Bukti Kedatangan Manusia 44.000 Tahun Lalu di Pulau Timor
Gelombang besar migrasi manusia modern mencapai Pulau Timor sekitar 44.000 tahun lalu.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bukti arkeologi terbaru menunjukkan gelombang besar migrasi manusia modern mencapai Pulau Timor sekitar 44.000 tahun yang lalu. Temuan ini memberikan informasi penting bahwa kedatangan manusia modern ke Australia sekitar 65.000 tahun lalu melalui Kepulauan Wallacea bagian utara sebelum mencapai Papua. Pulau Timor dan pulau-pulau di sebelah selatan lainnya baru dicapai oleh gelombang migrasi berikutnya.
Temuan terbaru ini dilaporkan para peneliti dari Inggris dan Australia di jurnal Nature Communications pada 22 Mei 2024. Ceri Shipton dari Institute of Archaeology University College London menjadi penulis pertama dengan penulis utama Sue O’Connor dari School of Culture, History & Language, Australian National University.
Penelitian sebelumnya oleh Chris Clarkson dari University of Queensland di jurnal Nature (2017) telah menemukan bukti arkeologis bahwa manusia modern (Homo sapiens) telah tiba di Australia setidaknya 65.000 tahun yang lalu. Para pionir ini merupakan bagian dari gelombang awal orang-orang yang melakukan perjalanan ke arah timur dari Afrika, melalui daratan Eurasia, dan akhirnya ke Papua dan Australia, yang saat itu masih menjadi satu daratan besar yang disebut Paparan Sahul.
Sejak temuan itu, para peneliti berupaya menemukan jalur migrasi yang dilalui, terutama di Kepulauan Wallacea, yang menjadi batu lompatan sebelum mencapai Paparan Sahul.
Pulau Timor telah lama dianggap sebagai batu loncatan yang potensial bagi migrasi manusia pertama antara daratan Asia Tenggara ke Paparan Sahul. Pada masa migrasi kuno ini, permukaan air laut lebih rendah sehingga banyak pulau di Asia Tenggara yang sekarang bergabung dengan daratan utama di wilayah yang dikenal sebagai Paparan Sunda, dan Australia serta Papua bergabung menjadi satu benua yang dikenal sebagai Sahul.
Pulau-pulau antara Sunda di barat dan Sahul di timur dikenal dengan nama Kepulauan Wallacea. Pulau-pulau ini tidak pernah terhubung satu sama lain atau dengan daratan, berkat lautan kuno dalam yang memisahkannya. Artinya, meskipun permukaan air laut jauh lebih rendah dibandingkan dengan saat ini, wilayah tersebut tetap berbentuk pulau.
Pencarian bukti adanya migrasi awal di Timor terhambat oleh kurangnya sedimen yang cocok di goa-goa dan tempat perlindungan batu. Namun, Clarkson dan tim menemukan bukti-bukti baru di ceruk batu Laili, yang menghadap ke Sungai Laleia di Timor Leste tengah-utara. Tidak seperti situs lain di wilayah tersebut, Laili mengawetkan sedimen dalam yang berumur antara 59.000 dan 54.000 tahun lalu yang tidak mengandung tanda-tanda keberadaan manusia.
Manusia datang melalui upaya kolonisasi yang disengaja dan berskala besar, bukan pemukiman oleh populasi kecil. Hal ini terlihat jelas pada jejak-jejak awal pendudukan, yang mencakup tumpukan artefak batu yang padat, dan sisa-sisa makanan yang kaya akan ikan dan kerang.
”Di atas lapisan ini, kami menemukan tanda-tanda jelas kedatangan manusia, di tanah yang terbentuk sekitar 44.000 tahun lalu. Hal ini memberikan bukti yang jelas bahwa meskipun manusia pada awalnya tidak ada di lokasi dan lanskap setempat, mereka kemudian mencapai jumlah yang signifikan,” tulis Mike W Morley, Direktur Flinders Microarchaeology Laboratory, Flinders University, yang terlibat kajian ini di The Conversation.
