logo Kompas.id
Humaniora”Musim Semi” Gastronomi di...
Iklan

”Musim Semi” Gastronomi di Tepi Batanghari

Kekayaan kuliner tradisional menjadi gastronomi lokal yang potensial diangkat di tengah revitalisasi KCBN Muarajambi.

Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
· 3 menit baca
Sejumlah ibu rumah tangga memasak hidangan dengan bahan ikan gabus di Desa Tebat Patah, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Kamis (15/8/2028). Perempuan desa itu mendapat pelatihan gastronomi dari anggota Pasar Dusun Karet (Paduka) untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menghadirkan bermacam makanan lokal guna meningkatkan daya tarik KCBN Muarajambi.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Sejumlah ibu rumah tangga memasak hidangan dengan bahan ikan gabus di Desa Tebat Patah, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Kamis (15/8/2028). Perempuan desa itu mendapat pelatihan gastronomi dari anggota Pasar Dusun Karet (Paduka) untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menghadirkan bermacam makanan lokal guna meningkatkan daya tarik KCBN Muarajambi.

Selain keelokan candi-candinya, kekayaan kuliner tradisional menjadi salah satu daya pikat Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi. Revitalisasi kawasan itu diharapkan menghadirkan ”musim semi” bagi gastronomi lokal di tepi Sungai Batanghari.

Kepulan asap menguar dari halaman rumah warga di Tebat Patah, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Kamis (15/8/2024). Nyai-nyai membakar ikan gabus di bawah pohon pinang. Aroma ikan bakar seketika mengundang lapar.

Ikan gabus itu tidak dibeli di pasar. Beberapa hari lalu, warga menangkapnya dari lopak bungur, satu dari tiga lubuk larangan di desa itu. Dua lainnya adalah lopak semetung dan lopak sepang. Lokasi ketiganya berdekatan, terletak di belakang rumah warga.

”Ini ikan hasil Bekarang (menangkap ikan) minggu lalu. Kami tangkap ramai-ramai. Ikannya besar-besar. Ada yang sampai lebih dari 1 kilogram per ekor,” ujar Suryani (49), sambil membalikkan ikan yang dijepit menggunakan bambu.

Kondisi salah satu lubuk larangan di Desa Tebat Patah, Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Kamis (15/8/2024).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Kondisi salah satu lubuk larangan di Desa Tebat Patah, Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Kamis (15/8/2024).

Lubuk larangan merupakan kawasan di sepanjang aliran sungai atau kolam yang telah disepakati secara adat untuk tidak diambil ikannya dalam jangka waktu tertentu. Ikan di lubuk tersebut tidak diambil selama setahun.

Setelah itu, warga akan menjalani tradisi Bekarang secara bersama-sama. Mereka menggunakan alat tangkap ramah lingkungan seperti serkap dan sauk-sauk.

Baca juga: Momentum Membangkitkan Gastronomi Lokal di KCBN Muarajambi

Suryani tak menggunakan banyak bumbu. Sebelum dibakar, ikan hanya dilumuri garam dan air perasan belimbing asam atau wuluh. Namun, rasanya sangat gurih. Teksturnya juga lembut.

”Karena ikannya besar, dagingnya juga tebal. Jadi, puas makannya. Kalau ikan dari lubuk larangan, dibakar apa adanya juga enak,” katanya.

Kecuali garam, semua bahan dan peralatan membakar ikan gabus tersebut diperoleh dari lingkungan sekitar. Belimbing asam dipetik dari belakang rumah warga. Adapun kayu yang digunakan sebagai bara diambil dari kebun warga.

Akan tetapi, pohon sepang sudah jarang ditemui di desa itu. Penggalian gastronomi lokal diharapkan memantik kepedulian warga untuk menanam kembali tumbuhan yang menjadi bahan makanan tradisional.

Iklan

Junaida (60), warga lainnya, mengatakan, ikan gabus bakar merupakan makanan khas desa tersebut. Selain dari lubuk larangan saat musim Bekarang, warga juga memperolehnya dari kolam dan sungai.

Dahulu, warga di desa itu sering menangkap ikan gabus saat ada anggota keluarga yang hamil tua. Ikan gabus bakar akan dihidangkan saat anggota keluarga tersebut melahirkan.

Nyai kami dulu bilang, makan ikan gabus bisa membantu menyembuhkan luka setelah melahirkan. Masih banyak orang yang melakukannya hingga sekarang,” ucapnya.

Pagi itu, para nyai tak hanya membakar ikan gabus. Mereka juga membuat kuliner lokal lain seperti sayur ares (batang) pisang, pengat ubi, sambal kemangi, rabu jagung, dan air sepang atau secang untuk hidangan makan siang.

Sejumlah ibu rumah tangga memasak sayur dengan bahan labu dan batang pohon pisang di Desa Tebat Patah, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (15/8/2028).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Sejumlah ibu rumah tangga memasak sayur dengan bahan labu dan batang pohon pisang di Desa Tebat Patah, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (15/8/2028).

Ares pisang dan pengat ubi biasanya disajikan saat acara pernikahan. ”Kalau air sepang diminum untuk meredakan panas dalam dan menyehatkan tenggorokan,” ujar Junaida.

Akan tetapi, pohon sepang sudah jarang ditemui di desa itu. Penggalian gastronomi lokal diharapkan memantik kepedulian warga untuk menanam kembali tumbuhan yang menjadi bahan makanan tradisional.

Gastronomi tidak cuma menyangkut kuliner, tetapi juga memuat pengetahuan sejarah dan budaya. Hal inilah yang perlu dilestarikan agar pengetahuan dan tradisi itu tidak hilang digerus zaman.

Kepala Desa Tebat Patah, Taufik, berharap, revitalisasi KCBN Muarajambi dapat mendongkrak kesejahteraan warga. Salah satunya dengan mengangkat kembali kekayaan gastronomi lokal sehingga nantinya bisa disajikan kepada pengunjung.

Baca juga: Memompa Denyut Budaya Desa Penyangga Muarajambi

Sejumlah ibu rumah tangga mengikuti pelatihan gastronomi di Desa Tebat Patah, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (15/8/2028).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Sejumlah ibu rumah tangga mengikuti pelatihan gastronomi di Desa Tebat Patah, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (15/8/2028).

”Cara ini juga untuk mengajak masyarakat kembali menanam pohon dan sayur-sayuran yang bisa dimanfaatkan sebagai kuliner tradisional. Jadi, tradisinya terjaga, lingkungannya terjaga,” ujarnya.

Tebat Patah merupakan satu dari delapan desa penyangga KCBN Muarajambi. Tujuh desa lainnya adalah Desa Baru, Dusun Mudo, Muaro Jambi, Danau Lamo, Kemingking Dalam, Kemingking Luar, dan Teluk Jambu.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V Jambi Agus Widiatmoko mengatakan, revitalisasi KCBN Muarajambi bukan cuma berfokus pada cagar budaya, tetapi pemberdayaan warga di sekitarnya. Pemberdayaan tersebut berbasis pada kebudayaan masyarakat setempat, salah satunya dengan mengangkat gastronomi lokal yang melimpah.

”Warga tidak perlu minder dengan makanan tradisional. Ini bisa naik daun lagi dengan cara masakannya tetap tradisional, tetapi penyajiannya disesuaikan dengan konteks kekinian. Cerita di balik makanan itu justru yang membuatnya menarik,” jelasnya.

Editor:
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000