Perangkat digital mengalihkan perhatian anak untuk sesaat. Namun, cara itu tidak mengajarkan anak untuk mengelola emosi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
Saat anak mengalami tantrum, banyak orangtua memberikan perangkat digital untuk menenangkan buah hatinya. Cara ini menjadi jalan pintas mengalihkan perhatian anak dari amarahnya, tetapi tidak mengajarkan mereka untuk belajar mengelola emosi.
Anak-anak semakin tidak berjarak dengan perangkat digital. Bahkan, sejak anak balita, mereka sudah terbiasa menggunakan tablet atau ponsel pintar yang diberikan orangtuanya. Biasanya, orangtua melakukannya untuk mengalihkan perhatian anak saat anak sedang kesal.
Dalam jangka pendek, cara ini terkesan ampuh. Amarah anak seolah mereda saat mengakses video hiburan atau gim di perangkat digital. Orangtua pun merasa lebih tenang karena dapat mengendalikan tantrum pada anaknya.
Akan tetapi, ini bukan cara bijak. Sebab, cara itu tidak membuat anak belajar untuk mengatur emosinya. Padahal, kemampuan tersebut sangat dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak.
Riset terbaru yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Child and Adolescent Psychiatry, Jumat (28/6/2024), mengungkap dampak pemberian perangkat digital pada anak terhadap kemampuan mereka dalam mengelola emosi. Penelitian ini melibatkan 265 orangtua yang mengisi kuesioner tentang perilaku anak.
Penilaian dilakukan dua kali, yaitu saat anak berusia 3,5 tahun dan kemudian saat berusia 4,5 tahun. Orangtua yang memiliki anak dengan tingkat amarah lebih besar cenderung menggunakan perangkat digital untuk mengatasi emosi anaknya.
“Akan tetapi, meskipun regulasi emosi digital bisa efektif dalam jangka pendek, strategi ini dapat menghambat perkembangan keterampilan pengaturan diri anak dalam jangka panjang sehingga menyebabkan lemahnya upaya mengendalikan dan mengelola emosi,” tulis laporan hasil penelitian itu yang dilansir, Sabtu (29/6/2024).
Tantrum tidak bisa disembuhkan dengan perangkat digital. Anak-anak harus belajar bagaimana mengelola emosi negatifnya untuk dirinya sendiri.
Veronika Konok, peneliti di Eötvös Loránd University, Hongaria, menjadi penulis pertama penelitian tersebut. Studi longitudinal itu mengungkap hubungan dua arah antara regulasi emosi digital orangtua dan keterampilan regulasi emosi anak.
Pengendalian diri semestinya dipelajari anak melalui hubungannya dengan orangtua dan keluarga terdekat. Jika orangtua secara rutin menawarkan perangkat digital kepada anaknya untuk menenangkan amarah, hal itu justru berdampak negatif terhadap anak.
“Hal ini menyebabkan masalah pengaturan emosi yang lebih parah, khususnya masalah pengelolaan amarah di kemudian hari,” ujar Konok.
Para peneliti menemukan, ketika orangtua lebih sering menggunakan cara mengendalikan amarah dengan perangkat digital, anak-anak justru menunjukkan manajemen kemarahan dan frustrasi yang lebih buruk setahun kemudian. Temuan ini menjadi peringatan penting bagi orangtua agar lebih bijak dalam menawarkan perangkat digital kepada anak.
“Tantrum tidak bisa disembuhkan dengan perangkat digital. Anak-anak harus belajar bagaimana mengelola emosi negatifnya untuk dirinya sendiri. Mereka membutuhkan bantuan orangtua dalam proses pembelajaran ini, bukan bantuan perangkat digital,” katanya.
Orangtua disarankan melatih anak-anak mereka melalui situasi sulit. Salah satu caranya membantu anak mengenali emosi dan mengajari mereka cara mengatasinya. Jadi, interaksi anak dengan orangtua jauh lebih penting ketimbang menyerahkan tablet atau ponsel pintar kepada anak.
Penulis senior studi tersebut, Prof Caroline Fitzpatrick, menyebutkan, anak-anak tertarik dengan konten digital. Oleh karenanya, perangkat digital dipakai oleh orangtua untuk mengalihkan perhatian anak.
“Jadi, ini cara mudah untuk menghentikan tantrum dan sangat efektif dalam jangka pendek,” ucapnya.
Akan tetapi, cara itu hanya memberikan sedikit manfaat untuk jangka panjang. Sebab, perhatian anak hanya teralihkan sesaat ketika mereka menggunakan perangkat digital. Sementara, kemampuan mengelola emosi secara mandiri gagal dipelajari.
“Berdasarkan hasil temuan kami, metode pelatihan dan konseling baru dapat dikembangkan untuk orangtua. Jika kesadaran masyarakat akan perangkat digital sebagai alat yang tidak tepat untuk menyembuhkan tantrum meningkat, ini akan memberikan manfaat kesehatan mental dan kesejahteraan anak,” ujarnya.