Komunitas Pendidikan Bergerak untuk Memajukan Pendidikan
Kerja barengan mempercepat perbaikan kualitas pendidikan dibutuhkan. Komunitas pendidikan bergerak dan berkontribusi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan tak terbatas mengenai persekolahan. Di luar sekolah banyak kegiatan pendidikan yang bisa diisi komunitas untuk dapat mencerahkan dan menginspirasi generasi muda di Indonesia.
Oleh karena itu, jejaring komunitas pendidikan dengan beragam fokus berkarya untuk menghasilkan inovasi dan praktik baik guna turut memajukan mutu pendidikan bagi anak bangsa. Jejaring sekitar 1.000 komunitas pendidikan yang bergabung dalam Semua Murid Semua Guru (SMSG) berkolaborasi untuk menguatkan kualitas pendidikan Indonesia.
Kolaborasi ini diwujudkan dengan menggelar pesta pendidikan tahunan BelajaRaya 2024 yang melibatkan ribuan penggerak pendidikan.
Rangkaian kegiatan BelajaRaya 2024 dimulai dengan pertemuan figur publik, kreator konten, komunitas dan organisasi pendidikan, serta awak media pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, Kamis (2/5/2024).
Pertemuan tersebut bertajuk Kerja Barengan Ciptakan Ekosistem Pendidikan yang Berpusat dan Berpihak pada Anak. Acara ini diprakarsai komunitas pendidikan KeluargaKita, Kok Bisa, dan Indika Foundation.
Inisator SMSG, Najeela Shihab, Jumat (3/5/2024), di Jakarta, memaparkan, hingga kini pendidikan kerap dibatasi hanya mengenai persekolahan, baik sekolah maupun madrasah. Padahal, dalam ekosistem pendidikan, banyak penggerak pendidikan bekerja di dalam dan luar sekolah.
Berbagai isu pendidikan yang terlihat dalam kurikulum, bahkan kurikulum intangible, ingin dipecahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian, anak Indonesia dapat tumbuh dengan segala potensinya dan berkontribusi untuk kemajuan bangsa.
”Sekarang ini, misalnya, kreator konten dan seniman berperan tidak hanya di dunia digital atau industri kreatif, tapi dapat berdampak langsung pada proses belajar-mengajar,” ujar Najeela.
Menurut Najeela, kondisi pendidikan Indonesia belum ideal terkait akses, kualitas, dan kesetaraan. Namun, kondisi ini bukan untuk diratapi, tapi justru menjadi pemantik agar kerja bareng dari sekitar 1.000 komunitas pendidikan bisa berkontribusi dalam memecahkan masalah pendidikan dengan praktik baik dan inovasi.
”Ada yang lebih dari 50 tahun sudah bergerak di pendidikan, tapi ada juga yang baru berdiri lima bulan. Dengan semakin banyak yang mau mengambil peran dan terlibat, otomatis perbaikan, bahkan kini juga butuh percepatan perbaikan pendidikan, bisa dicapai demi masa depan 80 juta anak bangsa,” tuturnya.
Konten pendidikan
Sementara pembuat film sekaligus co-founder Wahana Creator, Gina S Noer, memaparkan, dirinya ingin tetap berkomitmen menghasilkan cerita dalam film yang membuat penonton dapat berefleksi dan mengendapkan cerita untuk bisa belajar tentang kehidupan.
Dengan semakin banyak yang mau mengambil peran dan terlibat, otomatis perbaikan, bahkan kini juga butuh percepatan perbaikan pendidikan, bisa dicapai demi masa depan 80 juta anak bangsa.
”Ada hal berkaitan dan baru bisa didapat dari film yang dibuat dari hasil refleksi. Pemantik dari film bisa jadi cara belajar kehidupan. Film terbaru Gina berjudul Dua Hati Biru dibuat dari pengendapan tentang pengasuhan dan komunikasi dalam keluarga. Ini penting untuk hidup agar tak banyak drama. Pendidikan seperti ini sering tidak dijumpai di sekolah, tapi bisa dari film,” papar Gina.
PendiriHellomotion, Wachyu Aditya, mengutarakan, seni budaya dapat menjadi medium untuk mengasah kecakapan berkreativitas, berpikir kritis, berkolaborasi, dan berkomunikasi. Sayangnya, seni budaya belum dianggap sama pentingnya dengan mata pelajaran ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu pengetahuan sosial.
Wachyu menambahkan, medium kreatif, seperti animasi, ilustrasi, atau musik, dapat mendukung literasi anak-anak. Buku komik Fun Cican pun lahir dari kreasi Wachyu untuk mendidik anaknya belajar kemandirian hingga pembentukan karakter sesuai dengan kebutuhan anak.
”Sayangnya, medium kreatif sering dipandang sebagai urusan seniman dari kacamata pendidikan formal. Padahal, ilustrasi, komik, dan animasi punya kelebihan dalam menyampaikan poin-poin edukasi kepada publik dengan cara menyenangkan, tapi tepat sasaran,” ujar Wachyu yang juga pendiri Hellomotion Academy untuk mendidik talenta kreatif Indonesia.
Menurut co-founder Kok Bisa, Ketut Yoga Yudistira, dunia digital perlu dimanfaatkan dengan konten edukasi yang mencerahkan. Platform Kok Bisa lahir untuk memanfaatkan perkembangan internet secara positif dengan menghadirkan konten sains populer yang menarik dan mudah dipahami masyarakat, terutama anak-anak.
Konten-konten sains populer yang dihadirkan Kok Bisa diharapkan dapat memicu anak-anak Indonesia agar mau bercita-cita menjadi ilmuwan, bahkan bisa menjadi peraih Nobel. ”Kami mau ada lebih banyak ilmuwan favorit anak-anak Indonesia selain Habibie,” ujar Yoga.
Sementara Chairman Wikimedia Foundation Indonesia Rachmat Wahidi mengatakan, di era digital, akses pada pengetahuan inklusif bisa diwujudkan. Setiap orang dapat berperan membagikan pengetahuan. Karena itu, Wikimedia mendukung pelatihan pembuat konten agar menghasilkan konten pengetahuan yang bermutu, menghibur, dan mudah diakses.