Pemerintah Didesak Libatkan Sekolah Swasta untuk Tingkatkan Daya Tampung
Sekolah swasta belum sepenuhnya dipandang sebagai mitra pemerintah dalam PPDB.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rebutan kursi sekolah negeri yang terus terjadi setiap tahun dalam penerimaan peserta didik baru atau PPDB memunculkan tuntutan kepada pemerintah agar serius menambah daya tampung. Pemerintah didesak agar mulai melibatkan sekolah swasta yang lebih masif untuk menambah daya tampung peserta didik.
Keterbatasan daya tampung sekolah negeri, terutama di SMA/SMK sederajat, menyebabkan siswa yang tidak lolos di berbagai jalur PPDB, termasuk jalur zonasi, harus bersiap disekolahkan di sekolah swasta. Hal ini menjadi beban bagi masyarakat dari keluarga tidak mampu ataupun keluarga kelas menengah.
”Anak saya tidak masuk di jalur zonasi. Bahkan, jalur prestasi juga tidak lolos, padahal anak saya aktif dan punya prestasi. Tidak tahu dengan parameter penerimaan di SMA negeri ini. Anak saya kecewa, tapi saya besarkan hatinya untuk mencari sekolah swasta yang cocok. Sudah ada SMA swasta yang cocok dan anak saya suka meski jaraknya lumayan jauh dai rumah,” tutur Yani (47), orangtua siswa baru yang tinggal di Bogor, Selasa (2/7/2024).
Memilih sekolah swasta memang memiliki konsekuensi biaya yang lebih besar. Bahkan, untuk sekolah swasta yang menerima bantuan operasional sekolah (BOS), siswa tetap membayar uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) setiap bulan. Belum lagi uang ujian atau uang pendaftaran kembali saat naik kelas.
Yafet Yosafet Wilben Rissy dari Komisi Pendidikan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), dalam rapat dengar pendapat umum bersama Panitia Kerja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR beberapa waktu lalu, menyampaikan, penyelenggaraan pendidikan, baik oleh negeri maupun swasta, sebenarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Keduanya juga memiliki kewajiban yang sama, yaitu akreditasi.
”Namun, hak yang diterima dalam bentuk bantuan dari pemerintah sangat berbeda dan terkesan tidak adil. Penyelenggara pendidikan swasta sangat minim akses terhadap bantuan-bantuan pemerintah,” kata Yafet.
Alami kemunduran
Sekolah-sekolah swasta, terutama yang didirikan organisasi keagamaan, sudah ada jauh sebelum Indonesia lahir dan merdeka. Banyak sekolah swasta yang dikelola yayasan keagamaan memprihatinkan, kurang siswa, dan kalah bersaing dengan sekolah negeri. Padahal, sekolah-sekolah swasta umumnya melayani masyarakat di daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T) ataupun dari kelompok masyarakat miskin.
Sebanyak 40 persen sekolah Kristen swasta, misalnya, kondisinya menurun atau menjelang tutup. Hanya sekitar 30 persen yang ada di posisi stagnan, tidak maju dan mundur, serta 10 persen di posisi maju.
”Kami minta supaya pemerintah punya political will yang lebih besar untuk memperjuangkan kemajuan sekolah tertinggal. Ini bergantung bagaimana pemerintah melihat sekolah swasta, sebagai partneratau sebagai musuh? Jika sebagai partner, perlu memberi perhatian lebih, terutama sekolah swasta di pinggiran dan daerah 3T,” tutur Yafet.
Kekurangan bangku itu terjadi karena pemerintah daerah hanya mengurusi sekolah negeri.
Secara terpisah, Wakil Ketua Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Nonformal Pimpinan Pusat Muhammadiyah Alpha Amirrachman mengatakan, ada 5.437 satuan pendidikan jenjang dasar dan menengah dengan 3.081 di antaranya berada di bawah Kementerian Agama. Selama ini, dukungan untuk sekolah swasta Muhammadiyah dari Kemendikbudristek ataupun Kementerian Agama masih kurang.
Padahal, lanjut Alpha, pemerintah pusat dan daerah juga harus membantu sekolah-sekolah swasta. Justru dengan kemitraan publik–swasta, layanan pendidikan terjangkau dan berkualitas bagi semua anak bangsa pun dapat diwujdukan.
”Dengan kemitraan publik-swasta ini, pemerintah justru untung. Untuk investasi dalam membangun sekolah dari tanah dan gedung, bisa disiapkan pihak swasta. Lalu, pemerintah bisa membantu dalam peningkatan mutu, termasuk penyediaan guru. Sayangnya, program guru dengan status PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) yang dari sekolah swasta tidak boleh mengajar di swasta. Alasannya, aturannya harus di sekolah pemerintah,” ungkap Alpha.
Menurut Alpha, guru PPPK yang digaji pemerintah sebenarnya dibutuhkan oleh sekolah swasta. Salah satu komponen biaya yang besar bagi sekolah swasta adalah menggaji guru secara layak dan meningkatkan kualitas guru. ”Sayangnya, kemitraan pemerintah-swasta ini belum secara optimal dimanfaatkan pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan akses pendidikan masyarakat dalam menuntaskan wajib belajar 12 tahun,” ujar Alpha.
Sementara itu, Direktur Sekolah Dasar (SD) Kemendikbudristek Muhammad Hasbi dalam Forum Merdeka Barat 9 mengatakan, pemerataan akses dan kualitas pendidikan harus terus dievaluasi. ”Pada PPDB 2024, Kemendikbudristek mendorong dan mengawal pemerintah daerah untuk menyelaraskan petunjuk teknis, memetakan sebaran sekolah, memetakan jumlah calon peserta didik, serta memetakan daya tampung berdasarkan sebaran sekolah dan jumlah calon peserta didik,” ucap Hasbi.
Libatkan sekolah swasta
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi Wawan Wardiana mengatakan, setiap daerah perlu menyempurnakan kebijakan pemerintah pusat dan kondisi yang ada di dearah. ”Kami berharap, ada keaktifan dari pemda maupun pihak sekolah untuk memastikan data kependudukan tidak merugikan calon peserta didik baru. Karena keterbatasan ruang kelas di sekolah negeri, pemerintah setempat perlu bekerja sama dengan sekolah swasta,” papar Wawan.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji menuturkan, untuk PPDB tahun depan, Kemendikbudristek harus menghentikan sistem seleksi supaya lebih berkeadilan. Jangan sampai ada satu pun anak yang gagal dalam PPDB. Daya tampung sekolah harus disesuaikan dengan jumlah calon pendaftar.
”Karena itu, PPDB itu tidak boleh lagi hanya berfokus ke sekolah negeri, tapi harus juga melibatkan sekolah swasta,” ujar Ubaid.
Jika sistem di pusat sudah dibenahi, saat PPDB pemerintah daerah wajib melibatkan sekolah swasta untuk menyediakan daya tampung yang sesuai dengan calon peserta didik. ”Sebenarnya daya tampung sekolah itu tidak kurang jika sekolah negeri dan sekolah swasta semua dilibatkan dalam PPDB,” kata Ubaid.
Ia menambahkan, kekurangan bangku terjadi karena pemerintah daerah hanya mengurusi sekolah negeri. ”Padahal, tugas pemerintah adalah membiayai, memfasilitasi, dan memastikan semua anak mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan di semua jenis sekolah, mau sekolah negeri maupun sekolah swasta,” ucap Ubaid.