logo Kompas.id
HumanioraMemburu ”Harta Karun”...
Iklan

Memburu ”Harta Karun” Peradaban Muarajambi Menuju Warisan Dunia

KCBN Muarajambi menempati lahan rawa yang rawan banjir. Lalu, bagaimana peradaban di sana bisa bertahan berabad-abad?

Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
· 5 menit baca
Candi Kedaton di kompleks Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Desa Danau Lamo, Maro Sebo, Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Jumat (16/8/2024).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Candi Kedaton di kompleks Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Desa Danau Lamo, Maro Sebo, Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Jumat (16/8/2024).

Di balik keindahan arsitektur candi berbahan terakota, Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi menyimpan ”harta karun” peradaban yang meninggalkan jejak keagungannya. Jejak itu mewujud dalam kekayaan keterampilan dan pengetahuan sebagai bekal situs Buddhis terbesar di Asia Tenggara tersebut menjadi warisan dunia.

Terik menyengat kulit saat tiba di KCBN Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Rabu (14/8/2024) siang. Angin sepoi-sepoi sedikit mengurangi kegerahan. Air kanal, kolam, dan parit surut, bahkan ada yang mengering. Saluran air itu mengalir ke beberapa sungai yang bermuara ke Sungai Batanghari.

Beberapa abad lalu, kanal-kanal kuno di kawasan seluas 3.981 hektar tersebut digunakan sebagai jalur transportasi. Indikasi ini diperkuat oleh berbagai temuan, seperti arang bekas perahu kuno dan tonggak tambatan perahu.

Selain itu, kanal, kolam, dan parit terkoneksi sebagai sistem pengendali banjir. Sejumlah kanal dan kolam kuno sedang direvitalisasi. Semak di sekitarnya dibersihkan. Sedimentasi membuat kedalamannya berkurang. Permukaan tanah yang cekung mengindikasikan alur kanal dan kolam untuk ditelusuri.

Kondisi kanal di sekitar Candi Gumpung di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Rabu (14/8/2024).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Kondisi kanal di sekitar Candi Gumpung di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Rabu (14/8/2024).

KCBN Muarajambi memiliki sedikitnya 115 situs percandian. Sejumlah candi, seperti Kotomahligai dan Parit Duku, sedang dipugar. Beberapa situs masih berupa gundukan tanah atau disebut menapo. Peradaban di sana diperkirakan dimulai pada abad ke-6 dan bertahan hingga abad ke-13.

Semakin jauh memasuki kawasan percandian, udara terasa lebih sejuk. Pohon duku, rengas, kundur, durian, bidara, dan berbagai jenis lainnya banyak ditemui di sepanjang perjalanan. Selain hutan, sebagian wilayahnya merupakan rawa sehingga rawan banjir.

Baca juga : Memungut Kepingan Sejarah dalam Pemugaran Cagar Budaya

Kondisi itu memantik pertanyaan, bagaimana bisa kawasan rawa yang rawan banjir dijadikan tempat membangun peradaban selama ratusan tahun? Kearifan lokal seperti apa yang dilakukan untuk mendukung kehidupan manusia di sekitarnya?

Kanal, parit, dan kolam kuno buatan itu menjadi “buah” kearifan masyarakat Muarajambi di masa lalu untuk mendukung kehidupannya. Sejumlah rekayasa dilakukan, salah satunya meninggikan permukaan tanah di lokasi pembangunan candi.

Candi Astano yang dibangun di atas gundukan tanah di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Muaro Jambi, Jambi, Rabu (14/8/2024). KCBN Muarajambi menempati area dengan luas sekitar 4.000 hektar.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Candi Astano yang dibangun di atas gundukan tanah di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Muaro Jambi, Jambi, Rabu (14/8/2024). KCBN Muarajambi menempati area dengan luas sekitar 4.000 hektar.

Jejak rekayasa ini bisa dilihat di Candi Astano, Kembar Batu, dan Parit Duku. Ketiga candi ini dikelilingi parit. Bagian tengahnya ditimbun sehingga posisisnya lebih tinggi ketimbang permukaan tanah di sekitarnya.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V Jambi Agus Widiatmoko menuturkan, lokasi KCBN Muarajambi sebenarnya tidak layak huni. Selain memiliki kerawanan banjir yang tinggi, ketebalan tanah yang mengandung humus hanya sekitar 30 sentimeter.

