Upaya Sumbawa Barat Hadirkan Sanitasi Aman dan Air Bersih
Pemenuhan air bersih dan sanitasi aman di Sumbawa Barat dapat berkontribusi dalam upaya penurunan ”stunting”.
Empat petugas dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, telah tiba di salah satu rumah warga di Kelurahan Kuang, Kecamatan Taliwang, Sumbawa Barat, Kamis (2/5/2024). Mereka datang dengan perlengkapan kerja dan mobil penyedot tinja untuk mengelola air limbah secara rutin.
Penyedotan tinja di rumah warga oleh petugas yang tergabung dalam Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengolahan Air Limbah Domestik tersebut berlangsung sekitar 30 menit. Setelah itu, hasil penyedotan dibuang ke Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPALD) di Desa Batu Putih yang berjarak sekitar 11 kilometer dari Kelurahan Kuang.
Selain Kelurahan Kuang, penyedotan tinja oleh petugas juga menjadi kegiatan rutin di Desa Sermong, Kecamatan Taliwang. Sejak beberapa tahun lalu, Pemerintah Desa Sermong dan masyarakat membangun akses sanitasi aman melalui saluran resapan air dan tangki septik. Dengan begitu, limbah cair rumah tangga tidak mengalir langsung ke drainase.
Kepala Desa Sermong Rosidi menyampaikan, Desa Sermong telah memiliki komitmen dalam menjalankan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM). Semua program pemerintah desa terkait sanitasi ataupun kebersihan lingkungan lainnya juga selalu melibatkan masyarakat.
”Limbah cair rumah tangga yang dihasilkan harus dikelola oleh warga itu sendiri. Setiap rumah memiliki sumur resapan sehingga tidak ada lagi limbah cair rumah tangga yang mengalir ke saluran drainase. Biaya pembuatan sumur resapan ini semuanya merupakan swadaya dari masyarakat,” ujarnya ketika ditemui di Desa Sermong, Kamis (2/5/2024).
Menurut Rosidi, pembuatan sumur resapan secara swadaya ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah memiliki kesadaran terkait hidup bersih dan sehat. Hal ini juga menandakan bahwa semua warga turut terlibat dalam menjaga lingkungannya.
Sebelum menerapkan STBM, banyak warga Desa Sermong menderita penyakit yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan, salah satunya diare. Tak ingin warganya terus terserang diare, Pemerintah Desa Sermong kemudian mengenalkan STBM dengan sosialisasi dan berbagai arahan, khususnya dalam membangun sumur resapan.
Tidak lebih dari satu bulan sejak sosialisasi atau pengenalan konsep, Desa Sermong sudah berhasil menerapkan STBM. Masyarakat sadar terhadap kesehatan lingkungan karena ada penjelasan dan sosialisasi yang dilakukan secara konsisten dan terus-menerus.
Baca juga: Membangun Akses Sanitasi Aman lewat Swadaya Masyarakat
”Selama ini juga tidak ada tantangan berat yang dihadapi karena kami menerapkan STBM dengan pendekatan kekeluargaan, pemerintahan, dan ketegasan. Jadi, terlebih dahulu kami menerapkan pilar pertama STBM, yaitu stop buang air besar sembarangan,” kata Rosidi.
STBM sebagai program dari Kementerian Kesehatan yang diluncurkan pada 2008 ini dilakukan melalui pendekatan untuk mengubah perilaku kebersihan dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicu. STBM ditujukan untuk mengatasi masyarakat yang belum memiliki jamban atau masih buang air besar (BAB) sembarangan.
Salah satu indikator pencapaian STBM ialah mengurangi kejadian penyakit diare dan penyakit menular lingkungan lainnya. Selain itu, dalam STBM, semua individu dan masyarakat memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi dasar, tidak ada praktik BAB sembarangan, serta semua rumah tangga dapat mengelola limbah padat dan cair dengan baik.
Model pelaksanaan STBM
Kabupaten Sumbawa Barat merupakan salah satu model untuk pelaksanaan STBM di Indonesia. Kabupaten ini bersertifikat bebas BAB sembarangan pada 2017 dan bersertifikat STBM tahun 2021. Semua rumah tangga di kabupaten ini menggunakan fasilitas sanitasi yang lebih baik dengan tangki septik standar dan mengadopsi praktik kebersihan lainnya.
