Sidang 100 Tahun KWI Menguatkan Peran Gereja Katolik untuk Indonesia
Gereja Katolik harus kian bermakna di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk dengan nilai kasih dan persaudaraannya.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sidang Konferensi Waligereja Indonesia atau KWI mendorong umat Katolik bersama masyarakat Indonesia semakin menguatkan kebersamaan dan persatuan demi kemajuan bangsa. Dengan persatuan, Gereja ingin sejumlah permasalahan bangsa, mulai dari sosial, politik, ekologi, dan konflik antargolongan bisa dihadapi bersama.
Sidang KWI digelar pada 13-16 Mei 2024 di Wisma KWI, Jakarta Pusat. Sidang yang bertepatan dengan 100 tahun KWI ini dihadiri 33 Uskup aktif, 3 Administrator Diosesan, 1 Vikaris Jenderal (Vikjen), dan 6 Uskup Emeritus. Sejumlah tokoh organisasi keagamaan dan kepercayaan, serta Kementerian Agama juga diundang untuk bersama-sama memberikan masukan pada gereja agar bisa berperan lebih.
Gereja Katolik itu harus netral secara politik praktis, tetapi tidak pernah netral berkaitan dalam moral.
Ketua KWI Monsinyur Antonius Subianto Bunjamin mengatakan, Gereja Katolik harus hadir dan bermakna di tengah masyarakat Indonesia yang mejemuk. Gereja menginginkan umat Katolik memiliki iman yang sejati dengan nilai-nilai kasih dan persaudaraannya, lalu muncul sikap bela rasa terhadap sesama.
”Kehadiran Gereja Katolik untuk membangun gereja dan bangsa sebagaimana diamanatkan oleh Tuhan, sidang ini menjadi refleksi bagi kita apa yang belum kami laksanakan dan harus segera dilaksanakan,” kata Monsinyur Antonius di Wisma KWI, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2024).
Antonius juga menyatakan kesiapan KWI untuk mendukung pemerintahan baru di bawah presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka. Dukungan ini bukan berarti dukungan politis, melainkan KWI akan terus mengawal kebijakan pemerintah agar selalu berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan.
Sikap ini, kata Antonius, tidak mengurangi sikap kritis gereja pada setiap kebijakan yang mungkin bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan atau nilai gerejawi. ”Gereja Katolik itu harus netral secara politik praktis, tetapi tidak pernah netral berkaitan dalam moral,” ucapnya.
Oleh karena itu, dalam sidang ini mereka membahas beberapa isu lain seperti sosial, politik, kemiskinan, kesehatan, orang muda, lanjut usia, perempuan, imigran, dan lingkungan hidup. Gereja Katolik diminta untuk terlibat bersama masyarakat menghadapi sejumlah permasalahan tersebut.
Salah satu masalah yang masih menjadi sorotan gereja adalah intoleransi, salah satunya kasus terbaru saat sekelompok mahasiswa yang berdoa bersama dibubarkan di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Masalah lain adalah tindakan kekerasan di Papua yang tak kunjung usai serta masalah kemiskinan yang semakin meluas.
Sekretaris Jenderal KWI Monsinyur Paskalis Bruno Syukur mengungkapkan, dalam sidang ini gereja juga menyadari bahwa semangat yang disepakati bersama dalam sidang KWI selama ini sering kali tidak diimplementasikan sampai ke seluruh gereja di Indonesia. KWI meminta para uskup bisa mendorong gereja-gereja di wilayahnya untuk menguatkan tujuan sesuai dengan konteks permasalahan di wilayah masing-masing.
”Gereja yang mengimani Yesus Kristus itu harus membumi di Indonesia. Sepak terjang dan karya-karya pastoral gereja yang diinspirasikan oleh Injil itu menjawab masalah-masalah tersebut,” kata Paskalis.
Sidang KWI juga mempersiapkan kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia yang dijadwalkan pada 3 hingga 6 September 2024. KWI terus berkoordinasi dengan pihak Vatikan untuk menyambut pemimpin Gereja Katolik di seluruh dunia itu.
Sampai hari ini KWI belum bisa memastikan agenda apa saja yang akan dilakukan Paus Fransiskus saat kunjungannya nanti. Ini sekaligus mengklarifikasi sejumlah kabar simpang siur yang beredar di komunitas Katolik.