“Dari sisi lanskap, ada rekayasa masyarakat di masa lalu untuk mengelola kawasan ini sehingga layak menjadi tempat hunian dan pusat pembelajaran. Mereka beradaptasi dengan kondisi geografis lingkungan sekitarnya, salah satunya membuat kanal untuk mengantisipasi banjir,” ujarnya.

Keampuhan rekayasa lanskap ini masih teruji hingga sekarang. Saat musim hujan, parit di sekeliling Candi Astano akan terisi air. Namun, ketinggian air tidak sampai merendam struktur candi.

Pengajuan warisan dunia UNESCO juga menekankan dampaknya terhadap warga di sekitarnya. Intensi ini “ditangkap” dengan memberdayakan warga delapan desa penyangga KCBN Muarajambi. Pemberdayaan itu berbasis budaya lokal di desa masing-masing.

Kemahiran tata ruang tercermin dalam penataan kawasan di tepi Sungai Batanghari tersebut. Tidak hanya dengan memodifikasi morfologi kawasan, tapi juga mengelolanya selama 600 tahun untuk memenuhi berbagai kebutuhan, termasuk menjalankan ajaran agama dan mendukung kesejahteraan masyarakatnya.

Bekal berharga

Keunggulan rekayasa lanskap menjadi salah satu bekal berharga KCBN Muarajambi menuju warisan dunia Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Bekal lainnya adalah kekhasan arsitektur dan pemberdayaan masyarakat di sekitarnya.

Dalam aspek arsitektur, masyarakat lokal pada masa itu telah mempunyai kapasitas merancang dan mendirikan struktur bangunan dari bata mengikuti filosofi tradisi Buddha. Temuan ribuan artefak juga menjelaskan aktivitas penduduk dalam memproduksi dan memanfaatkan berbagai beragam barang dengan berbagai jenis bahan, mulai dari batu, logam, dan kayu.

Iklan

Foto-foto lanskap, arsitektur candi, dan pemanfaatan KCBN Muarajambi ditampilkan dalam pameran di sela-sela Sidang Komite Warisan Dunia ke-46 UNESCO di New Delhi, India, pada 21-31 Juli 2024. Foto temuan arca, keramik, dan berbagai artefak lainnya juga turut ditampilkan dalam pameran itu.

Pekerja menggarap proyek pemugaran Candi Parit Duku di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Muaro Jambi, Jambi, Rabu (14/8/2024).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Pekerja menggarap proyek pemugaran Candi Parit Duku di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Muaro Jambi, Jambi, Rabu (14/8/2024).

Pada 2009, KCBN Muarajambi telah masuk dalam daftar tentatif (tentative list) UNESCO untuk nominasi warisan dunia. ”Di pameran itu kita diingatkan kembali tentang komitmen ketika dulu memasukkan Muarajambi dalam tentative list UNESCO. Perwakilan sejumlah negara, seperti India, Jepang, Nepal, China, dan negara-negara Asia Tenggara, cukup antusias melihat pameran kami. Negara-negara ini punya jejak pengajaran agama Buddha,” jelasnya.

Pengajuan warisan dunia UNESCO juga menekankan dampaknya terhadap warga di sekitarnya. Intensi ini ”ditangkap” dengan memberdayakan warga delapan desa penyangga KCBN Muarajambi. Pemberdayaan itu berbasis budaya lokal di desa masing-masing.

”Saat candi-candinya dipugar, desa-desa di sekitarnya juga diberdayakan. Justru hal itulah yang nanti akan menguatkan (pengajuan menjadi warisan dunia),” ujarnya.

Milik bersama

Di masa lalu, pengaruh Muarajambi tak hanya di Sumatera atau Indonesia. Pengaruhnya luas karena mempunyai hubungan dengan tempat pengajaran agama Buddha lainnya, salah satunya Nalanda di India.

