Dana Indonesiana, Jalan Menuju Kebudayaan yang Berdaya
Dana Indonesiana dapat dimanfaatkan masyarakat untuk perlindungan, pengelolaan, dan penguatan kebudayaan.
Oleh
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
·4 menit baca
Pada 2022, sektor seni dan budaya di Amerika Serikat menorehkan pencapaian tertinggi sepanjang masa dengan menyumbang 4,3 persen produk domestik bruto. Tidak tanggung-tanggung, sektor ini memberikan kontribusi 1,1 triliun dollar AS terhadap perekonomian Amerika Serikat.
Dari tujuh sektor penyumbang produk domestik bruto (PDB) tertinggi, sektor seni dan budaya di Amerika Serikat mampu bertengger di urutan ketiga (1,1 triliun dollar AS). Tampil memimpin di peringkat pertama yaitu sektor layanan kesehatan dan bantuan sosial (1,8 triliun dollar AS) disusul sektor perdagangan ritel (1,6 triliun dollar AS) di peringkat kedua.
Sektor seni dan budaya unggul dibandingkan dengan empat sektor lainnya, yaitu transportasi dan pergudangan (920 miliar dollar AS); rekreasi di luar ruangan (469 miliar dollar AS); tambang (457 miliar dollar AS); serta pertanian, kehutanan, perikanan, dan hasil tangkap/perburuan (270 miliar dollar AS).
Apabila ditarik ke belakang dari 2018, maka hanya pada 2020 sektor seni dan budaya di Amerika Serikat mengalami penurunan kontribusi terhadap PDB akibat hantaman pandemi Covid-19. Seni dan budaya terbukti menyokong kekuatan perekonomian nasional dan negara-negara bagian di Amerika Serikat.
”Meskipun hal ini merupakan bukti kontribusi yang penting, ditemukan juga bukti kisah yang lebih rumit di mana masih ada pula dimensi sektor budaya yang mengalami kesulitan,” kata Kepala National Endowment for the Arts (Dana Abadi Nasional untuk Seni/NEA) Amerika Serikat Maria Rosario Jackson dalam rilis resmi NEA, Senin (25/3/2024).
Selain memberikan kontribusi pada nilai ekonomi, menurut Jackson, sektor seni dan budaya juga meningkatkan kehidupan dan masyarakat Amerika dalam banyak sisi lain. ”Kami akan terus memanfaatkan penelitian dan evaluasi yang cermat untuk memaparkan kisah kontribusi berkelanjutan ini,” ucapnya.
”Karya seni… milik seluruh rakyat Amerika,” demikian undang-undang di Amerika Serikat memberikan landasan hukum bagi munculnya sebuah yayasan nasional yang bergerak pada bidang seni dan humaniora pada 1965. Mulai saat itulah, kongres Amerika Serikat mendirikan NEA sebagai badan federal independen yang memberikan pendanaan dan dukungan bagi masyarakat Amerika untuk berpartisipasi dalam seni, melatih imajinasi mereka, dan mengembangkan kapasitas kreatif mereka.
Melalui kemitraan dengan lembaga seni negara, pemimpin lokal, lembaga federal, dan sektor filantropi, NEA mendukung pembelajaran seni, menegaskan dan merayakan warisan budaya Amerika yang beragam, serta mempromosikan akses yang setara terhadap seni di setiap komunitas di seluruh dunia. Dukungan ini berdampak pada tumbuhnya ekosistem seni budaya yang kemudian tumbuh menjadi salah satu penopang utama ekonomi Amerika Serikat.
Setengah abad kemudian, Indonesia juga memiliki basis hukum terkait kebudayaan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Pasal 48 Ayat (1) UU Pemajuan Kebudayaan menyebutkan,.. pendanaan pemajuan kebudayaan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah, kemudian dalam Pasal 49 Ayat (1) ditegaskan lagi, ...dalam rangka upaya pemajuan kebudayaan, Pemerintah Pusat membentuk dana perwalian Kebudayaan.