Dengan menganalisis lapisan sedimen di Laili, para peneliti menunjukkan bahwa manusia datang melalui upaya kolonisasi yang disengaja dan berskala besar, bukan pemukiman oleh populasi kecil. Hal ini terlihat jelas pada jejak-jejak awal pendudukan, yang mencakup tumpukan artefak batu yang padat, dan sisa-sisa makanan yang kaya akan ikan dan kerang.
”Kami menggunakan teknik yang disebut mikromorfologi untuk mempelajari lapisan sedimen di bawah mikroskop,” kata Mike dan tim.
Dengan teknik ini, para peneliti juga bisa melihat sedimen sebelum kehadiran manusia. Ketika manusia masuk ke lokasi tersebut, banyak jejak aktivitas yang muncul secara tiba-tiba, termasuk lapisan terinjak yang terkompresi akibat lewatnya orang-orang di lantai tempat berlindung.
Dari penelitian lain, para peneliti juga mengetahui adanya bukti adanya manusia yang tiba di lokasi lain di Timor Leste dan Pulau Flores di dekatnya antara 47.000 dan 45.000 tahun yang lalu. Secara keseluruhan, semua bukti ini sangat mendukung pandangan bahwa manusia baru tiba di wilayah ini sekitar waktu ini.
Sebelumnya, penelitian Patrick Roberts, arkeolog dari Max Planck Institute for the Science of Human History, Jerman dan tim di jurnal Nature Communication (2020) menemukan bukti penghunian manusia modern di pesisir Pulau Alor dan Pulau Timor, sejak 42.000 tahun lalu. Temuan arkeologis ini memberikan petunjuk adaptasi manusia paling awal terhadap lingkungan pesisir di Zona Wallacea, yang menunjukkan peran penting kawasan ini dalam membentuk tradisi maritim.
Dalam kajian tersebut, Patrick dan tim melakukan analisis isotopik enamel gigi fosil manusia yang ditemukan di Asitau Kuru, Lene Hara, Matja Kuru 1 and 2 (Timor), serta di Makpan dan Tron Bon Lei (Alor). Disimpulkan bahwa manusia paling awal yang tiba di dua pulau ini berspesialisasi dalam penggunaan sumber daya pesisir dan laut.
Kajian sebelumnya oleh Sue O’Connor dan tim di jurnal Nature (2011) juga menemukan sisa-sisa beragam spesies ikan pelagis seperti tuna dan alat pancing untuk laut dalam, berumur sekitar 42.000 tahun lalu di situs hunian Jerimalai di Timor Timur. Alat penangkapan ikan pelagis ini merupakan yang tertua di dunia.
Shipton dan tim juga menunjukkan perpindahan ke pulau-pulau tersebut merupakan sebuah proses yang berkelanjutan dan bukan sebuah peristiwa tunggal, dengan pendudukan pulau-pulau di bagian selatan terjadi ribuan tahun setelah pendudukan awal ke Paparan Sahul.
Namun, temuan terbaru ini mendorong evaluasi ulang rute dan waktu migrasi manusia paling awal ke Sahul. Tidak adanya bukti penghunian manusia di Timor sebelum 50.000 tahun yang lalu menunjukkan bahwa manusia tiba di pulau tersebut lebih lambat dari perkiraan sebelumnya. Jalur awal migrasi manusia pertama ke Paparan Sahul kemungkinan melalui bagian tengah atau utara Kepulauan Wallacea.
Hal ini terjadi karena pulau-pulau di bagian selatan termasuk Pulau Timor mempunyai jumlah hewan darat yang lebih sedikit untuk dimakan. Penjajah awal membutuhkan fleksibilitas untuk hidup dari ikan dan kerang. Jadi pindah ke pulau-pulau selatan ini mungkin lebih menantang dibandingkan dengan pulau-pulau utara yang memiliki lebih banyak hewan darat berukuran sedang hingga besar.