Mikroba-mikroba di Stasiun Luar Angkasa Internasional
Penerbangan luar angkasa membuat mikroba Bumi berekspansi jadi mikroba luar angkasa. Sejauh ini, kondisinya terkendali.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·4 menit baca
Ke mana manusia pergi di situ mikroba mengikuti. Bahkan, di lingkungan Stasiun Ruang Angkasa Internasional dengan gravitasi mikro dan radiasi tinggi pun mikroba tetap ada. Tak selamanya mikroba berbahaya. Banyak mikroba justru menunjang kesehatan dan kesejahteraan manusia, baik di Bumi maupun saat kolonisasi Bulan dan Mars nanti dimulai.
Sejak manusia berhasil mengirimkan teknologinya ke luar angkasa, sejak saat itu pula mikroba ikut berpindah ke luar Bumi. Mereka menumpang pesawat, satelit, atau wahana luar angkasa lain, baik yang membawa kargo maupun manusia ke luar angkasa. Mikroba telah menjadi penumpang gelap dalam eksplorasi manusia menjelajahi antariksa.
Manusia mulai menghuni Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS) sejak tahun 2000. Sejak saat itu, pemantauan jenis dan jumlah mikroba di laboratorium terbang itu dilakukan secara teratur dan ketat untuk menjaga kesehatan serta keselamatan antariksawan. Pengambilan sampel mikroba itu tidak hanya dilakukan di dalam ISS, tetapi juga di luar ISS.
Pengambilan sampel mikroba yang menempel di bagian luar ISS, termasuk di wahana lain yang berkunjung ke ISS itu menjadi salah satu tujuan spacewalk atau bekerja di luar modul ISS yang dilakukan antariksawan Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA), Tracy Caldwell Dyson dan Mike Barratt, pada Senin (24/6/2024).
Namun, perjalanan ke luar ISS itu dihentikan setelah enam menit tenaga internal pakaian khusus antariksawan untuk bekerja di luar ISS dihidupkan atau sesaat sebelum pintu terluar ISS dibuka. Menurut space.com, pembatalan dilakukan karena terjadinya kebocoran cairan pendingin dalam pakaian khusus yang mereka gunakan.
Meski rencana pengumpulan sampel mikroba di bagian luar modul ISS kali ini gagal, saat ini sudah ada 55 jenis mikroba yang ditemukan di ISS. Dikutip dari situs Laboratorium Nasional ISS AS yang merupakan mitra NASA, 24 Januari 2020, mikroba yang ditemukan itu terdiri dari bakteri, bakteriofag (virus yang menyerang bakteri), jamur, protozoa, dan virus. Semuanya membentuk komunitas mikroba atau mikrobioma ISS.
Mikroba luar angkasa tak dikenal pertama yang berhasil diambil sampel dan diurutkan asam deoksiribonukleatnya (DNA) secara langsung di ISS, tanpa perlu dikirim sampelnya ke Bumi lebih dulu, adalah Staphylococcus hominis dan Staphylococcus capitis. Manusia pertama yang berhasil mengambil sampel dan mengidentifikasi DNA bakteri tersebut di luar angkasa adalah antariksawan NASA, Peggy Whitson, pada 2016.
S hominis
S hominis adalah bakteri tidak berbahaya yang ditemukan pada kulit hewan dan manusia serta menghasilkan senyawa thioalkohol yang turut memengaruhi bau badan. Adapun S capitis adalah bakteri yang termasuk flora normal yang ada pada kulit kepala, wajah, leher, telinga, hingga skrotum atau kantong pelir manusia.
Dari mikroba luar angkasa yang telah teridentifikasi, sebagian mikroba itu memiliki karakter yang mirip dengan ekstremofil bumi, yaitu mikroba yang mampu hidup dalam lingkungan ekstrem yang sebagian besar makhluk hidup tidak akan mampu bertahan hidup di sana.
Ekstremofil bumi mudah ditemukan di sumber air panas, tempat pembuangan limbah beracun, hingga di wilayah tekanan tinggi di palung dasar laut. Adapun mikroba di luar angkasa mampu hidup di lingkungan dengan gravitasi mikro, hampa udara, hingga radiasi tinggi.
