Waspadai Takjil Berbahaya, Kenali Tanda dan Bahan yang Terkandung
BPOM menemukan adanya bahan berbahaya, seperti formalin, rhodamin B, dan boraks pada beberapa takjil yang diteliti.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Takjil menjadi incaran masyarakat selama bulan puasa. Pedagang takjil pun menjamur di mana-mana. Namun, masyarakat diharapkan tetap berhati-hati ketika memilih penganan sebagai takjil. Badan Pengawas Obat dan Makanan telah melaporkan adanya kandungan berbahaya pada penganan takjil yang dijual di pasaran.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Lucia Rizka Andalusia dalam Konferensi Pers Hasil Pengawasan Rutin Khusus Pangan Olahan di Jakarta, Senin (1/4/2024), mengatakan, BPOM menemukan adanya penganan takjil yang tidak memenuhi syarat. Temuan tersebut didapatkan dari hasil pengawasan yang dilakukan dari 9.262 sampel penganan yang dijual oleh 3.749 pedagang di 1.057 lokasi pengawasan.
”Dari hasil pengawasan BPOM pada takjil, penganan siap saji yang menjadi jajanan buka puasa, ada 1,1 persen (102 sampel) dari sekitar 9.000 sampel yang beredar pada produk takjil yang tidak memenuhi syarat mengandung bahan berbahaya, seperti formalin, rhodamin B, boraks, dan kuning metanil,” katanya.
Secara rinci, sebanyak 48,04 persen penganan mengandung formalin, 25,49 persen mengandung rhodamin B, 27,45 persen mengandung boraks, dan 0,98 persen mengandung kuning metanil. Kandungan formalin paling banyak ditemukan pada produk mi kuning, teri, tahu, cincau, agar-agar, cumi, ikan peda, dan terasi.
Dari hasil pengawasan BPOM pada takjil, penganan siap saji yang menjadi jajanan buka puasa, ada 1,1 persen (102 sampel) dari sekitar 9.000 sampel yang beredar pada produk takjil yang tidak memenuhi syarat mengandung bahan berbahaya, seperti formalin, rhodamin B, boraks, dan kuning metanil.
Sementara kandungan rhodamin B ditemukan pada jajanan cendol, mutiara, kerupuk pasir, jeli merah, jenang merah, pacar cina, dan mi pelangi. Untuk boraks ditemukan di kerupuk, cao, cendol, cilok, otak-otak, sate usus, kerang, udang, tahu, dan teri. Kandungan kuning metanil ditemukan pada tahu oranye.
”Senyawa-senyawa itu bukan untuk dikonsumsi dan bisa berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia. Senyawa ini yang biasa digunakan untuk pewarna tekstil. Ada yang bersifat karsinogenik. Senyawa ini juga ada risiko keracunan yang jika dikonsumsi terus-menerus, sekalipun jumlahnya kecil, bisa berbahaya,” tutur Rizka.
Bahan berbahaya
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Ema Setyawati menuturkan, secara kasatmata, jajanan yang mengandung bahan berbahaya bisa dilihat dengan mengenali warna dari penganan tersebut. Biasanya penganan yang berbahaya akan memiliki warna yang mencolok, seperti kerupuk warna kuning dan merah. Hal itu biasanya ditemui pada penganan dengan kandungan rhodamin B.
Selain itu, pada penganan dengan kandungan boraks bisa dilihat dari tekstur yang terlalu kenyal. Pada kerupuk, boraks ini biasanya digunakan pula untuk menjaga kerupuk agar tidak mudah melempem.
”Kalau makanan yang mengandung formalin, lalat saja tidak akan hinggap. Ini juga bisa menjadi tanda,” ujarnya.
Rizka menambahkan, masyarakat perlu waspada akan kemasan yang digunakan untuk membungkus takjil. Pada dasarnya, kemasan yang baik ialah kemasan yang tidak mengandung bahan berbahaya, aman untuk makanan/food grade, serta tidak merusak lingkungan. Pastikan pula agar makanan panas tidak langsung diletakkan atau dibungkus dengan plastik ataupun styrofoam. Kandungan pada plastik atau styrofoam bisa bersifat karsinogenik.
Secara terpisah, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan, sejumlah masyarakat yang tercemar makanan takjil berbahaya bisa mengalami gangguan pencernaan pada malam hari atau saat sahur. Gangguan pencernaan yang timbul dapat berupa diare di pagi hari. Selain diare, gangguan lainnya berupa nyeri ulu hati.
Ia menyebutkan, konsumsi rhodamin B dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal dan hati yang pada akhirnya berakibat pada kanker hati dan gagal ginjal. Kandungan formalin juga bisa berbahaya bagi tubuh yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker), merusak sel dan jaringan tubuh, korosif, dan iritatif.
Jika terpapar formalin secara kronis dan berulang dapat pula menyebabkan sakit kepala, radang hidung kronis (rhinitis), mual, dan gangguan penapasan. Gangguan lain bisa berupa susah tidur, mudah lupa, dan sulit berkonsentrasi. Pada perempuan, penggunaan formalin jangka panjang dapat menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas.
”Masyarakat perlu melakukan tindakan pencegahan dengan tidak membeli makanan dan minuman yang mencurigakan,” kata Ari.
Pangan berbahaya
Rizka menuturkan, masyarakat perlu mewaspadai makanan kemasan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK). Peredaran makanan yang tidak memenuhi ketentuan akan semakin meningkat dengan permintaan produk yang juga meningkat di bulan Ramadhan.
Dari hasil pengawasan oleh BPOM sejak 4 Maret 2024, setidaknya sudah ditemukan 188.640 produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan.
Pangan yang tidak memenuhi ketentuan, antara lain, pangan tanpa izin edar (TIE), pangan kedaluwarsa, dan rusak. Jenis pangan yang tidak memenuhi ketentuan paling banyak merupakan pangan tanpa izin edar (49,03 persen). Produk tersebut, antara lain, coklat olahan, bumbu, permen, minuman serbuk, dan biskuit.
”Dari hasil pemeriksaan, kami menemukan 628 sarana (28,44 persen) yang menjual produk TMK berupa pangan TIE, kedaluwarsa, dan rusak, dengan jumlah total temuan pangan TMK sebanyak 188.640 pieces, yang diperkirakan bernilai lebih dari Rp 2,2 miliar,” kata Lucia.