Lupus merupakan penyakit kronis yang bisa dialami anak. Mengenali sejak dini bisa mencegah keparahan dan kematian.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lupus merupakan penyakit inflamasi kronis yang umumnya menyerang orang dewasa. Meski demikian, hampir 20 persen lupus terjadi pada anak dan gejalanya bisa lebih berat dibandingkan orang dewasa sehingga orangtua perlu mengenali gejala penyakit ini sejak dini untuk mengurangi risiko keparahan dan kematian.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim B Yanuarso, dalam diskusi daring pada Selasa (7/5/2024) mengatakan, lupus pada anak masih menjadi masalah di Indonesia dan di dunia. ”Penegakan diagnosisnya juga tidak mudah. Tanda-tanda awal penyakit ini sering kali luput sehingga pasien kerap datang sudah berat. Perlu edukasi untuk awam sehingga bisa deteksi dini untuk mengurangi risiko keparahan dan kematian,” ujarnya.
Menurut Piprim, lupus merupakan inflamasi kronis yang disebabkan oleh sistem imun tubuh yang mengalami masalah. Dalam kondisi normal, sistem imun seharusnya melindungi tubuh dari serangan infeksi virus atau kuman. Namun, sistem imun orang yang mengalami lupus justru menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri.
Penyakit otoimun ini memang sulit diketahui penyebabnya, tetapi banyak yang mengaitkan dengan gaya hidup. ”Makan dan kurang gerak bisa memicu inflamasi tinggi yang rutin,” ujarnya.
Anggota Unit Kerja Koordinasi Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Reni Ghrahani Dewi Majangsari, mengatakan, lupus umumnya terjadi pada orang dewasa. Meski demikian, berkisar 10- 20 persen lupus terjadi pada anak. ”Gejalanya lebih berat pada anak dibanding dewasa. Juga keterlibatan organ lebih banyak,” ujarnya.
Lupus pada anak kebanyakan terjadi kepada perempuan dengan perbandingan sembilan dibandingkan satu. Lupus pada anak terjadi saat usia 11-12 tahun.
”Faktor genetik dan etnik juga berpengaruh. Populasi Asia manifestasinya lebih berat dan serius dibandingkan kaukasia,” ujarnya.
Menurut Reni, lupus dapat mengenai segala organ anak. Penyakit ini bisa mengenai sistem saraf, paru-paru, sel darah merah atau putih, hingga memicu pembesaran kelenjar getah bening. Lupus juga bisa menyebabkan gangguan berupa ruam di wajah atau berbagai bagian tubuh, serta gangguan ginjal dan peradangan pada sendi.
”Lupus juga dapat menimbulkan gangguan hormon, kurangnya hormon tiroid. Anak-anak dengan lupus umumnya mengalami keterlambatan pubertas dan perkembangan,” ucapnya.
Reni menjelaskan, lupus merupakan penyakit kronis yang bisa mematikan dan tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dikontrol. Pasien bisa bebas gejala dengan obat minimal atau disebut remisi sekalipun bisa kambuh kembali.
”Dengan penanganan yang baik, pasien bisa direhabilitasi sehingga bisa beraktivitas sehari-hari,” kata Reni. Pasien lupus membutuhkan terapi nonfarmakologi, seperti pola hidup sehat, olahraga teratur, nutrisi yang sehat dan berimbang, hingga psikoterapi. Selain itu dengan farmakologi, di antaranya obat antiradang dan kortikosteroid.
Gejala pada anak
Dengan mengenali lebih dini dan pengobatan lebih dini, sangat penting bagi penderita lupus. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk mengenali tanda-tanda lupus pada anak.
Tanda lupus pada anak salah satunya berupa demam yang hilang timbul dengan tingkatan tidak terlalu tinggi sampai tinggi. ”Perlu waspada jika anak sering dirawat karena demam berkepanjangan juga tampak pucat. Kadang disarankan opname oleh dokter dan transfusi darah. Anak juga kelelahan tanpa penyebab jelas, mengalami penurunan berat badan, kerontokan rambut, dan nyeri badan pada pagi hari,” ujarnya.
Untuk memudahkan deteksi awal penyakit lupus pada anak, IDAI telah memberikan panduan saluri atau periksa lupus sendiri. Ada beberapa pertanyaan untuk mencurigai lupus, di antaranya apakah ada keluhan pada persendian, ruam kulit, pernah menderita sariawan lebih dari dua minggu, mengalami kelainan darah seperti anemia, leukositopenia, atau trombositopenia, serta sering mengalami demam di atas 38 derajat celsius dengan sebab yang tidak jelas.
Gejala lain yang perlu diwaspadai adalah apakah anak pernah mengalami nyeri dada selama beberapa hari saat menarik napas, sering merasa sangat lelah dan sangat lemas bahkan setelah cukup beristirahat, kulit anak hipersensitif terhadap sinar matahari, terdapat protein pada pemeriksaan urine anak, dan pernah mengalami serangan kejang.