Sertifikasi Guru Terkatung-katung, Sistem Baru Siap Diuji Coba
Lebih dari satu juta guru menanti terobosan sertifikasi guru dengan sistem baru. Pemerintah diminta serius menuntaskan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Percepatan mendapat sertifikasi guru ditawarkan pemerintah dengan sistem baru, yakni belajar mandiri di Platform Merdeka Mengajar dan mengikuti uji kompetensi. Hal ini dilakukan agar 1,2 juta guru yang memenuhi syarat mendapat sertifikasi pendidik tidak mengantre bertahun-tahun seperti yang terjadi dengan sistem lama.
Sesuai Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005, sertifikasi guru seharusnya tuntas paling lama tahun 2015. Namun, hingga kini sekitar 1,6 juta guru belum memiliki sertifikasi pendidik. Dari jumlah ini, sekitar 1,2 juta guru memenuhi syarat ikut sertifikasi dan 200.000 guru tak memenuhi syarat karena belum berpendidikan D-4/S-1, dan sekitar 200.000 guru di bawah Kementerian Agama.
Desakan para guru agar pemerintah serius menuntaskan sertifikasi guru menguat. Penuntasan sertifikasi guru ini bisa dilakukan dengan memaksimalkan pendidikan profesi guru (PPG) dalam jabatan, bukan hanya terkait dengan legalitas sebagai pendidik profesional.
Para guru sangat berharap mendapatkan peningkatan kesejahteraan karena pemerintah berkewajiban memberikan tunjangan profesi guru sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang memenuhi syarat, yakni memiliki sertifikat pendidik dan mengajar minimal 24 jam pelajaran per minggu.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru Satriwan Salim, di Jakarta, Minggu (14/7/2024), mengapresiasi niat baik pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengakselerasi proses sertifikasi guru.
Peraturan Mendikbudristek Nomor 19 Tahun 2024 Tentang Pendidikan Profesi Guru yang baru terbit memberikan terobosan untuk bisa mempercepat proses PPG tanpa membebani guru. Sebab, belum tuntasnya sertifikasi guru sesuai amanat UU Guru dan Dosen dinilai akibat kelalaian pemerintah yang tidak dapat mencapai target sesuai yang diperintahkan UU.
”Kami mendesak pemerintah menuntaskan sertifikasi guru dengan PPG dalam jabatan yang berpihak pada guru. Kami menyesalkan Kemendikbudristek di bawah pimpinan Menteri Dikbudristek Nadiem Anwar Makarim memprioritaskan program guru penggerak dengan anggaran lebih besar, padahal acuannya sebatas permendikbudristek, sedangkan sertifikasi guru jadi perintah UU,” papar Satriwan.
Menurut Satriwan, penuntasan sertifikasi guru harus diprioritaskan terlebih dulu bagi guru yang diangkat sebelum tahun 2015. Kemudian, berikan kemudahan bagi guru honorer di sekolah negeri ataupun swasta untuk mendapatkan nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK) sebagai syarat ikut PPG dalam jabatan.
”Karena PPG dalam jabatan secara mandiri memakai PMM (Platform Merdeka Mengajar), harus dipastikan guru yang terbatas sarana dan prasarana ataupun yang terkendala jaringan internet, bahkan listrik, tetap mendapatkan kesempatan yang setara untuk diprioritaskan pada PPG dalam jabatan,” tutur Satriwan.
Desakan untuk memprioritaskan PPG dalam jabatan terus disuarakan guru. Salah seorang guru, Fitri, mengatakan, sejak tahun 2005 dirinya belum terpanggil ikut PPG dalam jabatan. Pemerintah dinilai menganaktirikan PPG dalam jabatan karena lebih memprioritaskan PPG bagi calon guru. Tidak adanya sertifikat pendidik membuat pengajuan syarat kenaikan pangkat bagi guru PNS terkendala.
Ada juga keluhan guru yang memiliki sertifikat pendidik, tetapi tidak mendapatkan tunjangan. Sebab, dia tidak dapat memenuh syarat minimal 24 jam pelajaran per minggu karena mengajar di daerah 3T atau tertinggal, terdepan, dan terluar, yang jumlah siswanya sedikit.
Guru lainnya, Ahmad Lubis, juga tidak bisa mendapat tunjangan sertifikasi guru lantaran di sekolahnya ada guru PNS dengan mata pelajaran sama. Dirinya sebagai guru PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) mendapatkan jam mengajar di bawah 24 jam, sedangkan untuk mencari tambahan jam mengajar di sekolah lain tidak mudah.
Sistem baru
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani mengatakan, sistem PPG dalam jabatan atau nama baru PPG tertentu dilakukan dengan sistem berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Untuk itu, Kemendikbudristek akan menguji coba lebih dulu dengan kuota 60.000 guru, prioritasnya yakni guru senior atau yang berusia di atas 50 tahun.
Para guru yang ikut uji coba akan melaksanakan pembelajaran mandiri lewat PMM dengan modul. Kemudian para guru akan ikut uji kompetensi oleh lembaga pendidik dan tenaga kependidikan (LPTK) yang ditetapkan pemerintah dan setelah lulus mendapat sertifikasi pendidik. Pemerintah akan membayarkan tunjangan profesi guru di tahun berikutnya jika memenuhi syarat 24 jam mengajar per minggu.
Mengacu pada Permendikburistek No 19/2024 tentang PPG, ada dua PPG, yakni untuk calon guru (lulusan sarjana pendidikan dan nonkependidikan yang belum menjadi guru) dan guru tertentu (guru yang sudah mengajar di satuan pendidikan). Pembelajaran PPG minimal 36 satuan kredit semester dengan masa tempuh kurikulum dua semester yang dilakukan secara luring, daring, ataupun bauran.
”Kami adakan piloting untuk memastikan sistem PPG tertentu atau dalam jabatan yang baru siap sehingga guru tidak terkendala. Karena itu, pemilihan sampel memperhitungkan keterwakilan guru dari 38 provinsi dengan variasi kondisi internet dan faktor lainnya,” kata Nunuk.
Menurut Nunuk, jika dari uji coba berjalan dengan baik, PPG dalam jabatan dengan sistem baru akan diteruskan. ”Dengan demikian, akselerasi PPG dalam jabatan dapat dilakukan serentak bagi semua guru yang memenuhi syarat untuk disertifikasi,” kata Nunuk menjelaskan.