Baca juga: Meniti Masa Depan Muarajambi

Agus Widiatmoko, Kepala Balai Pelestarian Wilayah V Jambi.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Agus Widiatmoko, Kepala Balai Pelestarian Wilayah V Jambi.

”Warisan dunia itu milik bersama. Jadi, kalau nanti mengusulkan (KCBN Muarajambi) menjadi warisan dunia, bisa menggandeng negara-negara lain yang mempunyai jaringan di masa lalu dalam hal pengajaran Buddha,” katanya.

Peluang mewujudkan Muarajambi menuju warisan dunia juga disertai sejumlah tantangan. Salah satunya adalah agar pengembangan kawasan itu mendongkrak kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

Selain itu, stockpile atau tempat penyimpanan batubara terdapat di sekitar kawasan candi. Hal ini dikhawatirkan mengancam pelestarian cagar budaya yang menjadi misi utama dalam revitalisasi tersebut.

Sejak Maret 2024, revitalisasi KCBN Muarajambi dilakukan dengan memugar candi, menata kawasan percandian, serta merevitalisasi kanal, kolam, dan kapal kuno. Proyek revitalisasi oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini melibatkan lebih dari 500 pekerja yang sebagian besar merupakan warga dari delapan desa penyangga kawasan tersebut.

Mubarak Andi Pampang, Koordinator Pemugaran Candi Parit Duku KCBN Muarajambi.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Mubarak Andi Pampang, Koordinator Pemugaran Candi Parit Duku KCBN Muarajambi.

Koordinator Pemugaran Candi Parit Duku, Mubarak Andi Pampang, menuturkan, hingga pertengahan Agustus 2024, proses pemugaran candi itu sudah mencapai 85 persen. ”Dalam konteks target pemugaran struktural, 12 dari 16 struktur sudah selesai. Kompleks ini dulunya dijadikan tempat sakral yang salah satu fungsinya menyimpan relik-relik berharga komunitas Buddhis pada masa itu,” ujarnya.

Mubarak mengatakan, jejak penimbunan tanah di kompleks candi berukuran sekitar 81 meter x 80 meter dapat dilihat dari stratigrafi tanahnya. Selain mengantisipasi banjir, peninggian permukaan tanah juga diindikasikan berkaitan dengan meningkatkan kesakralan bangunan tersebut.

”Posisi ketinggian identik dengan konsep kesakralan. Mungkin upaya meninggikan tanahnya bagian dari misi menambah kesakralannya dibandingkan tempat di sekitarnya,” ujarnya.

Koordinator Pemugaran Candi Kotomahligai, Kurnia Prastowo Adi, menyebutkan, proses pemugaran kompleks candi berukuran 110 meter x 90 meter itu sudah hampir 90 persen. Pengerjaannya ditargetkan rampung akhir September mendatang.

Baca juga: Momentum Membangkitkan Gastronomi Lokal di KCBN Muarajambi

Pengerjaan pemugaran Candi Kotomahligai di kompleks Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Desa Danau Lamo, Marosebo, Muarajambi, Jambi, Jumat (16/8/2024). Pemugaran tersebut ditargetkan selesai pada September 2024.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Pengerjaan pemugaran Candi Kotomahligai di kompleks Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Desa Danau Lamo, Marosebo, Muarajambi, Jambi, Jumat (16/8/2024). Pemugaran tersebut ditargetkan selesai pada September 2024.

Salah satu keunikan Candi Kotomahligai adalah karena memiliki dua gapura di sisi utara dan timur. Sejumlah candi hanya mempunyai satu gapura. Pada bagian luar gapura timur terdapat lantai berbahan bata dengan lebar sekitar 2,5 meter.

”Kami belum menelusuri ujungnya karena fokus saat ini masih di dalam kompleks candi. Yang jelas, penemuan-penemuan terbaru semakin melengkapi narasi sejarahnya,” katanya.

Peluang dan tantangan mengiringi jalan panjang KCBN Muarajambi menuju warisan dunia. Revitalisasi diharapkan tak cuma menampilkan wajah baru kawasan percandian itu, tetapi juga menyelaraskannya dengan pelestarian alam dan budaya di sekitarnya.

Editor:
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000