Tips Praktis Cegah Gagal Ginjal: Jangan Terjebak Nikmatnya Candu Gula
Penyakit ginjal kronis di Indonesia meningkat. Konsumsi minuman manis berlebihan bisa menjadi faktor risiko.
Petrus Hariyanto (55), meski dengan kemampuan pendengaran yang kurang baik, dengan lantang mengajak orang-orang yang sehat untuk selalu menjaga kesehatannya agar terhindar dari penyakit gagal ginjal. Menjalankan gaya hidup sehat sangat penting sebelum penyesalan datang.
”Menjadi pasien cuci darah itu produktivitasnya akan hancur. Saya harap teman-teman yang masih sehat untuk memahami bahwa gagal ginjal bisa dicegah dengan satu kesadaran, dengan satu perubahan mindset untuk menjaga pola hidup sehat,” tuturnya di sela-sela peluncuran bukunya yang berjudul Jiwa-jiwa Bermesin #2: Kami Menolak Menyerah, di Jakarta, Minggu (4/8/2024).
Buku tersebut merupakan buku edisi kedua dari buku Kami Menolak Menyerah yang ditulis oleh Petrus. Sama seperti buku sebelumnya, buku kedua ini berisi kisah dan cerita perjuangan pasien cuci darah. Buku ini punya tujuan untuk menyemangati dan memotivasi pasien cuci darah agar terus berjuang menjalani terapi sekaligus menjadi pembelajaran bagi orang sehat untuk mencegah jangan sampai mengalami gangguan ginjal yang bisa berujung pada cuci darah.
Petrus yang juga aktivis Reformasi 1998 mengaku bahwa gagal ginjal yang dialaminya telah menurunkan produktivitasnya. Sulit rasanya bagi dia untuk kembali seperti dulu ketika menjadi Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Demokratik yang terus menggemakan revolusi.
”Saya ingin berpesan, menjadi aktivis itu jangan sampai mengorbankan kesehatan,” kata Petrus yang saat ini menjadi Sekretaris Jenderal Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).
Petrus sudah 11 tahun menjadi pasien cuci darah yang kini harus menjalani terapi cuci darah tiga kali seminggu. Gagal ginjal yang dialaminya juga berdampak pada penurunan fungsi tubuh lainnya akibat komplikasi yang terjadi.
Salah satu kisah yang ditulis dalam buku Kami Menolak Menyerah adalah kisah Indri Nurlia Sari. Indri yang memiliki nama beken Indri Barbie itu sebelumnya merupakan pebalap motor (drag bike) dan pemain sinetron. Namun, setelah terdiagnosis gagal ginjal, aktivitasnya sebagai pebalap dan pesinetron jauh berkurang. Ia bahkan pernah mengalami koma sebelum akhirnya harus melakukan cuci darah rutin.
Baca juga: Terus Berjuang, Menolak Menyerah
Pekerjaan terlalu melelahkan yang membuat dirinya kurang istirahat dinilai menjadi salah satu pemicu gagal ginjalnya. Selain itu, pola makan dan tingginya konsumsi minuman manis dalam kemasan juga turut memicu gagal ginjalnya.
Beruntung pada Mei 2023, Indah dapat melakukan transplantasi ginjal sehingga ia tidak perlu lagi melakukan cuci darah rutin. Setelah itu, ia pun bertekad memperbaiki gaya hidupnya menjadi lebih baik.
”Setelah operasi, untuk minuman manis, seperti teh, saya harus membuatnya sendiri. Saya tidak lagi minum teh dalam botol kemasan,” katanya.
Kasus gangguan ginjal di Indonesia tercatat meningkat. Riset Kesehatan Dasar menunjukkan, prevalensi penyakit ginjal kronis pada usia 15 tahun ke atas berdasarkan diagnosis dokter sebesar 2,0 per 1.000 penduduk pada 2013, sementara pada 2018 meningkat menjadi 3,8 per 1.000 penduduk.
Adapun data Indonesia Renal Registry pada 2022 menunjukkan, pasien baru penyakit ginjal kronis bertambah sebanyak 63.489 orang. Jumlah itu meningkat lebih dari dua kali dari tahun 2017 dengan jumlah pasien baru sebanyak 30.831 orang. Adapun jumlah pasien aktif yang menjalani hemodialisis karena penyakit ginjal kronis pada 2022 sebesar 158.929 pasien.
Minuman manis
Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) Tony Samosir mengatakan, konsumsi minuman manis di masyarakat harus dibatasi. Konsumsi minuman manis yang berlebihan dapat menyebabkan berat badan berlebih hingga obesitas yang menjadi faktor risiko terjadinya gagal ginjal.
