersih desa Barong Ider Bumi. Dalam ritual yang digelar setiap 2 Syawal itu, Fadjar didapuk sebagai petugas sembur uthik-uthik. Ia dipercaya untuk menebar campuran beras kuning bunga dan uang koin di sepanjang jalan desa. Tugas ini biasa diemban oleh tokoh adat atau pemuka agama.
Baca juga: Fadjar Tedjo Soekarno, Pr Menggaungkan Toleransi di Banyuwangi
Deklarasi Vatikan-Jakarta
Semangat pluralisme yang ada dalam diri Fadjar itulah yang membuat ia bergabung dengan 20-an orang perwakilan organisasi kepemudaan lintas iman. AM Putut Prabantoro, perwakilan Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) yang ikut serta dalam kunjungan ke Vatikan, mengatakan, kunjungan ini diinisiasi oleh Ketua Umum PP GP Ansor Addin Jauharudin.
Selain Addin, beberapa tokoh pemuda lintas agama yang hadir, antara lain, ialah Ketua Umum PP Pemuda Katolik Stefanus Asat Gusma, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dzulfikar Ahmad Tawalla, Ketua Umum DPP GAMKI Sahat Martin Philip Sinurat, dan Ketua Umum DPN Peradah Indonesia I Gede Ariawan. Kunjungan ke Vatikan dimaksudkan untuk mempromosikan Dokumen Abu Dhabi yang berisi tentang semangat persaudaraan sejati umat manusia.
Di Vatikan, rombongan organisasi kepemudaan lintas iman sempat bertemu dengan Dubes Indonesia untuk Takhta Suci Michael Trias Kuncahyono dan Sekretaris Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama Vatikan Mgr Indunil J Kodithuwakku K. Mereka juga berkesempatan mengunjungi Museum Vatikan hingga berziarah ke makam Yohannes Paulus II dan Santo Petrus.
”Saat mendapat kesempatan bertemu Paus Fransiskus pada Rabu (21/8/2024), kami menyerukan Deklarasi Jakarta-Vatikan berjudul ’Keadilan dan Perdamaian untuk Dunia’. Dokumen itu berisi tiga poin komitmen untuk mengamalkan nilai Pancasila; berpegang teguh pada prinsip toleransi, solidaritas, dan gotong royong; serta mendukung dan menyebarluaskan pandangan dan nilai-nilai yang tertuang dalam Dokumen Abu Dhabi,” ujar Putut.
Dalam Deklarasi Jakarta-Vatikan berjudul ”Keadilan dan Perdamaian untuk Dunia” itu tertulis.
Kami pemuda lintas iman, dengan ini berkomitmen:
1. Menjadi generasi muda Indonesia yang selalu mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai energi positif bagi peradaban dunia.
2. Mengajak kaum muda sedunia untuk membangun masyarakat dunia yang berpegang teguh pada prinsip toleransi, solidaritas, dan gotong royong.
3. Mendukung dan menyebarluaskan pandangan dan nilai-nilai yang tertuang dalam Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Kehidupan Bersama (Dokumen Abu Dhabi) untuk mewujudkan keadilan dan perdamaian dunia.
Baca juga: Teladan Perdamaian Mandagi-Atamimi dan Paus Fransiskus-Imam Besar Al-Tayeb
Putut menjelaskan tiga poin tersebut didasarkan dari 12 poin yang menjadi fokus dalam Dokumen Abu Dhabi. ”Sebelum berangkat ke Vatikan, kami sempat bertemu Bapa Kardinal (Suharyo). Beliau berpesan agar kami fokus pada poin ketiga Dokumen Abu Dhabi yang berbunyi: Keadilan berdasarkan belas kasihan adalah jalan yang perlu diikuti untuk mencapai hidup bermartabat yang menjadi hak setiap manusia,” kata Putut.
Pesan dari Ignatius Kardinal Suharyo itulah yang akhirnya mendorong perwakilan organisasi kepemudaan lintas iman untuk menyerukan dan menandatangani Deklarasi Jakarta-Vatikan. Mereka yang menandatangani deklarasi tersebut juga berkomitmen untuk terus menggaungkan semangat yang ada di dalam Dokumen Abu Dhabi, tak hanya di Indonesia, tetapi juga hingga ke Asia.
Deklarasi Abu Dhabi ialah dokumen bersejarah tentang persaudaraan manusia untuk perdamaian dunia yang digagas oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed al-Tayeb. Dokumen tersebut ditandatangani ketika keduanya bertemu di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, pada Februari 2019.
Gagasan tentang tolerasi dan kepedulian akan alam memang telah diserukan banyak orang. Namun, hendaknya seruan-seruan itu harus ditempatkan sebagai tujuan, tak ubahnya seperti kain kecil di ujung udeng Osing Banyuwangi.
Mandeng pucuk’e grana....
Ditatap dengan fokus sebagai sebuah tekad dan keseriusan.
Dijalani dengan rendah hati tanpa perlu angkuh dan merasa paling berpengaruh.
===================================
Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Group Pembaca Kompas”Liputan Khusus Kunjungan Paus”. Anda bisa bergabung dengan lebih dahulu mengisi survei pembaca melalui tautan berikut: Isi Survei