logo Kompas.id
HumanioraMemompa Denyut Budaya Desa...
Iklan

Memompa Denyut Budaya Desa Penyangga Muarajambi

Revitalisasi KCBN Muarajambi tak hanya memugar candi, tetapi juga menguji konsistensi pemberdayaan warga di sekitarnya.

Oleh
TATANG MULYANA SINAGA, SEKAR GANDHAWANGI
· 5 menit baca
Dalam foto udara tampak kanal kuno yang berada di sekitar kompleks Candi Kedaton, Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Muaro Jambi, Jambi, Selasa (9/7/2024).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Dalam foto udara tampak kanal kuno yang berada di sekitar kompleks Candi Kedaton, Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Muaro Jambi, Jambi, Selasa (9/7/2024).

Geliat revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional atau KCBN Muarajambi menjalar ke desa-desa penyangga. Potensi desa yang lama diabaikan digali kembali. Denyut budaya dipompa agar mengalirkan kesejahteraan bagi warga desa yang tergugah melestarikan tradisi.

Lima bulan lalu, Kepala Desa Kemingking Dalam, Adi Hendra, berkunjung ke Vietnam. Perjalanan selama sepekan itu lebih dari sekadar jalan-jalan. Ide-ide segar muncul di kepalanya saat mendatangi tempat wisata berbasis budaya di sana, seperti kota kuno Hoi An dan kawasan percandian My Son.

Tidak ada gedung pencakar langit di sana. Rumah-rumah tua berjejer di pinggir jalan. Situs candi dipertahankan keasliannya. Budaya lokal menjadi suguhan utama bagi wisatawan.

Perahu-perahu tradisional mengangkut pelancong menyusuri sungai. Penjualan beragam produk kerajinan menggerakkan roda perekonomian desa. Kebersihan lingkungan dan keramahan warga membuat pengunjung semakin betah.

Anak-anak menaiki sampan di Sungai Kemingking di Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (11/7/2024). Kemingking Dalam merupakan satu dari delapan desa penyangga Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Anak-anak menaiki sampan di Sungai Kemingking di Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (11/7/2024). Kemingking Dalam merupakan satu dari delapan desa penyangga Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi.

Sekilas, lanskap alam Hoi An dan My Son mirip dengan Desa Kemingking Dalam, satu dari delapan desa penyangga KCBN Muarajambi. Tujuh desa lainnya adalah Desa Baru, Dusun Mudo, Muaro Jambi, Danau Lamo, Kemingking Luar, Tebat Patah, dan Teluk Jambu yang terletak di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

Desa-desa itu berada di tepi Sungai Batanghari. Kekayaan situs cagar budaya menjadi daya tarik tersendiri bagi desa penyangga.

KCBN Muarajambi seluas 3.981 hektar memiliki 115 situs percandian dan menjadi situs Buddha terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan hasil penanggalan karbon dari temuan terbaru, peradaban di sana diperkirakan berdiri pada abad ke-6 dan setidaknya bertahan hingga abad ke-13.

Baca juga: Yang Hilang dan Kembali di Muarajambi

Adi memandang kemiripan kawasan itu sebagai peluang bagi desanya untuk berkembang. Bukan sebatas mendongkrak sektor wisata, tetapi juga menggali kembali kekayaan budaya lokal yang nyaris punah.

”Kami belajar banyak dari kunjungan ke Vietnam. Budaya menjadi andalan wisata di sana. Konsep ini sangat mungkin diterapkan oleh desa-desa penyangga Muarajambi,” ujarnya, Kamis (11/7/2024).

Tampak samping rumah milik Siti Aisyah (90) atau akrab disapa Nyai Gadis di Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (11/7/2024). Rumah panggung yang menggunakan kayu tembesu tersebut merupakan salah satu rumah tua yang masih dijumpai di Desa Kemingking Dalam.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Tampak samping rumah milik Siti Aisyah (90) atau akrab disapa Nyai Gadis di Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (11/7/2024). Rumah panggung yang menggunakan kayu tembesu tersebut merupakan salah satu rumah tua yang masih dijumpai di Desa Kemingking Dalam.

Wisata air menyusuri Sungai Batanghari menjadi salah satu rencana yang akan digarap. Setelah itu, pengunjung dapat menikmati makanan tradisional buatan warga setempat.

