Satu Juta Guru Kian Sulit Terpenuhi, Harapan Guru Terkoyak
Menuntaskan pengangkatan satu juta guru honorer menjadi PPPK tahun 2024 jauh dari harapan. Formasi tidak sesuai target.
Pengangkatan satu juta guru honorer menjadi guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK yang ditargetkan tuntas pada 2024 masih jauh dari harapan. Torehan sejarah perekrutan guru honorer menjadi PPPK hampir empat tahun ini tercapai 775.000 guru.
Sayangnya, di pengujung program penuntasan target pemenuhan satu juta guru, bahkan pemerintah melebihkannya menjadi hampir 1,2 juta guru, kian pudar di tahun ini. Pemerintah membuka formasi perekrutan sekitar 419.000 guru, tetapi pemerintah daerah (pemda) hanya berani mengusulkan kuota sekitar 170.000 guru.
Ambisi pemerintah yang tak disambut pemda ini menggoyahkan harapan para guru non-aparatur sipil negara (ASN) yang masih tersisa. Para guru honorer yang mengajar selama belasan hingga hampir dua dekade, bahkan di antara mereka ada yang dalam waktu dekat bakal pensiun, kian tidak berani membayangkan menutup perjalanan pengabdian dengan kesejahteraan ala kadarnya. Dambaan akan status guru PPPK kian menjauh.
Baca juga: Pemda Tidak Optimal, Pemerintah Pusat Ambil Alih Pengajuan Formasi Guru PPPK
Para guru honorer hanya bisa mengadukan nasib kepada wakil rakyat di Senayan, Jakarta. Di awal April 2024, berbagai forum guru honorer tingkat daerah dan nasional menyampaikan curahan hati dan tuntutan lewat rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Fakih. Para guru yang hadir berasal dari Sulawesi Selatan, Sumatera, dan Pulau Jawa tersebut berharap ada itikad baik menuntaskan permasalahan guru honorer, seperti yang dijanjikan pemerintah.
”Komisi X ini sudah jadi rumah bagi guru. Banyak forum guru yang datang dari tingkat kabupaten hingga kecamatan. Kami memberikan ruang dan membuka diri untuk mendengarkan guru honorer yang merasa punya masalah dan ingin menyampaikan ke Komisi X,” kata Fikri.
Persoalan guru honorer yang mesti tuntas memang menjadi perhatian serius Komisi X DPR. Ada dua panitia kerja (panja) yang dibentuk, yakni Panja Formasi Guru dan Tenaga Kependidikan atau GTK PPPK dan Panja Pengangkatan GTK Honorer Menjadi ASN yang dibentuk sejak Juli 2021 untuk mengawal proses penuntasan yang diprogramkan pemerintah.
”Tampaknya harus ada rapat intensif kembali bersama kementerian/lembaga terkait untuk menuntaskan pengangkatan guru honorer yang masih terkendala,” kata Fikri.
Hasna, Ketua Forum Guru Prioritas Pertama Negeri dan Swasta Nusantara, mengatakan, dirinya tidak berhenti ikut berjuang meskipun di tahun 2023 sudah berhasil menjadi guru PPPK. Masih banyak guru honorer yang terkatung-katung nasibnya, ada yang masuk kategori prioritas 1 (P1) yang masih tersisa 12.000–14.000 guru, kategori tenaga honorer kategori II (P2), tenaga non-ASN yang terdaftar di database Badan Kepegawaian Negara, lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG), dan guru swasta (P4).
Kami berharap juga agar penganggaran gaji guru PPPK ini diganti dari dana alokasi umum atau DAU ke dana alokasi khusus supaya tidak terkendala di daerah.
”Penuntasan ini kacau-balau. Para guru yang sudah lulus tes, tetapi formasi kurang, karena bukan P1, harus ikut tes berulang kali. Coba mereka diangkat tanpa tes sehingga tidak terkatung-katung. Banyak guru yang sudah berumur, tetapi tidak diprioritaskan. Di sisi lain, yang baru lulus atau baru jadi guru juga dibuka formasinya. Regulasinya tidak jelas, gonta-ganti, tetapi tidak menuntaskan,” kata Hasna.
Para guru honorer pun bingung dengan dualisme data yang digunakan karena tidak ada transparansi. Ada yang mengatakan yang diprioritaskan guru yang masuk database di BKN. Di sisi lain, ada yang meyakinkan cukup dengan database di Data Pokok Pendidikan (Dapodik)-nya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Menurut Hasna, guru berstatus PPPK memang lebih baik dari guru honorer. Namun, ketika sudah menjadi guru PPPK, tetap terasa ada ”sakit” melihat pembedaan terjadi. Ketika upacara, guru PPPK memakai seragam putih hitam, sedangkan guru PNS berbaju warna cokelat. Selain itu, gelar pendidikan S2 tidak diperhitungkan, tetap hanya bisa gelar S1 di golongan IX.
