Posyandu dan Puskesmas Diintegrasikan guna Tekan Risiko Penyakit
Upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit harus diperkuat melalui program integrasi layanan primer.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sebagian besar kasus kematian serta kesakitan yang berbiaya tinggi merupakan kasus penyakit yang sebenarnya bisa dicegah. Karena itu, upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit harus terus diperkuat untuk menekan risiko penyakit tersebut. Hal itu salah satunya dilakukan melalui program integrasi layanan primer.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, dalam acara Ekspose Pembangunan Kesehatan Daerah Bersama Media Massa, di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (9/8/2024), mengutarakan, angka biaya kesehatan secara global meningkat. Kenaikan ini bahkan lebih tinggi dibandingkan nilai produk domestik bruto (GDP). Tanpa intervensi, beban biaya ini bisa mengancam keuangan negara.
”Namun, ada dua negara yang beban biaya kesehatan atau inflasi kesehatannya lebih rendah dibandingkan GDP-nya. Itu adalah Brasil dan Kuba. Mengapa? Itu karena pendekatan preventif dan promotif mereka lebih agresif dibandingkan dengan kuratif. Jadi, orang sehat dicegah agar tidak sakit. Jika sakit, itu yang membuat biayanya lebih besar,” tuturnya.
Jadi, orang sehat dicegah agar tidak sakit. Jika sakit, itu yang membuat biayanya lebih besar.
Oleh karena itu, Dante menyampaikan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berupaya untuk memperkuat upaya preventif dan promotif kesehatan di masyarakat. Diharapkan upaya ini bisa mencegah penyakit di masyarakat sehingga beban biaya kesehatan pun bisa ditekan.
Kementerian Kesehatan mencatat ada empat penyakit dengan beban pembiayaan terbesar, yakni penyakit kardiovaskular sebesar Rp 10,3 triliun, kanker Rp 3,5 triliun, stroke Rp 2,5 triliun, dan gagal ginjal Rp 2,3 triliun. Penyakit-penyakit tersebut merupakan jenis penyakit kronis yang bisa dicegah dan dideteksi dini sehingga tidak memburuk.
Pencegahan dan deteksi dini dapat dilakukan melalui penyuluhan dan edukasi serta penapisan kesehatan sederhana yang bisa dilakukan di posyandu ataupun puskesmas. Akan tetapi, upaya promosi, pencegahan, dan deteksi dini yang dijalankan selama ini dinilai masih kurang optimal.
Perkuat layanan
Direktur Tata Kelola Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Then Suyanti menyebutkan, peningkatan upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit akan dilakukan dengan memperkuat pelayanan kesehatan primer di masyarakat.
Fasilitas pelayanan kesehatan primer pun akan diintegrasikan, mulai dari posyandu, puskesmas pembantu, hingga puskesmas. Dengan demikian, upaya pencegahan dan deteksi dini akan lebih optimal tanpa mengurangi intervensi pada upaya kuratif.
Setidaknya ada tiga fokus utama dalam program integrasi pelayanan kesehatan primer. Itu meliputi pelayanan yang berfokus pada siklus hidup manusia, mendekatkan layanan kesehatan melalui jejaring layanan hingga tingkat desa dan dusun, serta memperkuat pemantauan wilayah setempat melalui digitalisasi.
Melalui pendekatan layanan yang berfokus pada siklus hidup manusia, pelayanan di masyarakat tidak lagi terpisah-pisah berdasarkan program pendekatan. Sebelumnya, pelayanan dibedakan antara layanan kesehatan untuk ibu dan anak, remaja, lanjut usia, ataupun layanan untuk jenis penyakit tertentu, seperti tuberkulosis dan malaria.
Dengan pendekatan pada siklus hidup manusia, layanan akan dijalankan secara terintegrasi yang bisa dilakukan secara bersamaan dalam satu kunjungan pemeriksaan kesehatan.
Then menambahkan, integrasi layanan kesehatan primer juga dapat memperluas jangkauan ke masyarakat, termasuk untuk upaya promosi dan pencegahan penyakit. Setiap kader kesehatan yang berada di sekitar 300.000 posyandu di tingkat desa dan dusun akan lebih diberdayakan untuk melakukan upaya promosi, preventif, dan deteksi dini.
Pemerintah telah mendukung upaya ini dengan menyalurkan alat kesehatan yang dapat digunakan untuk deteksi dini, seperti antropometri untuk mengukur tinggi dan berat badan anak, alat pengukur tekanan darah, serta alat pengukur gula darah.
”Setiap kader kesehatan akan diberikan pelatihan untuk meningkatkan keterampilannya dalam melayani kesehatan masyarakat untuk seluruh siklus kehidupan, mulai dari bayi dan balita, ibu hamil dan menyusui, usia sekolah dan remaja, hingga usia produktif dan lansia,” kata Then.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yunita Dyah Suminar menyampaikan, integrasi pelayanan primer telah berjalan di Provinsi Jawa Tengah. Sejumlah wilayah telah ditetapkan sebagai lokus integrasi layanan primer.
Terdapat setidaknya 289 puskesmas, 331 puskesmas pembantu, dan 2.365 posyandu yang ditetapkan sebagai lokus pelaksanaan program integrasi layanan primer. Saat ini, Jawa Tengah termasuk provinsi dengan capaian terbesar ketiga untuk pelaksanaan integrasi layanan primer di seluruh Indonesia setelah DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Barat.
Sejumlah tantangan masih dihadapi dalam pelaksanaan integrasi layanan primer. Tantangan tersebut meliputi, antara lain, sumber daya manusia yang belum mencukupi, pembiayaan untuk belanja bahan medis habis pakai (BMHP) yang tidak masuk dalam jaminan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, serta peningkatan beban kader kesehatan.
”Tugas kader kesehatan semakin banyak dan rutin, sementara kader merupakan tenaga sukarelawan,” kata Yunita.
Rini Kusmiyati, salah satu kader Posyandu Lestari Rahayu 4 di Boyolali, Jawa Tengah, menuturkan, pelayanan pada masyarakat setelah penerapan integrasi layanan primer dirasa memang semakin besar.
Pendekatan yang dilakukan pun tidak lagi hanya pada ibu dan anak yang biasanya dilakukan dengan melaksanakan penimbangan dan pengukuran tinggi badan serta pemberian imunisasi dan makanan tambahan. Selain itu, pelayanan berorientasi pada seluruh siklus kehidupan, mulai dari perempuan calon pengantin, ibu hamil, bayi dan anak, remaja, hingga orang lansia.
Berbagai pelatihan telah didapatkan oleh Rini. Hal itu dinilai sangat membantu untuk meningkatkan kemampuannya dalam memberikan edukasi serta pelayanan di masyarakat. Meski begitu, dukungan lain diharapkan bisa diberikan pula untuk menunjang layanan yang diberikan oleh kader.
”Setidaknya kami berharap bisa didukung dengan handphone (telepon seluler) khusus untuk setiap posyandu beserta dengan pulsanya karena laporan sekarang harus dilakukan secara digital,” ucapnya.
Dukungan itu diperlukan agar pelayanan bisa maksimal. Meski melayani secara sukarela, Rini berharap bisa didukung dan ditunjang untuk layanan di masyarakat. Insentif yang diberikan saat ini sebesar Rp 120.000 per tahun dinilai masih kurang memadai untuk kebutuhan tersebut.