Bupati Sumbawa Barat Musyafirin mengemukakan, upaya meningkatkan kesehatan masyarakat melalui air bersih dan sanitasi aman sulit terwujud tanpa upaya gotong royong, partisipasi, serta kolaborasi dengan masyarakat. Oleh karena itu, pemkab membuat peraturan daerah tentang pemberdayaan gotong royong.
”Pertama kali kami mulai dengan jambanisasi. Sekitar 6.000 jamban mendapat intervensi di semua desa. Setelah itu, intervensi lainnya, yaitu untuk tangki septik dan ini melibatkan aparatur sipil negara ataupun agen lainnya yang ada di setiap pelosok,” katanya.
Saat Musyafirin terpilih menjadi Bupati Sumbawa Barat tahun 2016, salah satu program utama dalam 100 hari kepemimpinannya ialah memperbaiki sanitasi masyarakat. Komitmen ini ditunjukkan dengan capaian 100 persen akses sanitasi pada 2016 yang diverifikasi dan disertifikasi oleh pemerintah provinsi tahun 2017.
Berbagai kebijakan dan regulasi juga dikeluarkan Pemkab Sumbawa Barat untuk mempercepat agenda sanitasi serta membentuk unit operator untuk mengelola layanan pengolahan air limbah domestik. Di sisi lain, para motivator, agen, dan komunitas diberikan penghargaan ketikan telah berhasil mencapai tonggak program tertentu.
Penerapan STBM dan tercapainya masyarakat bebas BAB sembarangan di Sumbawa Barat turut berkontribusi terhadap penurunan penyakit infeksi lingkungan. Dinas Kesehatan Sumbawa Barat melaporkan, jumlah kasus diare di Sumbawa Barat pada 2015 mencapai 4.634 kasus dan turun menjadi 1.443 kasus pada 2020.
Selain itu, Sumbawa Barat juga memiliki prevalensi tengkes (stunting) yang lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya di NTB. Prevalensi tengkes di Sumbawa Barat pada 2019 ialah 18,3 persen lebih rendah daripada NTB (32 persen) dan nasional (30,8 persen). Kemudian pada 2020, prevalensi tengkes di Sumbawa Barat turun menjadi 15,1 persen.
Terkait dengan ketersediaan air, Musyafirin menyebut bahwa cakupan air bersih di wilayahnya sudah mencapai 100 persen. Ketersediaan air semakin terpenuhi setelah Presiden Joko Widodo meresmikan Bendungan Tiu Suntuk yang memiliki manfaat untuk irigasi seluas 1.900 hektar dan pemenuhan air baku sebanyak 680 liter per detik.
Pengelolaan sanitasi aman
Selain program dari pemkab, Sumbawa Barat juga mendapat dukungan dari Dana PBB untuk Anak-anak (Unicef) guna mendukung pencapaian lima pilar STBM dan optimalisasi pengelolaan sanitasi aman. Sejumlah dukungan yang diberikan antara lain melalui pelatihan bagi sanitarian dan penggerak masyarakat.
Unicef juga memberikan pendampingan teknis kepada sejumlah pihak, seperti pemerintah daerah, pemerintah desa, dan puskesmas, terkait dengan air ataupun sanitasi. Kemudian Unicef turut terlibat memperbarui gerakan Buang Air Besar Sembarangan Nol (Basno) di tingkat provinsi dengan merevisi peraturan gubernur dan membuat peta jalan.
Spesialis Air, Sanitasi, dan Kebersihan (WASH) Unicef Indonesia, Muhammad Zainal menyatakan, Unicef memberikan dukungan terkait STBM sejak 2017 karena saat itu NTB masih memiliki masalah kesehatan. Pencapaian target sejumlah program di NTB ini cukup baik karena adanya komitmen dan dukungan dari pemerintah daerah.
Baca juga: Sederhana tetapi Penting, Anak-anak Diajarkan Cuci Tangan sejak Dini
”NTB merupakan provinsi kedua di Indonesia yang berhasil mencapai kriteria bebas BAB sembarangan. Target kami bukan sekadar akses terhadap sanitasi layak, melainkan Unicef memiliki target agar pengelolaan limbah dapat berjalan aman sebelum dibuang ke lingkungan. Kita pun mendorong program penguatan pengolahan limbah,” ucapnya.
Zainal menambahkan, peningkatan sanitasi aman dan ketersediaan air bersih pada akhirnya juga akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat, termasuk anak-anak. Hal ini sudah ditunjukkan Kabupaten Sumbawa Barat yang telah menurunkan angka tengkes secara signifikan sebagai manfaat dari pemenuhan air bersih dan sanitasi aman.