Belum Ada Bukti Ilmiah yang Menjamin Keamanan ASI Bubuk
Tren mengubah ASI beku jadi bubuk agar praktis ramai diperbincangkan. Bagaimana jaminan keamanannya untuk bayi?
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ikatan Dokter Anak Indonesia menegaskan, belum ada bukti ilmiah bahwa olahan air susu ibu beku yang dikeringkan menjadi bubuk tak mengubah kandungannya dan baik untuk dikonsumsi bayi. Belakangan, informasi ini menjadi polemik di media sosial terkait keamanannya.
Ketua Satuan Tugas Air Susu Ibu (Satgas ASI) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Naomi Esthernita Fauzia Dewanto, dalam keterangan tertulis, menjelaskan, dampak pengeringan beku komponen penting ASI saat ini masih belum diketahui.
Namun, mengingat penggunaan suhu tinggi saat proses pengeringan ASI beku (freeze-dried ASI) untuk menghilangkan kandungan air, freeze-dried memiliki dampak pada rasa dan kualitas ASI. Hal ini sama seperti pembekuan ASI yang lazim dilakukan pada praktik rumahan.
Hasil studi mengenai pembekuan ASI menunjukkan, hal itu memicu perubahan fisik komponen utama ASI, seperti pecahnya membran gumpalan lemak dan perubahan misel kasein, serta penurunan komposisi faktor bioaktif protein seiring lamanya penyimpanan beku.
”Tanpa bukti penelitian yang memadai, belum jelas apakah freeze-dried ASI memiliki rasio protein, lemak, karbohidrat yang tepat sebagai sumber nutrisi penting yang dibutuhkan bayi, berikut zat aktif untuk kekebalan tubuh dan tumbuh kembang bayi,” kata Naomi, di Jakarta, Jumat (10/5/2024).
Metode freeze-dried ASI beku menjadi bentuk bubuk atau dikenal sebagai teknik lyophilization dilakukan untuk memperpanjang umur simpan ASI dari semula enam bulan dalam freezer menjadi tiga tahun.
Penggunanya beralasan bisa menghemat ruang penyimpanan ASI, kenyamanan untuk ibu yang sering bepergian, dan ingin terus memberikan ASI di luar masa cuti melahirkan.
Sejauh ini, CDC baru menetapkan metode penyimpanan ASI dengan dibekukan saja. Belum ada pedoman penyimpanan dan penggunaan ASI bubuk.
Proses ini meliputi pembekuan ASI pada suhu ekstrem minus (-) 50 celsius selama 3-5 jam, lalu mengubah ASI beku jadi susu bubuk memakai teknik sublimasi, yaitu transisi ekstraksi air selama dua hari langsung dari bentuk padat (es) ke gas (uap air) tanpa fase cair.
Umumnya, satu liter ASI akan menghasilkan sekitar 140 gram susu bubuk ASI. Namun, Metode freeze-dried tidak melalui prosedur pasteurisasi yang bertujuan untuk membunuh bakteri berbahaya. Dalam hal ini, pasteurisasi sengaja dihindari untuk menjaga probiotik vital yang ada dalam ASI.
Dengan demikian, kata Naomi, risiko kontaminasi tetap menjadi ancaman, khususnya pada saat rekonsiliasi penambahan air pada bubuk freeze-dried ASI sebelum dikonsumsi bayi.
Selain itu, metode ini adalah temuan yang relatif sangat baru. Belum ada pembuktian melalui riset ilmiah yang lengkap.
Sejauh ini belum ada aturan atau rekomendasi penggunaannya oleh organisasi kesehatan seperti Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), Akademi Pediatri Amerika (AAP), atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).
Oleh karena itu, IDAI tetap merekomendasikan seorang ibu untuk menyusui langsung dari payudara. Sebab menyusui langsung dari payudara dapat terjalin kontak erat antara ibu dan bayi, menumbuhkan rasa aman, dan meningkatkan ikatan orangtua-anak.
”Menyusui bukan sekadar memberikan ASI. Menyusui dan memerah ASI untuk bayi mungkin terasa melelahkan, dan dapat dimengerti jika ibu ingin mencari cara termudah untuk memastikan bayi tetap memperoleh ASI,” tuturnya.
Satgas ASI IDAI juga memperingatkan semua pihak agar tidak gegabah mempromosikan atau memberikan freeze-dried ASI kepada bayi, apalagi bayi dengan kondisi medis tertentu, seperti prematur, atau bayi yang mengalami gangguan kekebalan tubuh atau penyakit kronis.
”Sebab, zat aktif yang menjadi keunggulan ASI hilang dalam proses freeze-drying. Produk susu bubuk ini tidak steril proses pembuatannya, ditambah adanya risiko multiplikasi bakteri selama penyimpanan,” tutur Naomi.
Industri bermunculan
Tren ASI bubuk telah lama muncul di beberapa negara. Dalam beberapa tahun terakhir sejumlah perusahaan pengolah ASI bubuk bermunculan, seperti Milkify, Booby-Licious, Booby Food, Milk by Mom, and Leche.
Milkify, misalnya, dalam situs resminya menyatakan, pengeringan ASI menjadi bubuk yang mereka lakukan menjaga struktur molekul dalam ASI. Perusahaan mengenakan biaya beberapa ratus dollar AS tergantung beratnya untuk membekukan susu kering, lalu mengirimkannya dengan pendingin berinsulasi.
”Para periset di seluruh dunia telah meneliti topik ini selama beberapa dekade dan mereka sepakat bahwa pengeringan beku adalah cara aman dan efektif untuk menjaga kandungan nutrisi, imunologi, dan probiotik ASI yang menjadikannya standar emas nutrisi,” tulis Milkify.
Namun, CDC baru menetapkan metode penyimpanan ASI dengan dibekukan saja. Belum ada pedoman penyimpanan dan penggunaan ASI bubuk.
Adapun pedoman penyimpanan dan penggunaan ASI beku adalah ASI yang baru dipompa bisa bertahan baik selama empat jam di suhu ruangan, 4 hari di kulkas, dan 6-12 bulan di freezer.
ASI beku yang akan digunakan harus dicairkan selama 1-2 jam di meja atau 1 hari di kulkas. Catatan terpentingnya, jangan pernah membekukan kembali ASI yang sudah dicairkan. Sisa ASI yang tidak dihabiskan bayi masih baik dikonsumsi dalam waktu 2 jam.