Orang yang Menikah dan Berselingkuh Sering Kali Tak Menyesali Perbuatannya
Orang yang berselingkuh kerap tidak menyesali perbuatannya dan meyakini hal tersebut tidak merusak pernikahan mereka.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
Media sosial tengah dihebohkan oleh kabar perselingkuhan yang dilakukan oleh seorang pemengaruh (influencer) yang juga istri pesepak bola nasional. Padahal, kedua pasangan tersebut belum lama menjalin ikatan pernikahan. Kabar ini juga semakin menambah daftar perselingkuhan oleh para figur yang terungkap ke publik.
Kondisi ini selalu memunculkan pertanyaan mengapa orang yang sudah menikah masih kerap berselingkuh. Lalu banyak juga muncul pertanyaan apa yang mendasari mereka berselingkuh dari pasangannya dan bagaimana keinginan tersebut muncul.
Dalam psikologi, perselingkuhan yang terjadi terutama pada orang yang sudah menikah telah banyak diteliti. Salah satunya yakni hasil survei dan studi tentang perselingkuhan yang dilakukan para peneliti dari Universitas John Hopkins, Amerika Serikat, dan telah dipublikasikan di jurnal Archives of Sexual Behavior pada 2023.
Survei ekstensif ini dilakukan terhadap orang-orang yang menggunakan Ashley Madison, sebuah situs web untuk memfasilitasi perselingkuhan. Fasilitas dari situs ini juga dapat memberikan anggapan umum tentang perselingkuhan, khususnya tentang motivasi dan pengalaman orang-orang yang berselingkuh.
Hasil studi ini mengungkap bahwa orang yang sudah menikah dan berselingkuh merasa sangat puas dengan tindakannya tersebut serta tidak terlalu menyesali perbuatannya. Bahkan, mereka meyakini bahwa perselingkuhan tidak merusak pernikahannya yang sehat.
Dylan Selterman, seorang profesor di Departemen Psikologi dan Ilmu Otak Universitas Johns Hopkins yang mempelajari hubungan dan ketertarikan, mengemukakan, dalam media populer, acara televisi, film, dan buku, orang yang berselingkuh memiliki rasa bersalah moral yang kuat. Namun, para peneliti tidak melihat rasa penyesalan dalam sampel peserta ini.
”Perselingkuhan memiliki tingkat kepuasan yang tinggi dari aspek seksual dan emosional, sedangkan perasaan menyesal cukup rendah. Temuan ini menggambarkan gambaran perselingkuhan yang lebih rumit dibandingkan dengan apa yang kami ketahui,” ujar Dylan yang juga penulis utama studi ini dikutip dari situs Universitas Johns Hopkins, Rabu.
Para peneliti melakukan studi ini untuk lebih memahami pengalaman psikologis orang-orang yang mencari dan terlibat dalam perselingkuhan. Bekerja sama dengan para peneliti di University of Western Ontario, Selterman menyurvei hampir 2.000 pengguna aktif Ashley Madison, sebelum dan sesudah mereka berselingkuh.
Studi ini mengungkap bahwa orang yang sudah menikah dan berselingkuh merasa sangat puas dengan tindakannya tersebut serta tidak terlalu menyesali perbuatannya.
Peserta diberikan pertanyaan tentang kondisi pernikahan, alasan berselingkuh, dan kesejahteraan umum mereka. Responden yang mayoritas laki-laki berusia setengah baya melaporkan tingkat cinta yang tinggi terhadap pasangan mereka. Namun, satu hal yang menjadi catatan yaitu tingkat kepuasan seksual mereka dengan pasangannya rendah.
Selain itu, para peserta juga melaporkan tingkat cinta yang tinggi terhadap pasangan mereka. Namun, sekitar setengah dari peserta tidak aktif secara seksual dengan pasangan mereka. Ketidakpuasan seksual merupakan motivasi yang paling sering disebutkan untuk berselingkuh, disusul keinginan untuk mandiri dan variasi seksual.
Masalah mendasar dalam hubungan seperti kurangnya cinta atau kemarahan terhadap pasangan merupakan alasan yang paling jarang disebutkan peserta untuk ingin berselingkuh.
Menurut Selterman, orang-orang punya beragam motivasi untuk berselingkuh. Terkadang, mereka akan berselingkuh meskipun hubungan pernikahannya cukup baik. ”Kami tidak melihat bukti kuat di sini bahwa perselingkuhan seseorang dikaitkan dengan kualitas hubungan yang lebih rendah atau kepuasan hidup yang lebih rendah,” katanya.
Ia tidak menampik bahwa mempertahankan monogami atau eksklusivitas seksual sangatlah sulit khususnya di sepanjang rentang hidup seseorang. Monogami dan eksklusivitas seksual ini kerap diabaikan ketika mereka berkomitmen pada seseorang dalam pernikahan.
Dalam hasil studi terpisah lainnya yang dilakukan Kayla Knopp dan rekan yang dipublikasikan di Archives of Sexual Behavior, November 2017, menunjukkan, orang yang selingkuh secara seksual berpotensi tiga kali lebih besar untuk selingkuh kembali pada hubungan berikutnya.
Sebaliknya, seseorang yang tahu pasangannya berselingkuh berpotensi dua kali lebih besar untuk melakukan perselingkuhan yang sama pada hubungan berikutnya. Selain itu, orang yang mencurigai pasangannya selingkuh berpeluang empat kali lebih besar untuk mencurigai pasangan barunya juga berselingkuh (Kompas.id, 20/1/2024).
”Apa yang kita lakukan di setiap langkah dalam sejarah percintaan kita pada akhirnya memengaruhi apa yang terjadi selanjutnya, entah itu perselingkuhan, hidup bersama, atau serangkaian perilaku hubungan lainnya. Sejarah itu cenderung menyertainya,” kata Knoop seperti dikutip dari situs resmi Universitas Denver.