Ratusan Guru Honorer di Jakarta Mendadak Dipecat Serentak
Ratusan guru honorer di sekolah negeri Jakarta mendadak dipecat tanpa pemberitahuan awal. Ini imbas dari temuan BPK.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ratusan guru honorer di sekolah negeri di Jakarta tiba-tiba diberhentikan secara sepihak oleh dinas pendidikan. Mereka terdampak kebijakan pembersihan atau cleansing guru honorer sebagai tindak lanjut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
Fajar, salah seorang guru honorer di SMP negeri di kawasan Jakarta Utara, mengungkapkan, pada Jumat (5/7/2024) tiba-tiba ia mendapatkan pesan dari pengurus sekolah yang berisi tautan Google Spreadsheetyang di dalamnya terdapat nama 173 guru honorer se-Jakarta Utara yang di-cleansing. Guru Bahasa Indonesia ini bahkan tidak diperbolehkan lagi mengajar saat itu juga oleh kepala sekolah.
”Tidak ada info jauh-jauh hari untuk mewanti-wanti saya untuk bersiap mencari-cari pindah sekolah, tetapi langsung di-cut tanpa adanya pemberitahuan,” kata Fajar di Jakarta, Selasa (16/7/2024).
Ini menjadi pukulan berat bagi Fajar karena dia tidak bisa lagi mencari lowongan kerja guru honorer di sekolah swasta yang sudah memulai tahun ajaran baru. Nasibnya pun kini terkatung-katung tanpa adanya pekerjaan.
Hal yang sama juga dialami Andi, guru honorer SMA negeri di Jakarta Barat. Namanya juga termasuk dalam daftar nama guru honorer yang terkena cleansing. Sekarang Andi masih bisa mengajar, tetapi tanpa dibayar, imbas kebijakan mendadak ini.
”Kami dirugikan karena tidak bisa mengikuti perekrutan di sekolah swasta lain yang sudah tutup pendaftaran. Saya bingung sekarang,” ucap Andi.
Andi menduga hal ini terjadi pada semua guru honorer yang mengajar di sekolah negeri di Jakarta. Mereka tengah menjaring solidaritas dengan membuka posko pengaduan sebelum mendesak penjelasan dari dinas pendidikan.
Artinya, guru honorer memang tidak mendapatkan kesempatan mengikuti seleksi PPPK, padahal sekolah membutuhkan tenaga kami.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Jakarta Budi Awaludin mengakui pihaknya melakukan hal ini berdasarkan tindak lanjut hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa proses rekrutmen guru honorer oleh sekolah-sekolah negeri di Jakarta tidak sesuai ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 63 Tahun 2022.
Diangkat kepala sekolah
Pasal 40 Permendikbudristek tersebut menegaskan, guru yang dapat diberikan honor harus memenuhi persyaratan; berstatus bukan ASN, tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan belum mendapat tunjangan profesi guru.
Budi mengungkapkan, jumlah honorer di lingkungan Dinas Pendidikan Jakarta sekarang jumlahnya mencapai 4.000 orang, terakumulasi sejak tahun 2016. Berdasarkan Persesjen Kemdikbud No. 1 Tahun 2018 (pasal 5), persyaratan NUPTK untuk guru honor adalah diangkat oleh kepala dinas. Sementara, rekrutmen guru honor selama ini diangkat oleh kepala sekolah atas alasan kebutuhan pendidikan tanpa melalui proses rekomendasi berjenjang ke tingkat dinas.
"Dari seluruh honorer yang ada saat ini dan tidak ada satu pun guru honor yang diangkat kepala dinas sehingga NUPTK-nya tidak dapat diproses, sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ungkap Budi.
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan BPK untuk berdialog mencari solusi yang lebih bijak karena keputusan mendadak ini berdampak besar bagi kehidupan para guru honorer.
"Prinsipnya, tidak boleh ada kebijakan yang merugikan di sektor pendidikan. Apalagi ini konteksnya pemutusan kerja bagi guru honorer yang dilakukan mendadak," katanya.
Kepala Bidang Advokasi Guru dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri menilai, praktik kebijakan cleansing guru honorer tidak sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
”Kalau dipecat, mereka seharusnya bisa mencari sekolah baru. Tetapi, ini sudah mulai tahun ajaran baru. Maka, ini sangat kurang manusiawi sekali. Dinas Pendidikan DKI Jakarta harus memberikan penjelasan cleansing itu maksudnya seperti apa,” kata Iman.
Iman menambahkan, jika kebijakan cleansing ini dampak dari penataan kebijakan aparatur sipil negara sebagaimana amanat UU No 20/2023 tentang Aparatur Sipil Negara, maka bertentangan dengan asas UU tersebut. Sebab, penyelenggaraan kebijakan ASN harus berdasarkan pada asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, pendelegasian, netralitas, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, dan keterbukaan.
Ketua P2G Garut Rida Rodiana mengungkapkan, fenomena penghapusan para guru honorer ini terjadi di banyak daerah, mulai dari dikurangi jam mengajarnya hingga yang terparah terjadi di Jakarta dengan kebijakan cleansing ini. Di Jawa Barat, ada 466 kasus guru honorer yang tergeser dengan kehadiran guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Dia mencontohkan, jumlah guru PPPK di Jawa Barat 1.529 orang, jumlah guru non-ASN 8.974 orang. Namun, kuota seleksi PPPK yang dibuka pada 2024 hanya 1.529 orang. Sementara angka kebutuhan guru di Jawa Barat sebesar 11.583 orang.
”Artinya, guru honorer memang tidak mendapatkan kesempatan mengikuti seleksi PPPK, padahal sekolah membutuhkan tenaga kami,” kata Rida yang juga guru honorer.
Kondisi ini tak hanya terjadi di Pulau Jawa. Kabupaten Lampung Utara, Lampung, juga tidak pernah membuka formasi guru PPPK dalam seleksi calon ASN dalam empat tahun terakhir. Padahal, UU No 20/2023 tentang ASN telah mengamanatkan tidak boleh ada lagi pegawai honorer dan non-ASN lainnya pada 2025 di pemerintahan. Artinya, penataan para pegawai honorer harus selesai paling lambat Desember 2024.
”Kami mau mengikuti seleksi, tetapi apa daya pemerintah kami tidak membuka formasinya. Murid saya ada yang sudah jadi tentara, tetapi saya tetap honorer,” kata Hera Yunita Sari, guru honorer di Lampung Utara.