Flu Burung Pandai Adaptasi, Penularan H5N2 di Meksiko Jadikan Pelajaran Bersama
WHO menyatakan risiko virus flu burung H5N2 untuk masyarakat umum masih rendah, tetapi masyarakat tetap perlu waspada.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
Kasusnya meninggalnya seorang pria di Meksiko akibat flu burung H5N2 harus menjadi kesadaran semua pihak untuk melakukan pengamatan dan pencegahan penyakit berbahaya di Indonesia. Meski belum ditemukan kasus serupa, mitigasi terbaik harus dilakukan karena flu burung adalah virus yang pandai beradaptasi.
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pada 5 Juni 2024 menyebutkan, seorang pria di Meksiko meninggal akibat flu burung H5N2. Lelaki itu disebut berusia 59 tahun.
Terjadi pada 24 April 2024, itu adalah kasus kematian pertama flu burung H5N2 di dunia yang terjadi pada manusia. Sebelumnya, pasien itu dilaporkan mengalami gejala akut, seperti demam, sesak napas, diare, mual, dan rasa tidak enak badan umum lainnya.
Sumber penularan dari kasus ini belum diketahui. Kementerian Kesehatan Meksiko dalam pernyataannya mengungkapkan, sumber penularan belum teridentifikasi. Namun, korban dilaporkan memiliki penyakit penyerta lain, yakni ginjal kronis dan diabetes tipe 2.
WHO menyebut, orang itu belum pernah berkontak dengan unggas atau hewan lain. Sementara itu, orang yang tertular flu burung biasanya terjadi dari kontak dengan hewan yang terkontaminasi virus tersebut.
Akan tetapi, WHO menyampaikan, risiko virus flu burung saat ini terhadap masyarakat umum masih dinilai rendah. Di rumah sakit tempat korban meninggal, misalnya, tidak ditemukan kasus penularan baru.
Sejauh ini tidak ada kasus lebih lanjut selama penyelidikan epidemiologi. Dari 17 kontak yang dipantau di rumah sakit tempat kasus meninggal, hanya ditemukan satu orang dengan gejala pilek.
Hasil pemeriksaan menyatakan, pasien tersebut negatif terhadap virus influenza dan Sars-CoV-2. Sementara 12 kontak lain yang teridentifikasi di dekat tempat tinggal kasus H5N2 juga negatif Sars-CoV-2, influenza A, dan influenza B.
Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama, menuturkan, temuan kasus H5N2 pada manusia harus menjadi kewaspadaan bersama. Penerapan konsep Satu Kesehatan atau One Health dalam pelayanan kesehatan mesti semakin kuat. Konsep itu berarti menjalankan kerja sama antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.
Selain itu, surveilans lapangan pun perlu ditingkatkan, termasuk untuk mendeteksi kemungkinan adanya varian-varian flu burung. Partisipasi aktif dari Indonesia dalam komunitas kesehatan global pun amat penting untuk memantau dan mengendalikan penularan flu burung.
”Kita harus ingat pandemi sebelum Covid-19 adalah pandemi H1N1. Kita juga perlu tahu bahwa flu burung adalah salah satu penyakit infeksi yang punya potensi menimbulkan wabah dan bahkan bukan tidak mungkin menyebar antarnegara,” kata Tjandra, Minggu (9/6/2024).
Dikutip dari Reuters, pakar influenza dari Universitas Johns Hopkins, Andrew Pekosz, juga mengatakan, penyakit penyerta dapat membuat seseorang semakin berisiko mengalami kondisi yang parah ketika tertular influenza. Itu terjadi bahkan jika tertular penyakit flu musiman.
Adaptasi
Sebelumnya, Pemerintah Amerika Serikat telah melaporkan adanya tiga kasus infeksi H5N1 pada manusia akibat paparan dari sapi perah. Meskipun kematian kasus flu burung di Meksiko disebabkan subtipe virus flu burung yang berbeda dengan virus flu burung yang ditemukan di Amerika Serikat, masyarakat diharapkan tetap waspada.
Andrew Pekosz mengatakan, virus flu burung semakin menunjukkan kecenderungan menginfeksi mamalia. ”Ini harus jadi peringatan bahwa kita harus sangat waspada untuk memantau virus ini. Setiap penyebaran yang terjadi merupakan cara virus untuk bermutasi yang membuatnya lebih mudah menginfeksi manusia,” tuturnya.
Hal itu juga diungkapkan para peneliti dari Universitas California dan Institut Teknologi Pertanian Nasional (INTA) dari penelitian yang dilakukan di Argentina. Virus flu burung H5N1 ditemukan telah menyebar di antara singa laut, anjing laut, dan burung laut yang mati di penangkaran singa laut.
”Hal ini menegaskan bahwa meski virus ini mungkin telah beradaptasi dengan mamalia laut, virus ini masih punya kemampuan untuk menginfeksi burung. Ini adalah wabah multispesies,” ujar ahli virologi dari INTA, Agustina Rimondi, dikutip dari ScienceDaily.