Mahasiswa UGM Kembangkan Batako Tahan Gempa dari Sampah Plastik dan Oli Bekas
Sejumlah mahasiswa UGM berinovasi dengan membuat batako dari cacahan sampah plastik, abu sekam padi, dan oli bekas.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·2 menit baca
Sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, membuat batako berbahan sampah plastik dan oli bekas. Inovasi ini dapat menjadi salah satu alternatif solusi persoalan sampah yang tengah melanda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Batako yang diberi nama enviroblock itu merupakan hasil pengembangan yang dilakukan lima mahasiswa UGM. Kelimanya adalah Yohanes Mario Putra Bagus (program studi teknik fisika), Ratri Dwiyanti (akuntansi), Shafa Zahra Aulia (kimia), Rakha Faiq Muyassar (teknik industri), dan Mohamad Ridwan (teknik sipil).
”Ini berangkat dari keresahan soal permasalahan sampah di Indonesia, terutama sampah plastik. Saat ini Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia,” ujar Mario saat memaparkan inovasi itu di kampus UGM, Kabupaten Sleman, DIY, Senin (8/7/2024).
Batako itu dibuat dari campuran pasir, semen, cacahan sampah plastik, abu sekam padi, dan oli bekas. Plastik dan abu sekam berfungsi sebagai agregat, sedangkan oli bekas menjadi pengikat material-material tersebut agar lebih kuat.
Sekam padi dipilih sebagai salah satu bahan baku karena juga merupakan limbah pascaproduksi pertanian. Abu sekam padi memiliki kandungan silika yang tinggi sehingga akan meningkatkan kualitas batako agar tak mudah retak.
”Sekam juga memiliki keunggulan lain, yakni dapat menyerap logam berat yang terkandung dalam oli bekas,” kata Shafa.
Keunggulan lain yang dimiliki enviroblock adalah desainnya yang interlock atau saling mengunci. Hal ini menjadikannya lebih kuat terhadap gaya lateral atau horizontal.
Desain seperti itu akan membuat struktur bangunan lebih tahan terhadap angin kencang dan gempa, dua potensi bencana yang kerap menjadi ancaman di DIY. Adapun produk batako lainnya kebanyakan hanya dirancang untuk menahan beban aksial atau vertikal.
Mario menambahkan, saat ini, enviroblock sudah dipasarkan secara terbatas melalui sistem pemesanan. Selain batako struktural, para mahasiswa juga memproduksi batako roster.
Ini berangkat dari keresahan soal permasalahan sampah di Indonesia, terutama sampah plastik. Saat ini Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia
Sejumlah konsumen yang telah menggunakan produk ini adalah kalangan perseorangan, agen properti penjualan rumah, dan kontraktor bangunan. ”Kami belum memproduksi massal. Dalam sehari produksi maksimal 120 batako,” ujar Mario.
Ratri menambahkan, karena bahan bakunya sebagian besar dari limbah, ongkos produksi enviroblock bisa ditekan sehingga harga jualnya bisa bersaing dengan batako konvensional. Batako enviroblock dijual Rp 5.300 per unit.