KRI Dewaruci Kembali ke Sabang Setelah Enam Dekade
Setelah 60 tahun, KRI Dewaruci kembali ke Sabang dalam misi mendukung jalur rempah menuju warisan budaya dunia.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
Setelah 60 tahun mengarungi lautan Nusantara dan dunia, kapal layar KRI Dewaruci kembali ke titik nol Indonesia, yakni Sabang, Aceh. Cagar budaya nasional itu bersandar di Pelabuhan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) CT-1 Kota Sabang dalam pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah, Minggu (23/6/2024).
Dahulu, tepatnya pada tahun 1964, KRI Dewaruci singgah di Sabang dalam misi pelayaran keliling dunia untuk pertama kalinya. Saat itu, KRI Dewaruci yang dipimpin Letkol Laut (P) Sumantri membawa 78 taruna ABRI Angkatan Laut dan 32 anak buah kapal mengarungi tujuh samudra serta lima benua.
Momentum ini akan menjadi pengingat bagi generasi muda, khususnya warga di Sabang, bahwa Indonesia pernah memiliki peran besar dalam perdagangan rempah yang disegani dunia. Sabang sebagai salah satu titik pintu masuk Nusantara dan dekat selat Malaka tentu memiliki posisi strategis dalam jalur perdagangan.
Ini adalah kesempatan bagi kita untuk menyebarluaskan informasi tentang potensi kekayaan kita tentang Jalur Rempah.
Pelabuhan-pelabuhan di Sabang menghubungkan perdagangan rempah antara Indonesia dengan Eropa dan Asia. Sabang pernah menjadi pusat karantina haji, tempat persinggahan kapal-kapal dari berbagai negara untuk mengisi bahan bakar, persediaan air dan makanan, serta berdagang.
”Dermaga ini menjadi saksi sejarah di mana Teluk Sabang menjadi saksi kejayaan Kota Sabang di masa lalu. Merujuk berbagai literasi, di sini dulu begitu banyak kapal yang singgah. Selain itu, ada aktivitas perdagangan yang membawa dampak luar biasa pada masanya untuk kemajuan perekonomian di Sabang,” kata Penjabat Wali Kota Sabang Reza Fahlevi.
Jalur Rempah di Sabang juga tidak hanya bercerita tentang perdagangan, tetapi juga aktivitas pertukaran budaya dan peradaban. Berbagai budaya dan tradisi dari bangsa-bangsa bertemu dan berakulturasi.
Dari sisi geografis, Kota Sabang sangat strategis karena sangat dekat dengan Puket dan Langkawi serta berada di jalur perairan internasional. Hampir 100.000 kapal melintas setiap tahun di perairan Sabang ini.
”Tidak heran jika kita lihat saat ini Kota Sabang begitu heterogen di mana berbagai suku ada di sini. Kota ini adalah kota yang kosmopolit, terbuka, kota yang disinggahi oleh berbagai suku bangsa,” ujarnya.
Saat ini, di bawah komando Letkol Laut (P) Rhony Lutviadhani, KRI Dewaruci tengah menjalani misi diplomasi Muhibah Budaya Jalur Rempah (MBJR) untuk mendukung jalur rempah menuju warisan budaya dunia UNESCO. Pelayaran dijadwalkan akan berlangsung selama 38 hari, dimulai dari Jakarta pada 5 Juni, ke Belitung Timur, Dumai, Sabang, Malaka (Malaysia), Tanjung Uban, Lampung, dan kembali ke Jakarta pada 17 Juli 2024.
Kapal tipe Barquentine buatan galangan kapal HC Stulken & Sohn, Hamburg, Jerman Barat, tahun 1952 ini berlayar membawa 75 anak muda laskar rempah yang akan menapaki jejak rempah Nusantara lalu menyebarkan cerita kepada khalayak luas. Harapannya, narasi mereka bisa membangkitkan kembali kekuatan maritim Nusantara yang disegani bangsa lain pada masa lampau.
”Ini adalah kesempatan bagi kita untuk menyebarluaskan informasi tentang potensi kekayaan kita mengenai Jalur Rempah. Saya harap ini menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara adidaya budaya dengan seluruh potensi yang terus dilestarikan hingga ke mancanegara,” kata Direktur Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Irini Dewi Wanti.
MBJR menjadi salah satu sarana untuk berbagi informasi perdagangan rempah dan budaya Nusantara. Dengan KRI Dewaruci yang sudah ditetapkan Kemendikbudristek sebagai cagar budaya nasional pada 11 September 2023 bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Ke-78 TNI, pelayaran MBJR menjadi sangat istimewa.
Selama tiga hari di Aceh, laskar rempah akan menapaki jejak jalur rempah, mulai dari belajar memasak kuah beulangong dan menata hidangan meulapeh, mengenal rempah melalui seni merangkai sirih, hingga mengunjungi berbagai landmark dan jejak budaya di Aceh, seperti Museum Negeri Aceh, Kandang Meuh atau Makam Sultan Iskandar Muda, Taman Putroe Phang dan Gunongan, Masjid Raya Baiturrahman, Museum Tsunami, serta Tugu Kilometer Nol.
Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Danlanal) Sabang Kolonel Laut (P) Gita Muharram menegaskan, MBJR akan menjadi wahana untuk mengaktifkan kembali jalur rempah yang dahulu pernah ada. Selain itu, juga menghubungkan titik-titik rempah dan mempererat budaya antarwilayah.
”Semoga ke depan akan banyak program yang bisa menjayakan Kota Sabang seperti dulu,” ujar Gita.