Gaya berat mikro dan radiasi luar angkasa itu bisa membuat mikroorganisme yang tidak berbahaya menjadi berbahaya. Selain itu, perilaku mikroba pun bisa berubah seiring proses adaptasi mereka dengan lingkungan luar angkasa. Pola interaksi sesama mikroba maupun dengan tubuh manusia juga bisa tidak sama dengan interaksinya saat di bumi.
Karena itu, jumlah dan jenis mikroba luar angkasa itu perlu dikendalikan. Riset tentang mikroba di ISS pun terus berjalan sehingga memberi pengetahuan baru bagi manusia tentang berbagai karakteristik dan perilaku mikroba di luar angkasa.
Kontrol
Sebagai sebuah sistem yang tertutup, satu-satunya cara agar mikroba bisa sampai ke ISS adalah menumpang wahana luar angkasa dari bumi. Semua jenis penerbangan ke luar angkasa, mulai dari penerbangan kargo, wahana berawak, bahkan pengiriman antariksawan pun berpeluang ditempeli mikroba atau rangkaian mikroba.
Untuk meminimalkan paparan mikroba bumi, proses pengecekan jenis dan jumlah mikroba itu sudah dilakukan sejak persiapan peluncuran dilakukan. Setibanya wahana dan antariksawan itu di ISS, pengecekan mikroba juga dilakukan kembali.
”Kami tidak bisa mensterilkan semua yang dikirim ke luar angkasa dan memang hal itu tidak diperlukan. Namun, NASA melakukan banyak hal untuk membatasi potensi terbawanya patogen ke ISS,” kata ahli mikrobiologi NASA Sarah Wallace seperti dikutip dari situs NASA, 18 Oktober 2023.
Saat ini sudah ada 55 jenis mikroba yang ditemukan di ISS yang terdiri dari bakteri, bakteriofag (virus yang menyerang bakteri), jamur, protozoa, dan virus.
Pengecekan mikroba juga rutin dilakukan untuk mengontrol kualitas air dan udara di ISS. Sistem pengelolaan air ISS adalah rekayasa teknologi fenomenal yang mengubah air kencing, keringat, buangan air mandi, dan semua limbah cair di ISS menjadi air minum dengan kualitas terbaik. Bahkan, kualitas air minum hasil daur ulang ini jauh lebih tinggi dari kualitas air minum di bumi.
Selain itu, mikroba yang ada di udara ISS sebenarnya sama dengan yang ditemukan di rumah kita di bumi. Namun, penggunaan filter HEPA (high-efficiency particulate air) yang mampu menangkap partikel kecil tak kasatmata membuat kualitas udara di ISS lebih bersih dibanding udara di bumi.
Dari pemantauan yang dilakukan hingga saat ini, belum ditemukan mikroba yang bisa membahayakan antariksawan. Setidaknya, belum ditemukan mikroba yang bisa memicu penyakit tertentu seperti mikroba di bumi atau menjadi super bug, mikroba yang resisten terhadap obat dan antibiotik.
Meski demikian, mikroba tidak selalu membahayakan manusia. Banyak mikroba yang justru berguna bagi manusia. Sebagian mikroba justru berperan besar dalam menjaga kesehatan manusia, mempermudah pencernaan nutrisi, menyediakan vitamin dan nutrisi penting, hingga menjaga daya tahan tubuh dengan melindungi tubuh dari mikroba berbahaya.
Tak hanya itu, sistem pendeteksi DNA mikroba yang ada di ISS juga bisa dimanfaatkan untuk riset kesehatan yang bisa memengaruhi kesejahteraan manusia bumi, khususnya dalam mengatasi resistensi antibiotik dan pengobatan penyakit. Kini, luar angkasa pun telah berkembang menjadi tempat uji obat-obatan yang akan digunakan manusia.
Sejauh ini, persoalan yang dihadapi manusia di bumi dengan mikroba jauh lebih pelik dibanding masalah mikroba di luar angkasa. Karena itu, sistem deteksi dan identifikasi mikroba yang ada di ISS bisa dimanfaatkan untuk menunjang kesehatan dan keselamatan kolonisasi manusia di Bulan dan Mars pada masa mendatang tanpa perlu mencemari dunia lain.