Sejumlah kajian menunjukkan sampah puntung rokok termasuk limbah B3 yang berdampak buruk bagi lingkungan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai kajian telah membuktikan bahwa sampah puntung rokok termasuk dalam limbah bahan berbahaya dan beracun. Bahkan, puntung rokok dapat menjadi sampah yang paling berbahaya, baik bagi lingkungan maupun makhluk hidup. Namun, perhatian pemerintah dan masyarakat mengenai bahaya tersebut masih sangat kurang.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova dalam diskusi media di Jakarta, Selasa (30/4/2024), mengatakan, sampah puntung rokok menambah kompleksitas racun yang ada di alam. Bahaya dari sampah puntung rokok semakin besar di Indonesia sebagai negara tropis yang memiliki suhu yang lebih panas, terutama di daerah pesisir.
Filter yang terdapat di puntung rokok terbuat dari selulosa asetat merupakan mikroplastik yang sulit terurai di lingkungan. Pada suhu yang lebih panas, proses fragmentasi dari lapisan selulosa asetat akan semakin cepat. Pada satu filter rokok dapat melepaskan hingga 100 serat selulosa asetat setiap hari.
”Sampah puntung rokok memiliki kompleksitas yang sangat tinggi bagi lingkungan. Jadi, puntung rokok bisa menjadi jenis sampah yang paling berbahaya yang dibuang oleh manusia saat ini,” kata Reza.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Reza di 18 pantai di Indonesia selama periode Februari 2018-Desember 2019, sampah puntung rokok menjadi sampah nomor delapan tertinggi yang ditemukan dengan proporsi 6,47 persen. Setiap satu meter persegi setidaknya ditemukan satu puntung rokok. Sampah puntung rokok semakin banyak ditemukan di area pantai yang menjadi kawasan wisata.
Limbah B3
Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari menuturkan, tingginya ancaman dari sampah puntung rokok sayangnya belum disertai dengan kesadaran akan pengelolaan dari sampah tersebut. Limbah puntung rokok pun selama ini belum diperlakukan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Akibatnya, pengelolaan sampah puntung rokok tidak dilakukan dengan baik.
Sampah puntung rokok memiliki kompleksitas yang sangat tinggi bagi lingkungan. Jadi, puntung rokok bisa menjadi jenis sampah yang paling berbahaya yang dibuang oleh manusia saat ini.
Karena itu, ia mengatakan, sejumlah kajian dilakukan untuk membuktikan bahwa sampah puntung rokok merupakan jenis limbah B3 yang berdampak buruk bagi lingkungan. Dengan hasil kajian tersebut diharapkan pemerintah bisa segera menetapkan sampah puntung rokok sebagai limbah B3. Selain itu, pengelolaan sampah puntung rokok juga harus diintegrasikan dengan kebijakan pengelolaan limbah B3 yang sudah ada.
”Sebenarnya tidak perlu regulasi baru karena pengelolaan sampah puntung rokok sebagai limbah B3 sudah bisa diakomodasi dari regulasi pengelolaan limbah B3 yang sudah ada. Namun, harus ditegaskan bahwa sampah puntung rokok merupakan limbah B3,” tutur Lisda.
Dengan ditetapkannya sampah puntung rokok sebagai limbah B3, pengelolaan sampah puntung rokok dapat diterapkan dengan pendekatan pengurangan (reduce) di tingkat hilir. Itu dilakukan dengan mewajibkan perusahaan rokok untuk membayar kerugian atau dampak dari kerusakan lingkungan.
Pemberlakuan cukai terhadap filter rokok pun dapat diterapkan berdasarkan perhitungan dampak lingkungan dari sifat B3 pada puntung rokok. Pengaturan filter rokok dapat dijalankan pula dalam penyusunan Plastic Treaty.
Anggota tim penyusun Policy Paper ”Urgensi Puntung Rokok sebagai Sampah B3” dari Yayasan Lentera Anak, Nahla Jovial Nisa, menyampaikan, urgensi pengelolaan sampah puntung rokok sebagai limbah B3 kian besar karena jumlah perokok di Indonesia yang juga sangat besar. Jumlah perokok di Indonesia tertinggi ketiga di dunia. Dengan jumlah perokok yang besar tersebut, sampah puntung rokok yang dihasilkan pun akan semakin besar.
Mengutip data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, konsumsi rokok domestik mencapai 322 miliar batang pada 2020. Dari jumlah itu dihasilkan sekitar 99.820 ton sampah puntung rokok dengan perhitungan setiap puntung rokok memiliki berat sekitar 310 miligram.
Menurut Nahla, jika tidak ada perhatian lebih dari pemangku kebijakan mengenai ancaman sampah puntung rokok, dampak buruk pada lingkungan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, akan semakin besar. Dalam jangka panjang, sampah puntung rokok pun bisa mengancam kesehatan makhluk hidup, termasuk manusia, akibat kandungan mikroplastik yang sulit terurai.
”Hasil kajian yang dilakukan telah membuktikan bahwa dari segi definisi, kandungan, dan karakteristik, sampah puntung rokok telah memenuhi sebagian prasyarat dalam kategori limbah B3,” ucapnya.
Dari definisi, sampah puntung rokok merupakan buangan dari kegiatan merokok yang tersisa setelah seseorang selesai mengisapnya. Sampah puntung rokok berbahaya karena tidak dapat terurai secara hayati dan sangat beracun bagi organisme laut. Dari segi kandungan, sampah puntung rokok juga terbukti mengandung selulosa asetat yang berbahaya bagi tanaman, hewan, dan manusia.
Setidaknya ada 15 zat yang terkandung dalam puntung rokok yang masuk dalam daftar zat yang dikategorikan B3 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Zat berbahaya tersebut, antara lain, nikotin, benzena, butana, butanol formaldehida, kadmium, metanol, dan fenol.
Akan tetapi, Nahla menyampaikan, pengaturan tentang pengelolaan sampah puntung rokok tidak secara eksplisit ditegaskan oleh pemerintah, Selain itu, tidak ada kesadaran dari pemerintah juga industri untuk mengelola sampah puntung rokok.
”Kami harap pemerintah segera menetapkan sampah puntung rokok sebagai limbah B3 dan memasukkannya ke kebijakan yang sudah ada. Jika tidak dikelola dengan baik, dampak lingkungannya akan sangat signifikan,” ujarnya.