Kecanduan Minuman Berpemanis Picu Gangguan Ginjal, Bagaimana Mencegahnya?
Konsumsi minuman berpemanis terus meningkat. Padahal, hal ini bisa memicu gangguan ginjal dan masalah kesehatan lain.
Apa yang bisa Anda pelajari dari artikel ini?
1. Bagaimana minuman berpemanis menjadi candu?
2. Bagaimana situasi kecanduan minuman berpemanis?
3. Apa dampak konsumsi minuman berpemanis secara berlebihan?
4. Bagaimana mencegah minuman berpemanis secara berlebihan?
5. Apa kebijakan pemerintah mencegah konsumsi minuman berpemanis secara berlebihan?
Bagaimana minuman berpemanis menjadi candu?
Jurnal Minuman Berkalori dan Kontribusinya pada Total Asupan Energi Remaja dan Dewasa oleh Institut Pertanian Bogor tahun 2012 menyebutkan, minuman berpemanis berkontribusi pada asupan energi harian publik. Riset dilakukan terhadap 1.200 subyek berusia remaja dan dewasa di sejumlah kota.
Hasilnya, jenis minuman berkalori yang berkontribusi tertinggi terhadap asupan energi harian adalah susu kemasan pada remaja dan teh tanpa kemasan pada orang dewasa. Masing-masing menyumbang energi sebesar 106 kilokalori dan 177 kilokalori.
Baca juga: Candu Minuman Manis
Bagaimana situasi kecanduan minuman berpemanis?
Kecanduan minuman berpemanis menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan. Kalau kita masuk ke minimarket, ada lebih dari 100 macam minuman berpemanis dan hal ini bisa berisiko menimbulkan obesitas ataupun diabetes pada anak hingga gangguan ginjal.
Konsumsi produk minuman berpemanis di Indonesia amat tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan, anak yang mengonsumsi makanan ataupun minuman manis lebih dari satu kali per hari mencapai 61,86 persen. Jumlah ini meningkat dari tahun 2013 yang tercatat sebesar 52,3 persen.
Baca juga: Kebiasaan Minum Minuman Manis Memicu Risiko Cuci Darah pada Anak
Apa dampak konsumsi minuman berpemanis secara berlebihan?
Kebiasaan mengonsumsi minuman berpemanis telah menjadi bagian gaya hidup modern. Sejauh ini, konsumsi minuman berpemanis berisiko menimbulkan gangguan kesehatan dan banyak dikaitkan dengan meningkatkan risiko obesitas dan penyakit tak menular lain.
Selain itu, kecanduan minuman berpemanis meningkatkan risiko penyakit diabetes, penyakit kardiovaskuler, kanker, serta gangguan ginjal, termasuk pada anak. Konsumsi minuman berpemanis secara berlebihan juga memicu cemas dan perilaku agresif, bahkan bisa memicu kematian dini.
Baca juga: Konsumsi Minuman Kemasan Bergula Tingkatkan Risiko Obesitas
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dan 2018, prevalensi anak berusia 13-15 tahun dengan berat badan lebih telah meningkat dari 8,3 persen menjadi 11,2 persen. Pada kelompok usia 16-18 tahun, angka prevalensi meningkat dari 5,7 persen jadi 9,5 persen.
Bagaimana mencegah konsumsi minuman berpemanis berlebihan?
Untuk mencegah kecanduan minuman berpemanis sejak usia dini, batasi konsumsi gula, garam, dan lemak dalam makanan dan minuman. Pemeriksaan rutin pun perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan anak dan mendeteksi penyakit sejak dini.
Kementerian Kesehatan telah mengatur asupan gula harian yang dianjurkan. Dalam sehari, kita hanya boleh mengonsumsi lima sendok makan gula atau 50 gram. Ini merupakan akumulasi makanan dan minuman mengandung gula yang kita konsumsi dalam sehari.
Baca juga: Jangan Terjerat Manisnya Candu Gula
Selain itu, masyarakat perlu mengecek kandungan produk makanan dan minuman sebelum membelinya. Dengan pelabelan indikator kandungan gula dalam produk makanan dan minuman oleh pemerintah ataupun swasta, hal ini membantu warga menghindari konsumsi produk yang tinggi gula.
Apa kebijakan pemerintah mencegah kecanduan minuman berpemanis?
Tantangan pembatasan konsumsi minuman berpemanis, yakni masifnya promosi produk ini. Selain itu, minuman ”kekinian” yang kian menjamur dan mudah diakses warga meningkatkan konsumsi minuman manis di masyarakat. Ini butuh edukasi kepada warga agar membatasi konsumsi minuman manis.
Untuk menekan konsumsi minuman berpemanis di tingkat populasi, penerapan cukai jadi solusi kebijakan di banyak negara. Kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015 menunjukkan pajak minuman manis efektif mengurangi konsumsi minuman berpemanis.
Hingga kini lebih dari 50 negara, termasuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, telah menerapkan kebijakan ini. Di Indonesia, pembahasan pajak minuman berpemanis mulai dilakukan sejak tahun 2016 oleh Kementerian Keuangan.
Baca juga: Cukai Minuman Berpemanis di Indonesia Bisa Bawa Manfaat Kesehatan dan Ekonomi
Penerapan cukai minuman berpemanis di Indonesia bisa memberi manfaat kesehatan dan ekonomi seagaimana dilaporkan para peneliti Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) di jurnal ilmiah Plos One pada 29 Desember 2023.