Ketersediaan Dana Indonesiana membawa angin segar bagi komunitas seni budaya.
Atas dasar legalitas inilah, pemerintah wajib menyediakan dana perwalian yang diwujudkan lewat dana abadi kebudayaan. Dana abadi kebudayaan yang kemudian disebut Dana Indonesiana bersumber dari dana pokok yang diinvestasikan dan bunganya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya perlindungan, pengelolaan, dan penguatan kebudayaan. Adapun pengelola Dana Indonesiana adalah Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Layanan Dana Indonesiana meliputi program fasilitasi bidang kebudayaan, pemanfaatan dana abadi kebudayaan, dan beasiswa pelaku kebudayaan. Penerima manfaat Dana Indonesiana terdiri dari perorangan, kelompok/komunitas budaya, dan lembaga kebudayaan.
Pada 2022, terdapat 311 penerima manfaat Dana Indonesiana yang diseleksi dari total 3.579 pengajuan proposal. Berikutnya, pada 2023 terdapat 245 penerima manfaat yang telah menandatangani kontrak.
Lebih bergairah
Ketersediaan Dana Indonesiana membawa angin segar bagi komunitas seni budaya, salah satunya para sineas. Sebagai contoh, penyelenggaraan Festival Film Dokumenter (FFD) 2023 di Yogyakarta turut didukung Dana Indonesiana.
Dalam penyelenggaraan FFD 2023, dukungan Dana Indonesiana tidak hanya untuk menggelar festival, tetapi juga lokakarya bertajuk IDOCLAB (Indonesia Documentary Lab). Menurut Direktur FFD Kurnia Yudha Fitranto, ini adalah lokakarya pertama selama FFD berlangsung dalam dua dekade.
Dalam lokakarya tersebut, panitia FFD menerima 68 proposal film pendek yang kemudian dikurasi menjadi 10 proposal. Selama proses lokakarya yang digelar sejak Oktober 2023, para peserta diajak untuk mengembangkan gagasan dan penulisan skenario. Memasuki Desember 2023, peserta kemudian mempresentasikan proposal mereka dalam forum pitching.
Dari hasil pitching akhirnya terpilih lima proposal terbaik yang kemudian menerima dana produksi film. Menurut rencana, film mereka akan ditayangkan dalam FFD 2024 (Kompas, 10 Desember 2023).
Bantuan Dana Indonesiana juga dirasakan duo musik eksperimental Kuntari, Tesla Manaf dan Rio Abror, saat menggelar tur di 25 kota di sembilan negara, mulai dari Belanda, Jerman, Perancis, Denmark, Belgia, Italia, Lituania, Polandia, dan Ceko pada akhir Maret hingga akhir April lalu. Di negara-negara tersebut, mereka memainkan album Larynx keluaran 2022 (Kompas, 28 Maret 2024).
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengungkapkan, selama ini pemanfaatan anggaran untuk kegiatan seni dan budaya terbentur regulasi yang ketat. Karena itulah, dibutuhkan model penganggaran yang fleksibel.
”Kegiatan budaya biasanya dinamis dan eksperimental sehingga belum tentu proposal bisa diajukan sesuai siklus anggaran nasional. Dana Indonesiana bisa digunakan secara fleksibel. Program lintas tahun juga bisa dibiayai dengan dana ini,” ucap Nadiem.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Hilmar Farid menambahkan, Dana Indonesiana telah menjadi instrumen penting yang mendorong lahirnya ratusan karya dan kegiatan budaya di berbagai penjuru Tanah Air. ”Setiap karya dan inisiatif yang didanai menggambarkan keberagaman dan kekayaan budaya Nusantara serta menunjukkan komitmen kolektif kita untuk menjaga warisan leluhur dan memastikan keberlanjutannya untuk generasi mendatang,” ucapnya.
Belajar dari pengalaman Amerika mendirikan NEA, layanan Dana Indonesiana diharapkan bisa semakin memajukan kebudayaan Indonesia. Harapannya, kebudayaan bisa semakin berdaya.