Kombinasi Polusi Mikroplastik dan Banjir Perkuat Ancaman pada Tanaman Pesisir
Dampak polusi mikroplastik terhadap tanaman pesisir dapat diperbesar oleh faktor lainnya, salah satunya banjir air laut.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencemaran sampah telah menjadi ancaman global, termasuk di kawasan pesisir. Penelitian terbaru menyebutkan, efek kombinasi polusi mikroplastik dan banjir air laut memperkuat ancaman terhadap spesies tanaman pesisir.
Kedua stresor lingkungan itu mempunyai efek masing-masing terhadap kehidupan tanaman pesisir. Namun, gabungan keduanya membuat efeknya semakin besar. Ancaman ini kian meningkat di tengah perubahan iklim dan penggunaan plastik yang semakin masif.
Laporan hasil penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Environmental Pollution, Agustus 2024. Penelitian ini melibatkan sejumlah ahli dari University of Plymouth, Inggris. Winnie Courtene-Jones menjadi penulis pertama dalam penelitian tersebut.
Courtene-Jones mengatakan, penelitian itu menyoroti potensi pencemaran mikroplastik, baik plastik konvensional maupun yang dapat terurai secara hayati, terhadap tanaman pesisir. Potensinya berisiko lebih tinggi jika dikombinasikan dengan stresor atau pemicu stres tambahan.
”Penelitian ini menunjukkan bahwa dampak mikroplastik dapat diperbesar oleh faktor lingkungan lain, seperti naiknya permukaan air laut dan banjir di pesisir. Studi seperti ini membantu kita memahami potensi bahaya yang ditimbulkan oleh mikroplastik terhadap berbagai organisme dan ketahanan ekosistem secara umum,” ujarnya dilansir dari Sciencedaily.com, Senin (5/8/2024).
Paparan mikroplastik memengaruhi reproduksi tanaman. Sementara banjir air laut menyebabkan kematian jaringan yang lebih parah pada tanaman. Paparan keduanya secara bersamaan memiliki dampak yang lebih nyata.
Studi ini menekankan bahwa ancaman terhadap lingkungan pesisir tidak boleh dilihat secara terpisah. Sebab, jika digabungkan, dampaknya semakin nyata terhadap ekosistem di sekitarnya.
Hal ini mengganggu pertumbuhan tanaman dan mengalami tekanan jangka pendek dalam efisiensi fotosintesisnya. Respons tersebut memengaruhi kemampuan tanaman untuk menangkap air, nutrisi, dan sinar matahari.
Penelitian ini berfokus pada tanaman pisang tanduk rusa (Plantago coronopus), tanaman tahunan yang umumnya tumbuh di habitat pesisir bukit pasir. Tanaman yang tumbuh rendah tersebut dapat ditemui di Eropa, Asia, Afrika Utara, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru.
Dalam studi itu, tanaman ditanam di tanah yang mengandung plastik konvensional atau plastik yang dapat terurai secara hayati selama 35 hari. Kemudian tanaman dibanjiri air laut selama 72 jam. Jenis banjir ini semakin sering terjadi akibat badai dan gelombang badai pesisir.
Penulis senior dalam penelitian itu, Mick Hanley, menuturkan, dalam skala global, habitat seperti bukit pasir dan padang rumput pesisir membantu melindungi masyarakat dalam bentuk pertahanan pesisir. ”Habitat tersebut juga memainkan peran penting dalam mendukung keanekaragaman hayati, tetapi semakin terancam oleh perubahan iklim dan sejumlah faktor lingkungan lainnya,” ujarnya.
Hanley menambahkan, studi ini menekankan bahwa ancaman terhadap lingkungan pesisir tidak boleh dilihat secara terpisah. Sebab, jika digabungkan, dampaknya semakin nyata terhadap ekosistem di sekitarnya.
”Hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat polusi mikroplastik dan banjir pesisir diproyeksikan akan memburuk dan meningkat selama beberapa dekade mendatang kecuali ada aksi global yang ambisius dilakukan,” katanya.