Guru honorer khawatir karena pada Desember 2024 tenaga honorer sudah tidak boleh bekerja di instansi pemerintah.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
Peristiwa cleansing guru honorer di Jakarta diyakini awal menuju puncak masalah pengelolaan sumber daya manusia pendidikan Indonesia. Kebijakan meniadakan tenaga honorer di instansi pemerintahan tanpa diimbangi kecepatan pengangkatan status jadi aparatur sipil negara akan memicu masalah besar akhir tahun nanti.
Saat ini 141 guru honorer di sekolah negeri di Jakarta yang terkena keputusan cleansing sudah kembali mengajar di sekolah. Namun, mereka tetap dibayangi kekhawatiran karena bulan Desember 2024 tenaga honorer sudah tidak diperbolehkan bekerja di pemerintahan.
Mereka sangat membutuhkan afirmasi untuk diutamakan dalam seleksi aparatur sipil negara (ASN) pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Jika belum diangkat menjadi ASN-PPPK, mereka terancam kehilangan pekerjaan.
Aturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Adapun Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) menyebutkan honorer yang belum diangkat tetap menjadi PPPK, tetapi dibagi penuh waktu dan paruh waktu.
"Sekarang guru honorer gelisah, ramai isu cleansing, hampir guru honorer di semua daerah menjadi takut turut terdampak,” kata Mamol Abdul Faqih, Ketua Aliansi Honorer Nasional, Senin (29/7/2024).
Keberpihakan kepada guru harus dibuktikan bukan hanya lewat kata-kata, tetapi juga dari kebijakan yang dihasilkan.
Hidup guru honorer masih sama seperti yang dulu, jauh dari kata sejahtera. Mamol menilai, guru ini tak pantas disebut pekerja paruh waktu dan jadi PPPK saja rasanya tak pantas, tetap layaknya menjadi pegawai negeri sipil.
Harapannya, pemerintah bisa mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada pemenuhan kebutuhan guru agar guru honorer bisa sejahtera ke depan.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatat, sejak tahun 2021 hingga 2023 sudah ada 774.999 guru yang diangkat jadi PPPK. Kemudian akan dibuka sebanyak 419.146 formasi guru dalam seleksi PPPK tahun 2024. Jumlah ini demi mengejar target 1 juta guru menjadi PPPK yang dicanangkan sejak 2020.
Pelaksanaan seleksi
Seleksi pun jadi sorotan para guru honorer negeri karena banyak guru honorer swasta ikut seleksi PPPK. Akibatnya, guru honorer negeri tergeser guru swasta yang P1 (memenuhi ambang batas seleksi guru PPPK 2021) untuk memenuhi formasi guru di sekolah negeri. Akhirnya guru honorer mengajar pelajaran lain yang tak linier bidangnya.
Sejauh ini proses seleksi ini sangat bergantung pada keberpihakan anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kabupaten Lampung Utara, misalnya, tidak pernah membuka formasi PPPK untuk para guru dengan dalih keterbatasan anggaran.
Komitmen pemerintah dibutuhkan agar penataan ASN bisa mencapai target akhir tahun ini dan ke depan tak ada lagi guru-guru menjerit karena soal kesejahteraan.
”Keberpihakan kepada guru harus dibuktikan tak hanya lewat kata-kata, tapi juga dari kebijakan yang dihasilkan,” kata Ketua Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis (APKS) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sumardiansyah.
Pelaksana Tugas Pengurus Besar PGRI Basyarudin Thayib menambahkan, tata kelola guru honorer yang baik merupakan langkah penting dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Dengan memastikan kesejahteraan, pengembangan profesional, kepastian status kepegawaian dan kepastian hukum bagi guru honorer melalui satu pintu diharapkan mereka dapat berkontribusi lebih optimal dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Oleh karena itu, semua pihak, baik pemerintah, sekolah, maupun masyarakat, harus bekerja sama untuk menciptakan sistem tata kelola yang adil dan berkelanjutan bagi guru honorer, mulai dari perekrutan, pembinaan, perlindungan, dan karier guru sebagai bagian dari komitmen politik atau political will.
Dengan demikian, persoalan cleansing guru tidak akan terjadi dan kembali mencederai harkat dan martabat guru sebagai profesi serta perlahan menghilangkan kastanisasi guru.
”Dari sudut mana pun pendidikan itu akan dibenahi mutunya, tetaplah harus berawal dari guru karena ia adalah episentrum untuk keberhasilan pembenahan mutu pendidikan, tanpa mengesampingkan masalah infrastruktur, kurikulum, dan sebagainya,” kata Basyarudin.
Sementara itu, dalam pertemuan antara Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim di KemenPANRB, Jakarta, 15 Juli 2024, disebutkan bahwa arah kebijakan pengadaan ASN tahun 2024 salah satunya fokus pada pemenuhan kebutuhan tenaga guru.
Kementerian PANRB telah menyerahkan izin formasi sebanyak 40.541 calon ASN di lingkungan Kemendikbudristek. Formasi tersebut terdiri dari 15.462 CPNS dan 25.079 PPPK.
Namun, pemerintah menyoroti sebaran ASN yang hanya berada di pulau besar dan perkotaan, khususnya Pulau Jawa. Oleh karena itu, Azwar Anas menjanjikan bagi ASN yang mendedikasikan diri di daerah 3T akan mendapat percepatan karier dan apresiasi lebih.
”Mencermati ini, kita sama-sama cari titik temu sehingga dosen dan guru di seluruh wilayah Tanah Air akan mendapat situasi yang lebih baik. Kariernya lebih bagus dan peningkatan kinerjanya makin optimal,” kata Azwar Anas.