Penduduk Indonesia Konsumsi Mikroplastik Tertinggi di Dunia
Masyarakat Indonesia diperkirakan mengonsumsi mikroplastik dari makanan sekitar 15 gram per kapita per bulan.
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina, menduduki peringkat teratas dalam daftar konsumsi mikroplastik per kapita global. Masyarakat Indonesia diperkirakan mengonsumsi mikroplastik dari makanan yang tercemar sekitar 15 gram per kapita per bulan.
Temuan tersebut didasarkan pada perhitungan seberapa banyak mikroplastik yang tanpa disadari terkonsumsi sebagai akibat dari sampah plastik yang tidak diolah dan terdegradasi dan menyebar ke lingkungan.
Penelitian yang dilakukan para peneliti Cornell University ini diterbitkan di jurnal Environmental Science & Technology dan dirilis pada Rabu (22/5/2024). Studi ini dilakukan dengan memetakan serapan mikroplastik di 109 negara dengan didasarkan pada model data yang memperkirakan berapa banyak mikroplastik termakan dan terhirup.
Baca juga: Ancaman Pencemaran Mikroplastik
Untuk memperkirakan konsumsi manusia secara lebih komprehensif, studi ini memperhitungkan kebiasaan makan penduduk setiap negara, teknologi pemrosesan makanan, demografi usia, dan laju pernapasan. Semua faktor yang berkontribusi terhadap perbedaan cara penduduk di setiap negara mengonsumsi mikroplastik diperhitungkan.
”Penyerapan mikroplastik di tingkat negara merupakan indikator penting dari polusi plastik dan risiko kesehatan masyarakat,” kata Fengqi You, ahli kimia dari Systems Engineering Cornell University, yang menulis kajian ini bersama mahasiswa doktoralnya, Xiang Zhao.
Menurut You, pemetaan global yang komprehensif mendukung upaya mitigasi polusi lokal melalui peningkatan pengendalian kualitas air dan daur ulang limbah yang efektif.
Studi ini menilai penyerapan makanan dengan mengumpulkan data konsentrasi mikroplastik di subkategori kelompok makanan utama, seperti buah-buahan, sayuran, protein, biji-bijian, produk susu, minuman, gula, garam, dan rempah-rempah. Model tersebut juga menggunakan data yang merinci berapa banyak makanan yang dikonsumsi di sejumlah negara. Misalnya, konsumsi garam meja per kapita di Indonesia dan Amerika Serikat hampir sama, tetapi konsentrasi mikroplastik dalam garam meja di Indonesia dinilai 100 kali lebih tinggi.
15 gram per Kapita
Secara keseluruhan, penelitian ini menemukan bahwa masyarakat Indonesia mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik per kapita per bulan, lebih banyak dibandingkan negara lain. Sebagian besar partikel plastik ini berasal dari sumber air, seperti makanan laut.
Jumlah tersebut merupakan peningkatan konsumsi mikroplastik harian sebesar 59 kali lipat dari tahun 1990 hingga 2018, rentang waktu yang digunakan untuk model tersebut. Bandingkan dengan asupan mikroplastik dari makanan di Amerika yang diperkirakan 2,4 gram per kapita per bulan dan terendah adalah Paraguay sebesar 0,85 gram per kapita per bulan.
Baca juga: Cemaran Mikroplastik pada Garam dan Ikan
Sejumlah penelitian sebelumnya telah melaporkan kandungan mikroplastik pada garam dan ikan di Indonesia. Cemaran plastik mikro pada garam dan ikan itu ditemukan melalui penelitian oleh dua tim terpisah, yaitu peneliti Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2018.
Menghirup mikroplastik
Selain menghitung tingkat konsumsi mikroplastik melalui makanan, para peneliti juga menganalisis mikroplastik yang terhirup manusia melalui pernapasan. Data konsentrasi mikroplastik di udara, demografi usia, dan laju pernapasan manusia digunakan untuk menghitung mikroplastik yang terhirup ini.
China, Mongolia, dan Inggris berada di peringkat teratas negara-negara yang menghirup mikroplastik paling banyak. Menurut temuan para peneliti, penduduk China dan Mongolia menduduki peringkat teratas yang menghirup lebih dari 2,8 juta partikel mikroplastik per bulan. Penduduk AS menghirup sekitar 300.000 partikel per bulan.
Hanya penduduk di Mediterania dan wilayah sekitarnya yang menghirup mikroplastik lebih sedikit. Negara-negara seperti Spanyol, Portugal, dan Hongaria menghirup 60.000-240.000 partikel per bulan.
Baca juga: Peneliti Menemukan Mikroplastik di Jaringan Testis Manusia
”Industrialisasi di negara berkembang, khususnya di Asia Timur dan Asia Selatan, telah menyebabkan peningkatan konsumsi bahan plastik, timbulan sampah, dan penyerapan mikroplastik oleh manusia. Sebaliknya, negara-negara industri mengalami tren sebaliknya, didukung oleh sumber daya ekonomi yang lebih besar untuk mengurangi dan menghilangkan plastik bekas,” tutur You.
You menambahkan bahwa penelitian ini dapat memberikan masukan bagi strategi pengurangan penggunaan mikroplastik yang disesuaikan dengan perekonomian lokal dan konteks industri. Namun, upaya tersebut memerlukan kolaborasi internasional, seperti dukungan teknologi dari negara-negara maju untuk memajukan strategi pengurangan limbah.
Menurut penelitian tersebut, pengurangan sampah plastik di perairan sebesar 90 persen dapat menyebabkan penurunan paparan mikroplastik secara signifikan, 51 persen di negara maju dan 49 persen di kawasan industri maju.
Studi ini diterbitkan setelah pertemuan komite internasional yang merundingkan Perjanjian Plastik Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 23-29 April lalu, sebuah perjanjian mengikat secara hukum yang akan menetapkan aturan global seputar produksi dan pembuangan plastik. Perjanjian tersebut diharapkan selesai pada akhir tahun ini dengan fokus pada kolaborasi internasional untuk mengurangi mikroplastik di lingkungan laut.
”Membersihkan sistem air permukaan global adalah sebuah proses maraton yang dipengaruhi oleh kondisi industri dan sosial ekonomi setempat,” kata Zhao.
”Namun, peta global kami yang menunjukkan titik-titik panas mikroplastik di perairan dapat memulai perjalanan ini. Penelitian kami menyoroti bahwa mengatasi serapan mikroplastik memerlukan pendekatan multifaset, termasuk solusi pengemasan yang berkelanjutan, menegakkan peraturan pengelolaan limbah yang ketat, dan memajukan teknologi pengolahan air.”