Gandeng Sekolah Swasta dalam PPDB untuk Atasi Keterbatasan Kursi
Masalah daya tampung setiap PPDB bisa diatasi dengan menggandeng sekolah swasta dan memperbanyak sekolah negeri baru.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Daya tampung dan kualitas sekolah menjadi salah satu masalah utama yang memicu tindakan kecurangan dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB). Kapasitas sekolah negeri tidak mampu menampung para calon siswa baru walau PPDB sudah diterapkan pemerintah sejak 2017, sementara sekolah swasta tidak tersentuh program pemerintah.
Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Muhammad Hasbi mengakui, keterbatasan daya tampung sekolah negeri, khususnya di jenjang SMP dan SMA, belum ideal untuk menampung semua calon siswa. Dia mendorong pemerintah daerah untuk membangun lebih banyak sekolah negeri dengan kualitas yang merata.
”Kami di Kemendikbudristek mendorong agar bisa menyediakan lebih banyak daya tampung, misalnya melalui dana alokasi khusus fisik, termasuk bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menyediakan sekolah-sekolah baru,” kata Hasbi dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 di Jakarta, Senin (7/1/2024).
Kekurangan bangku itu terjadi karena pemerintah daerah hanya mengurusi sekolah negeri saja.
Namun, membangun sekolah negeri baru memerlukan langkah yang cukup panjang dengan membutuhkan pembebasan lahan, durasi pembangunan yang lama, dan adanya keterbatasan anggaran negara. Oleh karena itu, sekolah swasta dapat menjadi alternatif dalam pemenuhan daya tampung, juga sebagai bentuk kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat.
Kolaborasi ini, kata Hasbi, dapat diupayakan sembari memenuhi pendidikan bagi mereka yang tidak mampu oleh pemerintah daerah dapat berupa subsidi biaya, bantuan operasional, dan mekanisme lainnya. Ini merupakan cara untuk memenuhi layanan pendidikan karena pada dasarnya pendidikan adalah layanan dasar yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kekurangan daya tampung ini bahkan dialami di Ibu Kota, Jakarta. Daya tampung SD di Jakarta sebanyak 95.677 kursi, SMP 71.093 kursi yang diperebutkan 151.164 calon siswa, serta SMA 29.559 kursi dan SMK 20.130 kursi yang diperebutkan 139.841 calon siswa SMA/SMK.
Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Purwosusilo Sapta menyatakan, daya tampung tersebut masih kurang, khususnya di jenjang sekolah menengah pertama dan atas. Untuk menutupi kekurangan itu, mereka menggandeng sekolah swasta di Jakarta dalam PPDB bersama.
"PPDB bersama ini sekolahnya di sekolah swasta, biayanya ditanggung oleh Pemerintah Jakarta. Dengan seperti itu masyarakat tidak perlu pusing lagi memperebutkan sekolah negeri. Tinggal bagaimana kesetaraan mutu antara negeri dan swasta,” ucap Purwosusilo.
Demi memeratakan mutu sekolah tersebut, kata Purwosusilo, Pemrov Jakarta telah mendistribusikan guru-guru berkualitas secara merata. Para guru tersebut pun sudah dilatih agar mampu meningkatkan mutu pembelajaran demi menghapus persepsi sekolah favorit.
Pengamat pendidikan dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) Stephen Pratama mengatakan, kecurangan PPDB terus terjadi karena miskonsepsi di masyarakat yang masih melanggengkan label sekolah favorit. Selain itu, pandangan bahwa lulusan sekolah negeri akan mudah masuk ke perguruan tinggi negeri dan biaya yang lebih terjangkau juga sudah tertanam sejak lama.
Akibatnya, pada jenjang SMA/sederajat, lebih dari 15.000 lulusan SMP/sederajat tidak dapat ditampung SMAN/MAN di 38 kabupaten/kota. Jika Indonesia ingin mencapai wajib belajar 12 tahun, masalah akses ini harus segera diatasi.
Sekolah swasta dapat menjadi mitra untuk menampung murid dengan biaya sekolah yang ditanggung oleh pemerintah. Kebijakan seperti ini telah lama diterapkan di beberapa negara dengan mekanisme school voucher, misalnya di beberapa negara bagian Amerika Serikat, Chile, dan Selandia Baru.
”Khususnya anak-anak dari kalangan tidak mampu yang tidak bisa tertampung di sekolah negeri ini perlu disediakan akses ke sekolah swasta oleh pemerintah secara gratis atau terjangkau,” kata Stephen.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menambahkan, sistem PPDB harus diperbaiki tahun depan supaya lebih berkeadilan. Kemendikbudristek didesak menghentikan sistem seleksi agar tidak ada satu pun anak yang gagal dalam PPDB. Selain itu, daya tampung sekolah juga harus disesuaikan dengan jumlah calon siswa.
”Kekurangan bangku itu terjadi karena pemerintah daerah hanya mengurusi sekolah negeri saja. Padahal, tugas pemerintah adalah membiayai, memfasilitasi, dan memastikan semua anak mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan di semua jenis sekolah, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta,” tutur Ubaid.