Ketersediaan bahan-bahan makanan tradisional segera dipetakan. Beberapa bahan, seperti sepang atau secang, pucuk pakis, dan rebung bambu mayan mulai sulit didapat. Padahal, dulu, tanaman-tanaman ini banyak tumbuh di pinggir sungai dan kebun warga.

Kayu sepang dimanfaatkan warga di sana secara turun-temurun sebagai bahan minuman tradisional. Kayu yang sudah dikeringkan direbus dengan air. Air rebusan itu kemudian diminum. Khasiatnya beragam, salah satunya meredakan panas dalam.

Adapun rebung bambu mayan diolah menjadi sayur. Rebung bambu jenis ini mempunyai daging tebal dan rasa lebih gurih. Sayur pucuk pakis juga menjadi hidangan khas warga desa.

Adi Hendra, Kepala Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, menunjukan pohon bambu mayan di salah satu kebun, Kamis (11/7/2024).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Adi Hendra, Kepala Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, menunjukan pohon bambu mayan di salah satu kebun, Kamis (11/7/2024).

Alih fungsi lahan

Alih fungsi lahan menjadi penyebab utama kelangkaan tanaman tersebut. Banyak kebun warga telah berganti menjadi kebun sawit. Ada juga lahan yang dijual ke perusahaan dan dijadikan sebagai stockpile atau tempat penyimpanan Batubara.

”Menurut rencana, tanaman-tanaman itu akan kembali dibudidayakan untuk melestarikan makanan tradisional. Hal ini juga dibahas dalam musyawarah desa. Kami tidak ingin pariwisatanya berjalan, tapi budayanya tenggelam,” jelasnya.

Adi menyadari, tidak mudah menjalankan rencana itu. Apalagi, menanam sepang, bambu mayan, dan pakis tidak menjamin memberikan manfaat secara instan. Oleh karena itu, dalam beberapa pertemuan dengan warga, ia menjelaskan tentang manfaat jangka panjang dalam melestarikan tanaman tersebut.

”Mungkin dampaknya belum tentu dirasakan oleh generasi sekarang, tetapi oleh generasi anak cucu kami. Jadi, tantangan terbesarnya adalah tetap konsisten untuk mengangkat kembali kekayaan budaya lokal,” katanya.

Iklan

Alih fungsi lahan menjadi penyebab utama kelangkaan tanaman tersebut. Banyak kebun warga telah berganti menjadi kebun sawit. Ada juga lahan yang dijual ke perusahaan dan dijadikan sebagai stockpile atau tempat penyimpanan Batubara.

Saat berkunjung ke Vietnam, Kepala Desa Danau Lamo, Ismail Ahmad, mencoba naik perahu di Hoi An. Ia juga sempat mencicipi makanan lokal. Titik-titik yang ia kunjungi tertata rapi dan meriah dengan lampu warna-warni. Hal ini menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.

Lokasi yang didatangi punya kemiripan dengan bentang alam di Desa Danau Lamo. ”Agak mirip. Di sana ada candi, sungai, dan alamnya ada kesamaan dengan kita,” tuturnya.

Baca juga: Pemugaran Muarajambi Rampung September, Banyak Temuan Baru Terungkap

Desa Danau Lamo dilintasi oleh Sungai Berembang yang merupakan anak Sungai Batanghari. Kondisi Sungai Berembang masih asri. Warga desa kerap memancing dan berenang di desa ini.

Aliran Sungai Berembang juga terhubung dengan candi-candi di KCBN Muarajambi, seperti Candi Kedaton dan Candi Kotomahligai. Hingga kini, revitalisasi Muarajambi masih berlangsung. Masyarakat dilibatkan dan dikembangkan agar kelak tak hanya jadi ”penonton” di rumah sendiri.

Foto aerial Sungai Berembang yang bermuara ke Sungai Batanghari di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Rabu (10/7/2024). Desa Danau Lamo termasuk satu dari delapan desa penyangga di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Foto aerial Sungai Berembang yang bermuara ke Sungai Batanghari di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Rabu (10/7/2024). Desa Danau Lamo termasuk satu dari delapan desa penyangga di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi.

Menurut Ismail, desanya dapat dikembangkan agar nanti bisa terlibat dalam perkembangan KCBN Muarajambi. Untuk menarik wisatawan kelak, desanya perlu pendampingan dalam penataan sungai dan pembangunan kawasan.

