Masih Bermanfaatkah Pemberian Vaksin Polio?
Pemberian vaksin polio merupakan cara efektif mencegah anak menjadi lumpuh layu akibat penyakit polio.
Apa yang dapat Anda pelajari dari artikel ini?
1. Masih perlukah orangtua membawa anak balitanya divaksin polio?
2. Apa risikonya jika anak tidak diimunisasi polio?
3. Bukankah Indonesia sudah berstatus bebas polio?
4. Lalu, mengapa PIN Polio masih diadakan?
5. Mengapa kasus polio masih bermunculan di Indonesia?
Masih perlukah orangtua membawa anak balitanya divaksin polio?
Pada 23 Juli 2024, pemerintah memulai pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio tahap 2 yang dilakukan di 27 provinsi. Ini merupakan kelanjutan PIN Polio tahap 1 yang dilaksanakan di enam provinsi di Papua pada 27 Mei 2024.
Sasaran keseluruhan PIN Polio di 33 provinsi tersebut ialah 17,2 juta anak usia 0-7 tahun tanpa memandang status imunisasi sebelumnya.
Sejumlah provinsi tidak turut melakukan PIN Polio karena sebelumnya sudah menggelar kegiatan yang sama setelah ada laporan kasus polio. Beberapa provinsi itu meliputi Sumatera Utara, Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Simak juga: Pekan Imunisasi Nasional Polio 2024 Digelar Serentak di 27 Provinsi
PIN Polio dilaksanakan untuk mencegah meluasnya penularan penyakit polio pada anak. Untuk itu, orangtua diharapkan membawa anaknya untuk mendapat imunisasi polio di fasilitas kesehatan terdekat.
Presiden Joko Widodo meminta agar imunisasi polio diberikan secara merata, terutama di daerah-daerah dengan cakupan imunisasi polio yang masih rendah.
Baca juga: Presiden Jokowi Minta Gencarkan secara Merata Imunisasi Polio
Apa risikonya jika anak tidak diimunisasi polio?
Penularan virus polio bisa berakibat fatal pada individu dan kelompok yang belum terlindungi dengan imunisasi polio dosis lengkap. Risiko penularan kian tinggi pada masyarakat yang tinggal di lingkungan buruk.
Virus polio dapat menyerang sistem saraf yang kemudian bisa memicu lumpuh layu secara permanen. Virus ini biasanya masuk melalui mulut, lalu dapat memperbanyak diri di dalam usus.
Baca juga: Kembali Menghadapi Polio
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, satu dari 200 infeksi polio menyebabkan kelumpuhan permanen dan 5-10 persen di antaranya meninggal saat otot pernapasan mereka tak bisa bergerak.
Gejala awal pada pasien biasanya berupa demam, sakit kepala, muntah, kelelahan, kaku pada leher, dan nyeri tungkai. Virus ini umumnya menyerang anak-anak berusia di bawah lima tahun. Pemberian vaksin merupakan upaya pencegahan penularan penyakit polio yang aman dan berkhasiat.
Baca juga: Menanti Dunia Bebas Polio
Bukankah Indonesia sudah berstatus bebas polio?
Indonesia sebagai negara tidak mendapatkan sertifikat bebas polio dari WHO. Meski demikian, kawasan Asia Tenggara, di mana Indonesia berada di dalamnya, telah dinyatakan bebas polio pada April 2014 oleh WHO.
Sertifikat bebas polio diberikan pada suatu kawasan jika negara yang tercakup di dalamnya bebas dari penularan virus polio liar tiga tahun berturut-turut. Sebelum Asia Tenggara, kawasan yang telah mendapat sertifikat bebas polio adalah Amerika (1994), Pasifik Barat (2000), dan Eropa (2002).
Baca juga: Menghapus Polio
Terdapat tiga jenis virus polio liar, tipe 1, 2, dan 3. Virus polio liar tipe 2 telah dieradikasi pada 1999 dan tipe 3 telah dieradikasi pada 2020. Berdasarkan data WHO, per 2022, virus polio liar tipe 1 masih bersirkulasi di Pakistan dan Afghanistan.
Lalu mengapa PIN Polio masih diadakan?
Meski Asia Tenggara telah dinyatakan bebas polio pada 2014, kasus polio ternyata masih banyak bermunculan di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 29 Februari 2024, sebanyak 32 provinsi atau 84 persen provinsi dan 399 kota atau kabupaten atau 78 persen kabupaten atau kota di Indonesia masuk dalam kategori berisiko tinggi polio. Itu sebabnya, pemerintah masih mengadakan PIN Polio.
Baca juga: Mayoritas Wilayah Indonesia Berisiko Tinggi Polio, Tiga Kasus Polio Dilaporkan
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah daerah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) polio. Sepanjang 2024, misalnya, KLB polio dilaporkan terjadi di Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Kabupaten Asmat, Papua Selatan, dan Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Baca juga: Tiga Kasus Polio Baru Ditemukan di Papua
Pada akhir 2023, KLB polio juga terjadi di Sampang dan Pamekasan (Jawa Timur) dan Kabupaten Klaten (Jawa Tengah). Virus polio juga ditemukan pada sampel yang diambil di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Kasus polio pun terjadi di Kabupaten Mimika, Papua Tengah.
Baca juga: KLB Polio di Jatim, Imunisasi Serentak Dilakukan
Sebelumnya, sepanjang 2022, kasus polio muncul di Kabupaten Pidie, Aceh. Kemudian pada awal 2023, kasus polio kembali terjadi di Kabupaten Aceh Utara dan Bireuen, Aceh, serta Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Baca juga: Kasus Polio di Aceh dan Purwakarta Menjadi Alarm Tanda Bahaya
Mengapa kasus polio masih bermunculan di Indonesia?
Pada Januari 2024, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kasus polio masih terjadi akibat cakupan imunisasi dasar lengkap yang rendah di masa pandemi Covid-19. Selain cakupan imunisasi yang rendah, kasus polio muncul karena kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat penduduk di tempat kejadian.
Baca juga: Polio Muncul akibat Cakupan Vaksinasi Terganggu di Masa Pandemi
Pada 2020, cakupan imunisasi menggunakan vaksin polio tetes (OPV) sebesar 86,8 persen, menurun menjadi 80,2 persen pada 2021. Sementara cakupan imunisasi polio menggunakan vaksin polio suntik (IPV) hanya 37,3 persen pada 2020. Cakupan tersebut meningkat pada 2021 menjadi 66,2 persen. Meski begitu, kekebalan komunitas baru bisa terbentuk apabila cakupan imunisasi bisa lebih dari 90 persen.