Tugas Badan Gizi Nasional Tidak Sekadar Mengurusi Makan Bergizi Gratis
Badan Gizi Nasional diharapkan bisa memperkuat upaya untuk mengatasi masalah gizi di masyarakat secara menyeluruh.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dadan Hindayana resmi dilantik sebagai Kepala Badan Gizi Nasional oleh Presiden Joko Widodo. Pelantikan ini diharapkan dapat memperkuat fungsi badan yang juga baru dibentuk tersebut dalam memenuhi gizi nasional sehingga tidak sekadar sebagai pelaksana program makan bergizi gratis pada era pemerintahan mendatang.
Badan Gizi Nasional dibentuk secara resmi pada 15 Agustus 2024, diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024. Dalam aturan itu disebutkan bahwa Badan Gizi Nasional adalah lembaga pemerintah yang dibentuk oleh presiden untuk melaksanakan tugas pemenuhan gizi nasional.
Dalam peraturan disebutkan pula bahwa sasaran pemenuhan gizi akan diberikan kepada peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini hingga pendidikan menengah, anak usia di bawah lima tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Guru Besar Ilmu Gizi IPB University, yang juga Ketua Umum Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Gizi Indonesia (AIPGI), Hardinsyah, dihubungi di Jakarta, Senin (19/8/2024), mengatakan, pembentukan Badan Gizi Nasional harus terus dikawal agar tujuan untuk perbaikan gizi secara nasional bisa terwujud dengan baik. Tugas Badan Gizi Nasional tidak sekadar untuk menjalankan program makan bergizi gratis, tetapi juga untuk memastikan adanya peningkatan gizi pada masyarakat.
”Dalam perpres pun tidak menyebutkan Badan Gizi Nasional ini hanya terkait dengan makan bergizi gratis, tetapi lebih bagaimana untuk memenuhi gizi masyarakat. Ini harus dikawal agar apa yang sudah direncanakan dengan baik jangan sampai tidak terlaksana dengan baik di lapangan,” katanya.
Dalam perpres pun tidak menyebutkan Badan Gizi Nasional ini hanya terkait dengan makan bergizi gratis, tetapi lebih bagaimana untuk memenuhi gizi masyarakat.
Hal itu disampaikan pula oleh pendiri dan CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Satyani Saminarsih. Ia berharap agar penguatan kelembagaan dalam upaya penanganan masalah gizi di Indonesia melalui Badan Gizi Nasional bisa memberikan dampak yang lebih baik bagi masyarakat.
Tugas dan fungsi dari Badan Gizi Nasional cukup luas mengingat beban gizi di Indonesia yang besar. Indonesia saat ini dihadapkan pada triple burden malnutrition. Masalah gizi yang dihadapi bukan sekadar tengkes atau stunting, melainkan juga kekurangan gizi mikro dan obesitas atau berat badan berlebihan.
”Ini yang sebenarnya bisa diambil oleh Badan Gizi Nasional sebagai mandatnya. Jadi, harus lebih dari sekadar menyalurkan makanan ke sekolah, tetapi mengatasi dan menyelesaikan masalah triple burden of malnutrition,” kata Diah.
Saat ini, angka tengkes atau stunting di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Indonesia 2023, sebesar 21,5 persen. Sementara itu, data juga menunjukkan 1 dari 5 anak sekolah, 1 dari 7 remaja, dan 1 dari 3 orang dewasa di Indonesia mengalami berat badan berlebih atau obesitas. Kondisi malanutrisi pun ditemui pada ibu hamil. Sekitar 28 persen ibu hamil mengalami anemia dan 17 persen ibu hamil mengalami kurang energi kronik.
Selain itu, edukasi dan penyuluhan mengenai pemenuhan gizi yang baik juga perlu disampaikan secara lebih masif kepada masyarakat. Perubahan perilaku untuk memastikan pemenuhan gizi seimbang pada setiap individu sesuai usianya menjadi strategi yang efektif dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah gizi di masyarakat.
Anggaran
Diah menambahkan, anggaran untuk program makan bergizi gratis yang dialokasikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang mencapai Rp 71 triliun harus digunakan dengan tepat. Anggaran tersebut bahkan dinilai lebih besar dari anggaran Kementerian Kesehatan.
”Jadi, jika memang ini digunakan untuk pemberian makanan bergizi gratis, yang harus dipastikan makanan yang diberikan itu benar-benar bergizi. Sasaran yang ditargetkan juga harus tepat. Anggaran Rp 71 triliun harus dipakai dengan efektif dan efisien agar bisa berdampak untuk menurunkan stunting dan meningkatkan status gizi masyarakat,” katanya.
Terkait dengan itu, Diah menuturkan, pembentukan komite ahli pada Badan Gizi Nasional diperlukan agar program yang dijalankan bisa diawasi dan dipertimbangkan dengan baik oleh para ahli. Masalah gizi tidak hanya terkait dengan kesehatan, tetapi juga berbagai sektor lain, seperti pendidikan, pertanian, dan badan atau lembaga lainnya yang terkait.
Standar-standar teknis perlu ditentukan pula oleh Badan Gizi Nasional sehingga standar gizi pada setiap usia dan setiap kelompok bisa lebih jelas. Konsultasi pada masyarakat sipil diharapkan dapat dilakukan secara luas, terutama terkait pemenuhan gizi berbasis kearifan lokal.
”Makanan yang diberikan ke masyarakat jangan cuma ambil apa yang menjadi standar industri, tetapi juga tentukan standar yang tepat yang bisa diproduksi dengan kearifan lokal sehingga penentuan lokus untuk target pemberian makanan bergizi patut dipertimbangkan,” ujarnya.