”Yang jelas kita usahakan. Kalau bahasa orang Vietnam, ‘Kalau mau banyak kupu-kupu datang, kita harus banyak tanam bunga,’” ucapnya.

Perjalanan ke Vietnam juga masih menyisakan berbagai pertanyaan di benak Kepala Desa Dusun Mudo, Hepni. Ia takjub karena pengunjung di kawasan Hoi An dan My Son bisa mencapai lebih dari 2.000 orang per hari.

”Padahal, sungai di sini lebih besar dan candi-candi di Muarajambi juga lebih bagus. Namun, mengapa mereka bisa berhasil (mengembangkan desa), sementara kita belum?” ujarnya.

Warga menjemur ikan asin di halaman rumah di Desa Dusun Mudo, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Rabu (10/7/2024).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Warga menjemur ikan asin di halaman rumah di Desa Dusun Mudo, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Rabu (10/7/2024).

Pertanyaan itu seketika membuat Hepni mengingat Danau Olak yang ada di desanya. Selama ini, pemanfaatan danau seluas 20 hektar tersebut kurang optimal. Di sekitarnya juga masih tersedia lahan 20 hektar yang diajukan untuk cetak sawah dan ditanami berbagai jenis pohon.

Bantu perekonomian warga

Salah satu pohon yang akan ditanam adalah bungur. Kayu bungur dapat dipakai sebagai bahan membuat perahu. Hal ini diharapkan mendukung pelestarian tradisi pembuatan perahu tradisional di Desa Dusun Mudo.

”Jadi, saat wisata air (sungai) berkembang, perahu-perahu yang digunakan dipesan dari desa kami. Dengan begitu, tradisi membuat perahu tetap berjalan dan perekonomian warga terbantu,” ucapnya.

https://cdn-assetd.kompas.id/8FU-BfgYEC6go9AUf78KLOy4nWk=/1024x1219/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F06%2F28%2F6e97f3eb-d1d5-4c73-9036-b86ad1b8e6f2_png.png

Pengembangan wisata air juga dibidik oleh Kepala Desa Teluk Jambu, Rozali. Selain memanfaatkan Sungai Batanghari yang bersebelahan dengan desa, ia menimbang potensi danau buatan seluas empat hektar yang ada di desa.

Potensi wisata sejarah tidak luput dari perhatian. Menurut Ketua Lembaga Adat Melayu Desa Teluk Jambu, Marsaman, di desanya ada makam tua yang disebut Makam Rajo. Ini adalah makam Raden Ahmat, salah satu penduduk tetap pertama di desa.

Makam itu telah ada sejak tahun 1912 dan menjadi salah satu penanda sejarah desa, berikut kisah dan mitos seputar desa. Namun, sejarah ini tak lagi dikisahkan secara detail ke generasi muda.

”Padahal, kalau digali, sejarah ini luas sekali. Maka kami mengangkat sejarah, lalu diceritakan lagi ke keturunan kami agar jangan sampai hilang,” ucap Marsaman.

Baca juga: Menebalkan Jejak Tradisi Bahari di Muarajambi

Rozali Datuk Desa / Kepala Desa Teluk Jambu, Kabupaten Muaro Jambi.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Rozali Datuk Desa / Kepala Desa Teluk Jambu, Kabupaten Muaro Jambi.

Selain itu, Desa Teluk Jambu pun berpotensi mengembangkan kuliner tradisional, seperti rebusan air aren. Ada pula teh yang dibuat dari rebusan daun kopi.

Kunjungan delapan kepala desa penyangga KCBN Muarajambi ke Vietnam difasilitasi oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V Jambi. Setiap kepala desa didampingi oleh satu pemuda atau pegiat budaya dari desa masing-masing.

Kepala BPK Wilayah V Jambi Agus Widiatmoko menuturkan, kunjungan itu memberikan transfer pengetahuan kepada para kepala desa mengenai pengelolaan desa berbasis budaya. ”Kami sedang mendampingi ke arah sana. Jadi, jika ingin mengembangkan wisata, bukan sebatas ramai (pengunjung). Namun, terlebih dahulu melestarikan tradisi agar masyarakat tidak tercerabut dari budayanya,” ujarnya.

Editor:
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000