Kunjungan Paus Fransiskus Diharapkan Kian Meneguhkan Perjuangan Masyarakat Adat
Kunjungan Paus Fransiskus diharapkan menyuarakan kegelisahan dan kian meneguhkan perjuangan masyarakat adat.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
Masyarakat adat di Tanah Air menghadapi ancaman kehilangan sumber-sumber kehidupan karena alih fungsi lahan. Kunjungan Paus Fransiskus pada September mendatang diharapkan menyuarakan kegelisahan dan kian meneguhkan perjuangan mereka.
Ketua Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang juga Rektor Institut Teknologi Keling Kumang Sekadau, Kalimantan Barat, Stefanus Masiun, Rabu (14/8/2024), menuturkan, masyarakat adat menghadapi ancaman kehilangan sumber-sumber kehidupan terutama wilayah adat. Padahal, di situ terdapat beragam biodiversitas.
”Tanah menjadi identitas mereka. Tidak kurang sekitar 1,5 juta masyarakat Kalimantan Barat merupakan masyarakat adat,” ujar Masiun.
Mereka menghadapi ancaman pengalihfungsian wilayah adat menjadi usaha-usaha yang diberi izin pemerintah, baik berupa hak guna usaha, kawasan hutan, maupun pertambangan. Tidak sedikit mereka yang ditangkap aparat karena mempertahankan tanahnya.
”Konflik tenurial ini berpotensi terus terjadi. Ketika tanah hilang, masyarakat mau bergantung ke mana?” ujar Masiun.
Catatan Kompas, pada 2021 masih terjadi 13 kasus penyerobotan 251.000 hektar lahan adat di Tanah Air. Konflik serupa, menurut Masiun, masih terjadi di sejumlah kabupaten di Kalimantan Barat kendati tidak terlalu terekspos ke publik.
Padahal, di sisi lain, dunia makin menyadari sebagian besar keanekaragaman hayati ada di wilayah masyarakat adat. Peran mereka dalam penyelamatan keanekaragaman hayati diakui dunia. Oleh sebab itu, masyarakat adat perlu mendapatkan perlindungan hukum.
Untuk mendapatkan pengakuan, masyarakat adat kerap menghadapi ”jalan berliku”. Contohnya, Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat, yang diperjuangkan sejak 2012 hingga 2024 belum terealisasi. Padahal, jika undang-undang itu diwujudkan, masyarakat adat memiliki harapan bahwa hak-hak mereka dijaga dan dilindungi negara.
Pada 15 Februari 2017, Masiun dan 37 orang mewakili 27 negara pernah berjumpa Paus Fransiskus di Vatikan. Dalam pertemuan itu, menurut Masiun, Paus Fransiskus berpesan bahwa sangat penting hak-hak masyarakat adat diperhatikan.
”Saya berharap kunjungan Paus bisa menyuarakan pentingnya pemerintah memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat adat di Indonesia,” ujarnya lagi.
Wakil Direktur Institut Dayakologi Richardus Giring menuturkan, sektor-sektor swasta korporasi dan penguasa karena kepentingan politik ekonomi menancapkan kekuasaannya pada sumber daya alam (SDA) masyarakat adat. Mungkin, mereka memandang sebelah mata entitas masyarakat adat.
Terlebih, akses masyarakat adat terhadap kekuasaan hampir tidak ada. Bahkan, kelembagaan adat lokal, menurut Giring, dikooptasi elite kekuasaan untuk mengendalikan aspirasi dan sarana mendulang dukungan politik.
”Pada akhirnya kebijakan yang dihasilkan baik produk hukum maupun kebijakan program pembagunan tidak berpihak kepada masyarakat adat,” kata Giring.
Saudara kita
Masyarakat adat hendaknya dipandang selayaknya manusia dalam semangat persaudaraan. Masyarakat adat juga harus dipandang dalam suatu kesatuan ekosistem hidup mereka, yaitu sumber daya alam dan segala isinya. Mereka sudah turun-temurun hidup di wilayahnya. Pemahaman itu hendaknya menjiwai pengambil kebijakan.
Banyak pihak berharap kunjungan Paus, secara politik dan sosio-ekologis, bermanfaat bagi semua, tidak hanya masyarakat adat. Kemudian, menumbuhkan kesadaran para pengambil kebijakan serta meneguhkan perjuangan masyarakat adat.
Pengamatan Kompas di Kalimantan Barat 10 tahun terakhir menunjukkan, masyarakat adat, khususnya masyarakat Dayak, memiliki hutan adat yang kaya tanaman obat dengan kearifan lokal pengobatan. Penelitian yang dilakukan sejumlah akademisi Universitas Tanjungpura, Pontianak, menemukan, jumlah sub-etnis Dayak di Kalimantan Barat mencapai 158 subsuku Dayak. Masing-masing memiliki pengetahuan dan tradisi pengobatan memanfaatkan tanaman di hutan. Di subsuku Dayak Uud Danum, misalnya, ada sekitar 100 tanaman obat yang diidentifikasi.
Kearifan lokal masyarakat Dayak dalam berladang di perbukitan juga membuat mereka memiliki ketahanan pangan. Saat masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kenaikan harga beras pada Februari, Igoh (59), warga adat Dayak Iban, di Rumah Panjang Sungai Utik, Kabupaten Kapuas Hulu, justru memiliki stok beras melimpah di lumbung dari hasil berladang. Bahkan, stok panen tahun lalu belum habis saat itu.
Sejumlah masyarakat adat bahkan mampu berbagi beras kapada sanak keluarga di kota. Margareta (36), warga Kabupaten Kubu Raya, misalnya, mendapat kiriman beras dari orangtuanya di Kabupaten Sanggau dengan menyisihkan sebagian panen.
Paus Fransiskus dalam ensiklik Fratelli Tutti (Persaudaraan dan Persahabatan Sosial) pada salah satu butirnya menyebut masyarakat adat. Dalam uraiannya secara tertulis, masyarakat adat tidak menentang kemajuan meskipun mereka memiliki gagasan berbeda tentang kemajuan.
Masyarakat adat dinilai sebagai kelompok yang lebih humanistis daripada budaya modern bangsa-bangsa maju. Intoleransi dan penghinaan terhadap budaya rakyat asli benar-benar bentuk kekerasan yang khas bagi ”para guru moral” tanpa kebaikan.