Tingkatkan Kualitas Guru Sebelum Bahasa Inggris Jadi Pelajaran Wajib
Masih banyak guru Bahasa Inggris belum berkualitas di tengah tantangan global yang menuntut orang menguasai multibahasa.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menjadikan mata pelajaran Bahasa Inggris wajib dipelajari siswa dari kelas 3 sekolah dasar atau sederajat mulai tahun ajaran 2027/2028. Sejalan dengan itu, kualitas gurunya harus ditingkatkan agar pembelajaran menjadi efektif dan bermanfaat bagi peserta didik.
Sotya Mayangwuri, selaku Penanggung Jawab Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Penguatan Karakter di Direktorat Guru Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), mengungkapkan, kebijakan ini berdasar pada fakta bahwa masih banyak guru bahasa Inggris yang belum berkualitas. Sementara tantangan global menuntut orang untuk bisa berbahasa Inggris.
”Tantangan ini harus didukung dengan peningkatan kompetensi guru-gurunya agar pelajarannya dirasakan oleh siswa-siswi lebih menyenangkan dan bermakna,” kata Sotya dalam diskusi yang digelar British Council di Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Sebanyak 490 guru terpilih untuk mengikuti pelatihan Bahasa Inggris bersama 34 guru fasilitator dari British Council selama 23 minggu dari Februari-Agustus 2024.
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional. Kementerian bertanggung jawab menyiapkan memperbaiki hal tersebut sebelum mata pelajaran Bahasa Inggris diwajibkan nanti melalui berbagai pelatihan.
Adapun jumlah guru SD yang mengampu pelajaran Bahasa Inggris dan guru mata pelajaran di seluruh Indonesia mencapai 70.269 orang. Kemendikbudristek akan melibatkan Balai Guru Penggerak (BGP) setiap provinsi untuk menyaring guru yang mengikuti pelatihan dan ditargetkan pelatihan tahun pertama diikuti oleh 45.000 guru SD.
Pakar pengajaran dan penilaian bahasa Inggris terkemuka di Indonesia, Itje Chodijah, mengungkapkan, sebenarnya pemerintah terlalu lama jika mewajibkan kembali mata pelajaran Bahasa Inggris pada 2027/2028. Sebab, kemajuan sekaligus tantangan zaman semakin kompleks, para pelajar harus dibekali modal yang kuat untuk menjadi rakyat global.
Selain itu, meskipun mata pelajaran Bahasa Inggris sekarang masih bersifat pilihan di sekolah dasar, guru-gurunya juga masih mengajar dalam bahasa Indonesia. Padahal, dengan mempraktikkan Bahasa Inggris secara penuh selama pelajaran, pelajaran akan lebih meresap.
”Ini saat yang kalau tidak boleh dibilang telat, ya bolehlah disebut saat yang tepat untuk memulai kembali karena kita ini satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak mewajibkan Bahasa Inggris di SD,” kata Itje.
Kemendikbudristek kemudian bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya dengan British Council untuk menggelar pelatihannya. Country Director Indonesia and Director South East Asia, British Council, Summer Xia mengatakan, kolaborasi ini sudah dimulai sejak 2023 dan tahun ini mereka akan melatih 490 guru.
Ratusan guru yang terpilih ini sebelumnya menjalani tes untuk terpilih mengikuti pelatihan. Setelah terpilih, mereka diajar oleh 34 guru fasilitator dari British Council selama 23 minggu. Pelatihan saat ini tengah berlangsung sejak Februari dan akan berakhir pada Agustus 2024.
Para guru akan diajarkan bagaimana menjadi guru Bahasa Inggris yang baik, mulai dari membuat program belajar, mengorganisasi kelompok belajar, hingga mempraktikkan metode mengajar yang menyenangkan. Misalnya, dengan menggunakan sarana audio visual yang menarik minat belajar anak-anak.
”Kami akan membantu para guru Bahasa Inggris untuk mengembangkan dirinya agar bisa menjadi guru yang baik. Kami memulainya dari analisis kebutuhan, kemudian pendekatan pelatihan untuk mendukung keberlanjutan kompetensi pendidik,” kata Summer.
Ubaidah, salah satu guru Bahasa Inggris di SD Negeri 11 Legoa, Jakarta Utara, yang terpilih mengikuti pelatihan mengaku sangat terbantu dengan program ini. Metode mengajar yang didapatnya dari pelatihan ialah dengan menggunakan beragam sarana pendukung yang interaktif terbukti membangun semangat muridnya untuk belajar Bahasa Inggris.
”Sebelumnya itu mereka bosan di kelas, sekarang mereka sangat antusias belajar dengan video atau animasi-animasi, bernyanyi dengan Bahasa Inggris, mereka bahkan protes ‘sir, cepat sekali belajarnya‘,” ucap Ubaidah.
Guru yang sudah mengajar selama lima tahun ini mengaku tidak menekankan siswa untuk langsung mahir tentang tata bahasa Inggris atau grammar, tetapi lebih pada penggunaan bahasa Inggris untuk keperluan praktis, seperti komunikasi dan mencerna informasi. Dia berharap para muridnya mahir berbahasa Inggris, bukan hanya sebagai kemampuan berbahasa saja, melainkan sebagai modal penting untuk belajar sepanjang hayat.