Baca juga: Penyakit Ginjal Sering Kali Tak Bergejala, Deteksi Dini Sebelum Komplikasi
Budaya masyarakat di Indonesia cenderung suka dengan makanan manis. Mulai dari mengonsumsi kopi dengan tambahan gula, sambal yang diberi tambahan gula, serta makan dengan pendamping minuman yang manis. Pola makan tersebut jika dilakukan dalam jangka panjang bisa berdampak buruk bagi kesehatan yang dapat menyebabkan kondisi hipertensi dan diabetes. Sekitar 70 persen dari pasien cuci darah disebabkan oleh penyakit hipertensi dan diabetes.
”Di KPCDI ada pasien yang dari usia sekitar 20 tahun, sukanya hanya minum teh manis dan jarang minum air putih. Sekitar 13 tahun kemudian ia terkena gagal ginjal. Pasien ini mengaku bahwa dia hampir tidak pernah minum air putih,” kata Tony.
Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi minuman manis terlihat dalam data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Data itu menunjukkan, lebih dari 50 persen anak-anak usia 3-14 tahun mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari. Tingkat konsumsi minuman manis pada anak merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok usia lain.
Di KPCDI ada pasien yang dari usia sekitar 20 tahun, sukanya hanya minum teh manis, dan jarang minum air putih. Sekitar 13 tahun kemudian ia terkena gagal ginjal. Pasien ini mengaku bahwa dia hampir tidak pernah minum air putih.
Secara rinci, proporsi kebiasaan konsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari pada anak usia 3-4 tahun sebesar 51,4 persen, usia 5-9 tahun sebesar 53,0 persen, dan usia 10-14 tahun sebesar 50,7 persen. Sementara rata-rata nasional, proporsi kebiasaan minuman manis masyarakat yang lebih dari satu kali sehari sebesar 47,5 persen.
Tony mengatakan, melihat bahaya kesehatan yang mengintai masyarakat seharusnya mendorong pemerintah untuk secara tegas membatasi konsumsi makanan dan minuman manis di masyarakat.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat, dan Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito, yang juga dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (UGM), mengatakan, fenomena masyarakat yang banyak mengalami penyakit gagal ginjal seharusnya bisa dipotret lebih luas. Gangguan kesehatan, termasuk gangguan ginjal, tidak hanya terbatas sebagai dampak biologis, tetapi juga dampak sosial.
Menurut dia, kesehatan masyarakat yang terganggu yang menyebabkan tingginya angka gangguan ginjal dapat menjadi gambaran bahwa negara kurang hadir untuk melindungi masyarakat. Absennya negara termasuk dalam melindungi dari konsumsi makanan ataupun minuman yang berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat.
Baca juga: Lebih dari 50 Persen Anak Konsumsi Minuman Manis Berlebihan, Diabetes Kian Mengancam
”Pencegahan memang penting, tetapi membatasi racun-racun seperti produk yang membanjiri masyarakat juga penting. Itu peran dari negara. Negara harus hadir melindungi masyarakat agar terlindungi dari hal-hal yang berisiko,” tutur Arie.
Cukai minuman manis
Pengendalian konsumsi gula serta garam dan lemak di masyarakat sudah dilakukan oleh pemerintah melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 mengenai pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan. Aturan itu setidaknya disebutkan dalam Pasal 194 dan Pasal 195.
Pada pasal 194 dituliskan bahwa pemerintah pusat menentukan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji. Selain itu, pemerintah juga dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tersebut.
Pasal 195 menyebutkan, pada pangan olahan dan pangan olahan siap saji wajib memenuhi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak; wajib mencantumkan label gizi termasuk kandungan gula, garam, dan lemak; serta dilarang melakukan iklan, promosi, dan sponsor pada waktu, lokasi, dan kelompok sasaran tertentu.
Kementerian Kesehatan telah memberikan rekomendasi batasan konsumsi gula, garam, dan lemak harian bagi masyarakat. Setidaknya, konsumsi gula harian harus dibatasi maksimal 4 sendok makan atau sekitar 50 gram per hari. Sementara batasan konsumsi garam maksimal 1 sendok teh atau sekitar 2.000 miligram per hari dan batasan lemak maksimal 5 sendok makan atau 67 gram per hari.
Tony mengungkapkan, aturan pembatasan konsumsi gula, garam, dan lemak merupakan langkah yang baik dari pemerintah untuk melindungi masyarakat dari berbagai penyakit, termasuk gagal ginjal. Kebijakan tersebut dinilai dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat jika diterapkan secara efektif dan disertai dengan edukasi yang tepat mengenai bahaya konsumsi gula, garam, dan lemak.
Ia pun berharap agar kebijakan tersebut bisa diterapkan secara konsisten dengan pengawasan yang baik. Pastikan produsen makanan dan minuman benar-benar bisa mengurangi kandungan gula, garam, dan lemak di setiap produk yang dipasarkan.
”Jangan sampai kebijakan ini hanya menjadi kebijakan normatif tanpa pengawasan yang memadai. Edukasi harus menjadi bagian integral dari kebijakan ini,” tutur Tony.