Pendidikan dasar menjadi fondasi. Namun, mutu pembelajaran dan kualitas guru masih menjadi kendala yang besar.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemampuan literasi dan numerasi siswa menjadi hal fundamental yang harus dibangun sejak sekolah dasar untuk mewujudkan sosok pembelajar sepanjang hayat. Namun, pembelajaran di jenjang SD menghadapi tantangan terkait mutu yang dipengaruhi kemampuan mengajar para guru.
Untuk pendidikan literasi, khususnya matematika, misalnya, para guru masih berfokus pada pembelajaran prosedural atau pengerjaan soal-soal dengan hasil penghitungan harus benar.
Ketua Yayasan Penggerak Indonesia Cerdas Sururi Azis mengatakan, mutu pendidikan dasar harus serius ditingkatkan. Ada masalah dalam hasil pembelajaran siswa di pendidikan dasar yang terlihat dari hasil program asesmen siswa internasional (PISA) dan kecenderungan pembelajaran matematika dan sains internasional (TIMSS) bagi pelajar SMP yang stagnan, berada di bawah rata-rata dunia selama 20 tahun terakhir.
Ada stagnasi hasil pembelajaran jika dilihat dari hasil tes PISA tahun 2000 dan 2008.
”Kami ingin ikut mengawal mutu pendidikan. Kami ikut mendukung pelatihan guru untuk membenahi pembelajaran literasi dan numerasi yang bermutu dan bermakna. Bukan sekadar asal pelatihan, melainkan didampingi dalam implementasinya. Kami juga menganalisis seberapa efektif pelatihan yang dijalankan untuk mendukung mutu pembelajaran,” kata Sururi, Minggu (28/7/2024).
Sementara itu, Dhitta Puti Sarasvati, salah satu pendiri Pusat Riset Penggerak Indonesia Cerdas, mengatakan, berdasarkan pengamatan, secara umum saat pembelajaran matematika sering tidak ada matematika. ”Maksudnya, ketika para siswa belajar, mereka sibuk menghitung. Tidak ada fokus pada penalaran. Siswa sibuk latihan soal lembar kegiatan siswa atau LKS berlembar-lembar tanpa paham mengapa hasilnya dan rumusnya begitu,” kata Puti yang juga dosen matematika ini.
Padahal, ujar Puti, dengan belajar matematika siswa diajak membangun penalaran hingga memecahkan masalah. Karena itu, pembelajaran seharusnya kontekstual, bukan hanya menggunakan apa yang ada di sekitar siswa, melainkan sesuai tahapan berkembang anak, dari yang konkret ke abstrak.
”Ketika kami uji coba pembelajaran matematika yang efektif bagi siswa SD di madrasah, guru meloncat kesenangan. Para guru bilang ini yang mereka nantikan selama 20 tahun. Guru merasa kegirangan bisa memecahkan masalah. Karena itulah kami yakin perbaikan pendidikan literasi dan numerasi akan membawa peningkatan mutu di pendidikan dasar,” kata Puti.
Direktur Guru SD Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Rachmadi Widdiharto mengakui ada stagnasi hasil pembelajaran jika dilihat dari hasil tes PISA tahun 2000 dan 2008. Bahkan, pada tahun 2020 juga hasilnya masih belum seperti diharapkan. ”Ikhtiar pemerintah dengan kebijakan episode Merdeka Belajar menggandeng organisasi penggerak nonpemerintah untuk sama-sama berkolaborasi memperbaiki mengakselerasi pendidikan literasi dan numerasi. Secara bertahap mulai ada sedikit perbaikan untuk capaian skor literasi dan numerasi di Asesmen Nasional. Harapannya bisa berkontribusi pada perbaikan hasil PISA,” katanya.
Menurut Rachmadi, pemerintah terus mengupayakan peningkatan mutu guru dalam pembelajaran. Para guru harus punya kesadaran diri untuk terus belajar, salah satunya lewat Platform Merdeka Mengajar.
Evaluasi pelatihan guru
Dosen Universitas Sampoerna Jakarta, Arkhadi Pustaka, mengatakan, rendahnya mutu pembelajaran matematika di sekolah juga dipengaruhi kemampuan guru. Berdasarkan pengamatan terhadap pelatihan guru matematika pada Google Scholars tahun 2002–2023, proporsi pelatihan media begitu menonjol di jenjang SD mencapai 53 persen. Pelatihan tersebut mayoritas tentang memanfaatkan media digital untuk materi pembelajaran, termasuk lebih berat pada asesmen, bahkan persiapan olimpiade matematika.
”Menurut saya, dalam pelatihan jangan berat ke teknologinya. Kebaruan dari teknologi pembelajaran bukan jawaban memperbaiki kualitas pendidikan. Justru metode perlu lebih banyak proporsinya, bukan medianya,” kata Arkhadi.
Peneliti di Yayasan Pengincer Regina Nurashari mengatakan, pengaruh paling besar mutu pendidikan matematika ada pada guru karena memengaruhi kinerja siswa.
Berdasarkan kajian pengetahuan konten pedagogis matematika (PKPM) yang dilakukan Pusat Riset Penggerak Indonesia Cerdas, materi PKPM untuk guru SD disesuaikan dengan kebutuhan guru dan bisa diterapkan langsung di dalam kelas. Pelatihan dilakukan secara tatap muka dalam beberapa hari, tidak bisa sepenuhnya daring. Selain itu, ada cukup waktu untuk praktik dan berbagi dengan guru lainnya.
Puti berharap peningkatan mutu pembelajaran di SD tidak hanya dilakukan dengan pelatihan berkualitas bagi guru. ”Lembaga pendidikan tenaga kependidikan atau LPTK yang mendidik calon guru sebaiknya memasukkan pengajaran tentang pengetahuan konten pedagogis tiap mata pelajaran, khususnya matematika, dalam bahan kuliahnya sehingga ke depan para calon guru siap mengajar,” kata Puti.