Belum lagi soal masa kontrak, ada yang 1-5 tahun. ”Mirisnya ada saja oknum dinas yang menyalahgunakan kewenangan, dengan menjadikan guru ladang cuan. Untuk memperpanjang, ada yang mesti menyetor. Kami minta supaya otomatis saja, mengikuti sampai pensiun,” kata Hasna.
Tuntut tidak tes
Sementara itu, Rani Marliani, Ketua Forum Bersama Guru Honor Jawa Barat, menyampaikan aspirasi agar guru yang sudah berstatus prioritas (P 2-4), yang belum ditempatkan karena terbatas formasi, tidak perlu mengikuti tes lagi. ”Bagi kami, tes itu tempatnya jauh, memerlukan waktu, tenaga, pikiran, dan biaya. Dengan ikut seleksi kemarin, kan, sudah diberi sertifikat. Kenapa penuntasan guru honorer dibarui dengan regulasi yang berbeda tiap tahun, membuat masalahnya tidak selesai,” ujar Rani, guru di Ciamis.
Pemerintah dapat menuntaskan pengangkatan satu juta guru untuk memenuhi kekurangan guru dengan afirmasi masa kerja, yang lebih dari 10 tahun diangkat. Lalu, linearitas ijazah disesuaikan dengan formasi. Banyak guru yang terkendala aturan linearitas sehingga justru yang nonkependidikan malah bisa lulus perekrutan.
Baca juga: Seleksi Guru PPPK Terus Dipersoalkan
”Kami berharap juga agar penganggaran gaji guru PPPK ini diganti dari dana alokasi umum atau DAU ke dana alokasi khusus supaya tidak terkendala di daerah,” kata Rani.
Ketua Forum P1 PGRI Pembatalan Nasional Dewi Nurpupitasari mengatakan, forum ini berisi guru yang lulus dan masuk P1 di tahun 2021. Saat nama mereka sudah dinyatakan akan ditempatkan tahun 2023, tetapi kemudian dibatalkan. Ada lebih dari 3.000 guru P1 bernasib serupa. ”Kami minta P1 dituntaskan,” kata Dewi.
Meskipun tuntutan berbagai forum guru tersebut secara umum sama, Neng Rohani, Ketua Forum Bersama Guru Honorer Kota Tasikmalaya, menekankan supaya ada afirmasi bagi guru untuk tidak ikut tes lagi. Pengangkatan guru honorer menjadi guru PPPK oleh pemda tidak hanya butuh regulasi teknis.
Ganjalan pemda
Permasalahan perekrutan guru ini juga disebabkan penganggaran di daerah, yaitu belanja pegawai tidak boleh lebih dari 30 persen APBD. Hal ini menjadi ganjalan bagi pemda untuk menyediakan banyak formasi guru PPPK, seperti data Kemendikbudristek.
”Harus ada pertemuan bersama dari Kemendikbudristek, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PAN dan RB supaya persoalan guru honorer ini tuntas. Kami para guru berjuang di daerah hingga nasional, tidak ada juga penyelesaian yang memuaskan,” kata Nur.
Baca juga: Anggaran Dijamin Pusat, Pemda Diminta Tidak Ragu Angkat PPPK
Secara terpisah, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbudristek, Nunuk Suryani, mengatakan, seleksi guru ASN PPPK ini untuk pemenuhan guru berkualitas dengan tepat waktu, sekaligus untuk penghargaan, kesejahteraan, dan perlindungan guru berkelanjutan. Di tahun 2024 dibuka 419.146 guru, tetapi hingga penutupan pada 31 Januari, formasi tidak terpenuhi.
”Kami sampai minta izin supaya mengundang kembali instansi daerah yang sebenarnya merupakan kewenangan Kemen-PAN dan RB,” ucapnya.
Ia menyatakan telah mengundang 546 instansi daerah, tetapi hasilnya tetap tidak seperti yang diharapkan. Sampai berakhir penutupan formasi pada Februari, ditetapkan sekitar 170.000 formasi yang diajukan. Kurang 241.000 formasi lagi.
”Jika tidak ada usaha luar biasa, formasi tahun ini tidak akan terpenuhi,” kata Nunuk.