Pemerintah Wajib Lindungi Warga dari Produk Tinggi Gula, Garam, dan Lemak
Pemerintah bisa melindungi masyarakat dari makanan tinggi gula, garam, dan lemak dengan regulasi.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Makanan dan minuman yang beredar di masyarakat saat ini banyak mengandung kadar gula, garam dan lemak tinggi sehingga dapat mengganggu kesehatan dan membebani ekonomi. Pemerintah berkewajiban memastikan makanan dan minuman yang dijual memenuhi standar kesehatan.
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama, di Jakarta, Kamis (11/7/2024), mengatakan, untuk melindungi warga dari makanan tinggi kadar gula, garam, dan lemak, setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan.
Pertama, reformulasi, yang artinya mengatur ulang formula dari makanan-makanan kemasan yang dijual ke masyarakat. ”Pengaturan ulang ini bertujuan menyediakan makanan dan minuman lebih sehat, dengan formula kadar gula, garam, dan lemaknya sesuai prinsip dasar kesehatan,” katanya.
Pemerintah Indonesia turut menandatangani ASEAN Leaders’ Declaration on the Reformulation and Production of Healthier Food and Beverage Options pada 2021. Deklarasi ini menyebutkan negara-negara ASEAN memberi prioritas pada reformulasi serta produksi makanan dan minuman lebih sehat.
”Hal ini merupakan strategi penting yang perlu diterapkan demi mencapai potensi kesehatan maksimal masyarakat ASEAN dengan mempromosikan gaya hidup sehat serta menjamin kesehatan bagi semua kelompok umur, khususnya dengan mengonsumsi makanan dan minuman bergizi seimbang,” tuturnya.
Langkah kedua yang bisa dilakukan untuk melindungi konsumsi masyarakat yakni pencantuman label di kemasan yang menjelaskan berapa kadar gula, garam, dan lemak di dalamnya. ”Label ini harus cukup besar dan mudah terbaca konsumen,” ucapnya.
Pengaturan ulang ini bertujuan menyediakan makanan dan minuman lebih sehat, dengan formula kadar gula, garam, dan lemaknya sesuai prinsip dasar kesehatan.
Untuk itu, perlu standar minimum dan petunjuk dalam mendesain label yang disebut front-of-pack (FoP) label system. Hal ini mengikuti paduan internasional, seperti ”WHO Guiding principles and framework manual for front-of-pack labelling for promoting healthy diet” yang dikeluarkan pada 2019 lalu.
”Hal itu bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih baik bagi konsumen untuk memilih produk makanan dan minuman yang lebih sehat,” kata Tjandra menambahkan.
Langkah ketiga yang harus ditempuh pemerintah adalah segera menerapkan cukai bagi produk makanan dan minuman tertentu, khususnya yang kadar gula, garam, dan lemaknya dapat berpotensi mengganggu kesehatan.
Negara-negara ASEAN sepakat berbagi pengalaman baik dan inovatif tentang anggaran kesehatan dan pemanfaatan cukai untuk promosi gaya hidup sehat dan program pengendalian penyakit tidak menular. ”Negara-negara ASEAN setuju membentuk kebijakan fiskal makanan dan minuman tak sehat,” ujarnya.
Menurut Tjandra, pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin agar produk makanan dan minuman yang dijual memang menyehatkan masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan sejumlah kebijakan dan regulasi.
Banyak bukti menunjukkan konsumsi minuman manis sebagai sumber utama gula bebas makanan, khususnya di kalangan anak-anak, meningkatkan risiko kenaikan berat badan, diabetes tipe 2, penyakit jantung koroner, dan kematian dini. Demikian juga konsumsi berlebih garam dan lemak.
Tingginya risiko kesehatan akibat konsumsi makanan dan minuman yang memiliki kadar gula, garam, dan lemak tinggi terlihat dari meningkatnya beban kesehatan penyakit tidak menular, seperti diabetes dan penyakit jantung, di Indonesia.
Berdasarkan Global Burden of Disease yang disusun Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2014-2019, penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 menunjukkan tren peningkatan angka penyakit jantung, yakni 0,5 persen pada 2013 menjadi 1,5 persen pada 2018.
Bahkan, data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan tahun 2021 menunjukkan, pembiayaan kesehatan terbesar disebabkan penyakit jantung mencapai Rp 7,7 triliun.
Sementara itu, menurut Atlas International Diabetes Federation (IDF) 2021, populasi diabetes dewasa berusia antara 20 tahun dan 79 tahun di Indonesia diperkirakan 19,47 juta orang atau sekitar 10,6 persen populasi dewasa. Hal ini berarti sekitar 1 dari 9 orang di Indonesia memiliki diabetes.
Dengan jumlah ini, Indonesia berada di posisi ke-5 negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak. Jumlah penderita diabetes bisa lebih besar lagi karena sebagian mungkin tidak terdeteksi.
Manfaat cukai
Hingga saat ini, lebih dari 50 negara telah menerapkan pajak gula pada minuman ringan dalam upaya membujuk produsen untuk memformulasi ulang produk mereka.
Pemerintah Indonesia, baru berencana menerapkan aturan mengenai cukai gula ini pada 2024. Target penerimaan cukai MBDK ini sudah tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Banyak studi menunjukkan penerapan cukai minuman berpemanis bisa menurunkan konsumsi gula di masyarakat secara signifikan.
Studi di Journal of Epidemiology and Community Health yang diterbitkan pada 9 Juli 2024 menunjukkan, asupan gula harian di Inggris turun sekitar 5 gram pada anak-anak dan sekitar 11 gram pada orang dewasa dalam 12 bulan setelah pemberlakuan cukai gula atau retribusi industri minuman ringan.
Menurut Nina Trivedy Rogers dari MRC Epidemiology Unit University of Cambridge School of Clinical Medicine, yang menjadi penulis utama laporan ini, gula dari minuman ringan menyumbang lebih dari setengah jumlah itu.
Secara keseluruhan asupan energi harian dari kadar bebas gula masih lebih tinggi daripada rekomendasi terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 5 persen, setara dengan 30 gram per hari untuk orang dewasa, 24 gram untuk anak usia 7-10 tahun, dan 19 gram per hari untuk anak berusia 4-6 tahun.