Sering Mimpi Buruk dan Berhalusinasi Bisa Jadi Penanda Munculnya Penyakit Autoimun
Mimpi dapat menandakan perubahan fisik, neurologis, dan kesehatan mental, dan terkadang menjadi indikator awal penyakit.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sering mengalami mimpi buruk dan berhalusinasi dapat menjadi penanda timbulnya penyakit autoimun, seperti lupus. Temuan ini memperkuat bukti bahwa mimpi dapat menandakan perubahan fisik, neurologis, dan kesehatan mental, serta terkadang bisa menjadi indikator awal penyakit di tubuh kita.
Temuan ini dilaporkan tim internasional yang dipimpin para peneliti di Universitas Cambridge dan King's College London di jurnal eClinicalMedicine, bagian dari jurnal The Lancet, pada Senin (20/5/2024).
Dalam penelitian ini, para peneliti menyurvei 676 orang yang hidup dengan lupus berikut 400 dokter, serta melakukan wawancara rinci dengan 69 orang yang hidup dengan penyakit rematik autoimun sistemik (termasuk lupus) beserta 50 dokternya. Lupus adalah penyakit peradangan autoimun yang diketahui berdampak pada banyak organ, termasuk otak.
Dalam studi tersebut, tim bertanya kepada pasien tentang waktu timbulnya 29 gejala kesehatan neurologis dan mental (seperti depresi, halusinasi, dan kehilangan keseimbangan). Dalam wawancara, pasien juga ditanya apakah mereka dapat membuat daftar urutan gejala yang biasanya muncul ketika penyakit mereka sedang kambuh.
Salah satu gejala umum yang dilaporkan adalah gangguan tidur dalam mimpi, yang dialami oleh tiga dari lima pasien. Sepertiga di antara pasien ini melaporkan gejala ini muncul setahun sebelum timbulnya penyakit lupus.
Kurang dari satu dari empat pasien melaporkan mengalami halusinasi. Dari jumlah itu, 85 persen di antaranya tidak mengalami gejala hingga awal kemunculan penyakit atau setelahnya. Namun, ketika para peneliti mewawancarai para pasien, mereka menemukan bahwa tiga dari lima pasien lupus dan satu dari tiga pasien dengan kondisi terkait rematologi lainnya melaporkan semakin terganggu akibat mimpi-mimpi dalam tidurnya.
Biasanya mimpi buruk itu dirasakan sangat nyata dan menyengsarakan, tepat sebelum mengalami halusinasi. Beberapa bentuk mimpi buruk yang sering kali terlihat nyata dan menyengsarakan itu, misalnya, diserang, dijebak, dihancurkan, atau terjatuh.
Salah satu pasien dari Irlandia menggambarkan mimpi buruk mereka. ”Mengerikan, seperti pembunuhan, seperti kulit orang terkelupas, mengerikan… Saya pikir ini seperti ketika saya kewalahan yang mungkin merupakan penyakit lupus yang buruk… jadi saya pikir semakin banyak stres yang dialami tubuh saya, maka mimpi itu akan semakin jelas dan buruk,” ungkapnya.
Pewawancara penelitian menemukan bahwa penggunaan istilah ”hari buruk” atau daymares untuk membicarakan halusinasi sering kali menimbulkan momen ”bola lampu” bagi pasien, dan mereka merasa bahwa kata tersebut tidak terlalu menakutkan dan mengandung stigma.
Penulis utama studi ini, Melanie Sloan dari Universitas Cambridge, mengatakan, penting bagi dokter untuk berbicara dengan pasien mereka tentang jenis gejala ini dan meluangkan waktu untuk menuliskan perkembangan gejala setiap pasien.
Menurut dia, pasien sering kali tahu gejala mana yang merupakan pertanda buruk bahwa penyakit mereka akan kambuh. Meski demikian, baik pasien maupun dokter selama ini cenderung enggan mendiskusikan kesehatan mental dan gejala neurologis, terutama jika mereka tidak menyadari bahwa ini bisa menjadi bagian dari penyakit autoimun.
”Selama bertahun-tahun saya telah mendiskusikan mimpi buruk dengan pasien lupus saya dan berpikir bahwa ada kaitannya dengan aktivitas penyakit mereka,” kata penulis studi senior David D'Cruz dari Kings College London.
Baik pasien maupun dokter selama ini cenderung enggan mendiskusikan kesehatan mental dan gejala neurologis, terutama jika mereka tidak menyadari bahwa ini bisa menjadi bagian dari penyakit autoimun.
Menurut dia, penelitian ini memberikan bukti bahwa mimpi buruk bisa menjadi gejala kesehatan mental dan neurologis yang merupakan tanda peringatan dini bahwa seseorang sedang mendekati kondisi ”flare,” di mana penyakitnya memburuk untuk jangka waktu tertentu.
Oleh karena itu, D'Cruz berharap lebih banyak dokter bertanya tentang mimpi buruk dan gejala neuropsikiatri lainnya, yang sering kali dianggap tidak biasa, tetapi sebenarnya sangat umum terjadi pada autoimunitas sistemik. ”Itu bisa membantu kita mendeteksi penyakit yang kambuh lebih awal,” katanya.
Pentingnya mengenali gejala-gejala ini diperkuat oleh laporan bahwa beberapa pasien pada awalnya salah didiagnosis atau bahkan dirawat di rumah sakit karena episode psikotik dan/atau keinginan bunuh diri, yang kemudian ditemukan sebagai tanda pertama penyakit autoimun mereka.
”Pada usia 18 tahun saya didiagnosis dengan gangguan kepribadian, dan enam bulan kemudian dengan lupus pada usia 19 tahun. Jadi, semuanya sangat berdekatan dan aneh ketika (gangguan kepribadian) saya terkendali dan lupus saya terkendali dalam waktu enam bulan,” ungkap seorang pasien dari Skotlandia.
Guy Leschziner, ahli saraf di Rumah Sakit Guys' dan St Thomas yang turut menulis kajian, mengatakan, pihaknya telah lama menyadari bahwa perubahan dalam mimpi dapat menandakan perubahan fisik, neurologis, dan kesehatan mental, serta terkadang bisa menjadi indikator awal penyakit (tubuh).
”Namun, ini adalah bukti pertama bahwa mimpi buruk juga dapat membantu kita memantau kondisi autoimun yang serius, seperti lupus, dan merupakan petunjuk penting bagi pasien dan dokter bahwa gangguan tidur dapat memberi tahu kita bahwa penyakit tersebut akan kambuh,” paparnya.