Masih banyak masalah guru yang belum tuntas, termasuk sekitar 1,6 juta guru yang belum bersertifikat pendidik.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
Selembar sertifikat pendidik sangat berarti bagi guru dan calon guru. Sertifikat tersebut menjadi penanda profesionalisme sekaligus membuka jalan bagi peningkatan kesejahteraan dan statusnya ke depan.
Saat ini, sekitar 1,6 juta guru yang sudah mengajar di sekolah negeri dan swasta (dalam jabatan) tengah menanti nasib baik untuk mendapat panggilan mengikuti pendidikan profesi guru (PPG) dalam jabatan. Dari jumlah tersebut, kebanyakan guru sudah lama mengajar bahkan hampir pensiun. Karena itu, rasa cemburu pun muncul ketika Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) rutin mengumumkan pembukaan PPG prajabatan.
Program PPG prajabatan memberikan beasiswa kuliah selama satu tahun bagi lulusan baru alias fresh graduate sarjana pendidikan dan non-kependidikan untuk menjadi guru profesional.
Seorang guru, Tri, terlihat mengomentari pengumuman PPG Prajabatan Tahun 2024 yang diumumkan di laman Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek. ”PPG dalam jabatan harusnya jadi prioritas karena untuk mendapatkan sertifikat pendidik. Semoga kebijakan berpihak pada kami yang sudah masuk daftar tunggu dan pretest bertahun-tahun. Semoga ada regulasi khusus bagi kami yang sudah mengajar belasan bahkan puluhan tahun yang belum PPG dalam jabatan,” ujarnya, Minggu (7/4/2024).
Guru lain pun mencurahkan harapan yang sama. ”PPG dalam jabatan enggak ada kabar pasti, PPG prajabatan jalan terus,” ujarnya.
Bagi guru, untuk mendapatkan sertifikat pendidikan sering kali mereka hanya bergantung pada keberuntungan. Tati, guru di salah satu SD swasta di Jakarta, mengatakan, dirinya sudah mendapat nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK) sejak 2016. Namun, hingga tahun 2024, kejelasan mendapatkan panggilan ikut PPG dalam jabatan masih terus ia nantikan dengan kesabaran ekstra.
”Guru harus rajin mengecek SIMPKB (Sistem Informasi Manajemen Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan) tentang statusnya. Saya masuk kategori A yang usianya lebih dari 40 tahun. Semoga tahun ini bisa dipanggil. Namun, saya lihat ada masalah status cut off tahun 2022. Saya bingung apa bisa tahun ini dipanggil atau ditunda lagi,” ujar Tati.
Sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru wajib punya sertifikat pendidik. Pendidikan guru pun minimal S-1/D-4 program studi pendidikan maupun non-kependidikan sebelum bisa ikut PPG. Ketika guru sudah lulus PPG dan mendapat sertifikat pendidik, jerih lelah mereka pun diapresiasi negara. Dengan sertifikat pendidik, guru berhak mendapat tunjangan profesi guru (TPG) sebesar satu kali gaji pokok per bulan.
Ketika rekrutmen guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dibuka, guru dengan sertifikat pendidik punya keistimewaan. Mereka ada tambahan skor yang besar sehingga mendapatkan ”karpet merah” untuk lulus rekrutmen.
Tati mengatakan, guru berharap bisa mendapatkan sertifikat pendidik untuk memperjelas status dan tambahan kesejahteraan. Banyak guru yang sudah berkorban dengan membiayai kuliah sendiri untuk meningkatkan jenjang pendidikan dari diploma ke S-1 atau mengambil kuliah lagi prodi S-1 agar linier.
Menurut Tati, sebelum menjadi guru, dirinya lulus S-1 ekonomi. Dia pernah berkarier di sejumlah perusahaan swasta sampai akhirnya ada kesempatan menjadi guru. Adanya UU Guru dan Dosen yang mewajibkan guru mengambil prodi yang linier membuat Tati kuliah kembali di program studi S-1 Pendidikan Guru SD di Universitas Terbuka.
”Gaji guru kan tidak besar ya. Tapi demi tuntutan pemerintah, banyak guru berjuang untuk bisa kuliah lagi di tengah keterbatasan gaji. Saya sampai membuka les tambahan untuk biaya kuliah. Namun, panggilan untuk PPG dalam jabatan belum kunjung datang,” keluh Tati.
Janji menuntaskan
Secara terpisah, Direktur Jenderal Guru dan tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani mengatakan, pemerintah berkomitmen menuntaskan guru yang belum memiliki sertifikat pendidik lewat PPG dalam jabatan. Adapun PPG prajabatan untuk fresh graduate lebih difokuskan guna mengganti guru pensiun yang jumlahnya 60.000-70.000 orang per tahun. Sementara, PPG prajabatan yang disediakan tahun lalu kuotanya sekitar 26.000 per tahun, lalu pada 2024 kuotanya 38.112 orang.
”PPG prajabatan ini untuk mendorong generasi muda menjadi guru. Kita kesulitan mencari anak muda yang mau menjadi guru, yang bersedia ditempatkan hingga daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluas),” ujar Nunuk.
Banyak guru yang sudah berkorban dengan membiayai kuliah sendiri untuk meningkatkan jenjang pendidikan dari diploma ke S-1 atau mengambil kuliah lagi prodi S-1 agar linier.
Nunuk mengatakan, penuntasan guru yang belum bersertifikat pendidik juga menjadi perhatian serius. Dari data tahun lalu, ada sekitar 1,6 juta guru yang belum bersertifikat pendidik. Dari jumlah tersebut, sekitar 200.000 guru belum berpendidikan DIV/S-1 dan sekitar 200.000 guru dari Kementerian Agama.
”Jadi, ada sekitar 1,2 juta yang belum dituntaskan. Targetnya paling lama tahun 2025 PPG dalam jabatan bisa tuntas. Tujuannya supaya pengadaan guru baru bisa lebih difokuskan lewat PPG prajabatan,” jelasnya.
Oleh karena itu, terobosan baru ditawarkan Kemendikbudristek mulai tahun 2024 untuk mempercepat penuntasan PPG dalam jabatan. Guru akan mendapat rekognisi pembelajaran lampau (RPL) dan belajar mandiri lewat platform Merdeka Mengajar (PMM). Lalu, guru mengambil tes uji kompetensi mahasiswa PPG dan jika gagal ada kesempatan mengulang.
”Dengan sistem seperti ini, tiap guru yang memenuhi syarat dan belajar modul dan dapat skor lulus. Setelah itu ikut uji kompetensi. Dengan cara ini, satu tahun bisa menjangkau 500.000-600.000 guru yang bisa dilayani. Harapannya, PPG dalam jabatan bisa tuntas tahun 2025,” kata Nunuk.
Menurut Nunuk, sertifikat pendidik dinanti guru, terutama untuk mendapatkan kesejahteraan. ”Jika semua guru sudah tuntas mendapat sertifikat pendidik, nanti hanya tinggal PPG prajabatan,” katanya.