Tempe Semangit dan Jangkrik Bisa Jadi Sumber Protein Alternatif
Tempe semangit dan jangkrik berpotensi sebagai sumber protein alternatif yang baik untuk memenuhi gizi masyarakat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional menemukan, tempe semangit dan jangkrik dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein alternatif bagi masyarakat. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa tempe semangit dapat meningkatkan status gizi bagi ibu hamil.
Peneliti Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTTP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nila Kusumawaty, menyampaikan, tempe semangit mengandung asam amino atau amino acid yang lebih tinggi dibandingkan dengan tempe kedelai. Tempe semangit dapat diolah menjadi kue kering melalui proses pemanggangan kering (oven drying). Melalui proses itu, selain memudahkan untuk konsumsi, juga dapat mematikan bakteri pada tempe semangit.
”Tempe semangit yang rutin dikonsumsi oleh ibu hamil yang mengalami CED (kekurangan energi kronis/KEK) dapat meningkat status nutrisi dari ibu hamil tersebut. Selain itu, ada peningkatan yang signifikan pada hemoglobin dan serum ferritin pada ibu hamil yang mengonsumsi kue kering dari tempe semangit,” tuturnya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (12/8/2024).
Tempe semangit yang rutin dikonsumsi oleh ibu hamil yang mengalami CED (kekurangan energi kronis/KEK) dapat meningkat status nutrisi dari ibu hamil tersebut.
Tempe semangit adalah tempe yang sudah melewati masa fermentasi dari yang biasanya (over fermented). Tempe semangit atau yang disebut juga sebagai tempe bosok ini biasanya memiliki bau yang agak menyengat. Oleh masyarakat di Jawa, tempe ini umumnya dikonsumsi dengan cara dimasak menjadi sambal tumpang ataupun mendol.
Nila mengatakan, penelitian mengenai sumber protein alternatif, khususnya pada ibu hamil, menjadi penting karena tingginya angka prevalensi kekurangan energi kronis di Indonesia.
Mengutip data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, setidaknya 17 persen ibu hamil di Indonesia memiliki risiko kekurangan energi kronis. Penyebab utama kurangnya energi kronis ialah asupan gizi yang tidak adekuat. Namun, dari banyak ibu hamil dengan KEK hanya 32,1 persen yang menerima pemberian makanan tambahan.
Hal itu patut menjadi perhatian. Sebab, ibu hamil yang kekurangan nutrisi dapat meningkatkan risiko anemia pada kehamilan, hipertensi, keguguran, hingga kematian pada janin. Pada jangka panjang, kondisi malnutrisi pada ibu hamil juga bisa mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR), pertumbuhan janin yang terhambat, serta bayi lahir dengan kondisi tengkes (stunting).
Nila menuturkan, penelitian mengenai potensi tempe semangit sebagai sumber protein alternatif perlu dilakukan lebih lanjut. Penelitian tersebut dapat dilakukan melalui analisis in vivo (uji pada makhluk hidup) serta pengukuran komponen bioaktif pada tepung tempe semangit. Dengan begitu, informasi lengkap tentang sifat fungsional tempe semangit bisa diperoleh dengan lebih baik.
Jangkrik
Selain tempe semangit, Specialist Lecturer and Researcher in Nutrition, Public Health, and Food Science Birmingham City University Michael Bawa menyampaikan, jangkrik juga dapat berpotensi sebagai sumber protein alternatif bagi masyarakat. Jenis jangkrik yang bisa digunakan ialah Acheta domesticus dan Gryllus bimaculatus.
”Jangkrik adalah sumber protein alternatif masa depan yang berkelanjutan karena mudah diakses, tersedia, terjangkau, dapat bertahan dalam kondisi lingkungan yang keras, dan menyumbang lebih sedikit gas rumah kaca daripada ayam, sapi, kambing, dan domba,” katanya.
Ia menambahkan, jangkrik juga dapat diproduksi dalam skala besar dan digunakan dalam produk makanan untuk meningkatkan nutrisi pada manusia. Dalam penelitian yang dilakukan Michael, jangkrik diolah menjadi produk tepung yang kaya akan protein.
Pelaksana Harian Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Achmat Sarifudin mengungkapkan, kebutuhan sumber protein hewani semakin besar seiring dengan pertumbuhan populasi di masyarakat. Jika tidak mengembangkan sumber protein lain, kebutuhan masyarakat pun tidak dapat dipenuhi.
”Perlu tersedia protein alternatif yang mendukung ketahanan pangan dengan menyediakan sumber protein berkelanjutan untuk populasi global yang terus bertambah tanpa harus mengeksploitasi sumber daya secara berlebihan,” tuturnya.