Ingin Merasa Tetap Muda? Jaga Tidur Anda
Jika Anda ingin merasa tetap muda, tidurlah yang cukup. Agar bisa tidur cukup, berolahragalah.
Merasa muda bukan hanya soal persepsi, melainkan juga berkaitan dengan hasil kesehatan yang obyektif. Tidur cukup dan bermutu bisa membuat seseorang merasa lebih muda. Sebaliknya, kurang tidur membuat fisik dan mental cenderung lebih tua dari usia sebenarnya.
Banyak orang mungkin mengalami, saat kurang tidur menjadi lebih sensitif dan cranky atau gampang marah. Saat kurang tidur, tubuh juga terasa rapuh.
Para peneliti di Universitas Stockholm telah menemukan bahwa kualitas tidur memengaruhi usia Anda. Studi ini dipublikasikan di jurnal Proceedings of the Royal Society B, pada Rabu (27/3/2024).
Riset sebelumnya menunjukkan bahwa merasa lebih muda dari usia sebenarnya berkaitan dengan umur yang lebih panjang dan lebih sehat. Bahkan, terdapat dukungan pada usia subyektif untuk memprediksi usia otak sebenarnya, di mana mereka yang merasa lebih muda memiliki otak lebih muda.
”Mengingat tidur sangat penting untuk fungsi otak dan kesejahteraan secara keseluruhan, kami memutuskan untuk menguji apakah tidur menyimpan rahasia untuk menjaga rasa awet muda,” kata Leonie Balter, peneliti di Departemen Psikologi Universitas Stockholm, yang menulis studi ini bersama John Axelsson, ahli neurosains dari Karolinska Institutet.
Baca juga: Tidur Berlebihan Dapat Mengganggu Kesehatan
Dalam tahap pertama studi ini, 429 orang berusia 18 hingga 70 tahun ditanyai berapa usia mereka, berapa hari dalam sebulan terakhir mereka tidak cukup tidur, dan seberapa mengantuk mereka. Ternyata setelah setiap malam kurang tidur dalam sebulan terakhir, partisipan merasa rata-rata 0,23 tahun lebih tua.
Pada tahap kedua studi, para peneliti menguji apakah memang kurang tidur menyebabkan partisipan merasa lebih tua. Oleh karena itu, mereka melakukan studi eksperimental pembatasan tidur yang melibatkan 186 peserta berusia 18 hingga 46 tahun.
Peserta diminta mengurangi waktu tidur mereka selama dua malam, hanya empat jam di tempat tidur setiap malam, dan di waktu lain tidur cukup selama dua malam, dengan sembilan jam di tempat tidur setiap malam.
Setelah pembatasan tidur, peserta merasa rata-rata 4,4 tahun lebih tua dibandingkan ketika mereka menikmati tidur yang cukup. Efek tidur pada usia subyektif tampaknya berkaitan dengan seberapa mengantuk mereka.
Merasa sangat bugar karena cukup tidur dikaitkan dengan perasaan empat tahun lebih muda dari usia sebenarnya. Sementara rasa kantuk ekstrem dikaitkan dengan perasaan enam tahun lebih tua dari usia sebenarnya.
”Ini berarti bahwa perubahan dari merasa bugar menjadi mengantuk menambah 10 tahun usia seseorang,” kata Leonie Balter.
Baca juga: Tidur Kurang dari Lima Jam Tingkatkan Risiko Penyakit Kronis
Dari temuan ini, menurut Balter, implikasinya terhadap kehidupan kita sehari-hari sudah jelas, yaitu menjaga kualitas tidur kita sangat penting untuk menjaga perasaan awet muda.
”Hal ini pada gilirannya dapat mendorong gaya hidup lebih aktif dan perilaku yang meningkatkan kesehatan. Sebab, perasaan awet muda dan kebugaran penting untuk memotivasi kita agar aktif,” ujarnya.
Gangguan insomnia
Beberapa studi yang lain juga menemukan bahwa kebiasaan tidur yang buruk sangat terkait dengan kondisi kesehatan kronis jangka panjang.
Sebagai contoh, studi Soomi Lee dari The Pennsylvania State University dan tim di jurnal Psychosomatic Medicine pada Februari 2024 menemukan, penderita insomnia selama periode 10 tahun berisiko lebih tinggi terkena kondisi kesehatan kronis, termasuk penyakit kardiovaskular, diabetes, dan depresi.
Perubahan dari merasa bugar menjadi mengantuk menambah 10 tahun usia seseorang.
Studi Xiao Tan dari Universitas Zhejiang, China, di jurnal Age and Ageing pada September 2023 menyebutkan, insomnia dan durasi tidur pendek di usia paruh baya meningkatkan risiko demensia.
Dalam studi ini, peneliti menggunakan data dari 22.078 peserta di Swedish National March Cohort, yang awalnya bebas dari demensia dan stroke. Kejadian demensia selama masa tindak lanjut rata-rata 19,2 tahun ditentukan melalui pencatatan nasional.
Para peneliti menemukan bahwa dibandingkan peserta tanpa insomnia, mereka yang melaporkan gejala insomnia mengalami kejadian demensia lebih besar selama masa tindak lanjut.
Kesulitan memulai tidur juga berisiko meningkatkan risiko demensia. Akan tetapi, kesulitan mempertahankan tidur atau bangun di pagi hari tidak dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia.
Durasi tidur pendek juga dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia. Gejala insomnia meningkatkan risiko demensia pada peserta yang tidur setidaknya tujuh jam dibandingkan mereka yang tak mengalami insomnia, tetapi hal itu tak terjadi pada peserta yang tidur pendek (kurang dari tujuh jam).
Di antara mereka yang menderita insomnia, durasi tidur pendek tidak meningkatkan risiko demensia.
American Academy of Sleep Medicine dan Sleep Research Society mematok bahwa waktu tidur cukup minimal tujuh jam per malam. Masalahnya, mengacu Survei Yougov di 17 negara pasar internasional pada Desember 2023, lebih dari separuh penduduk di 17 negara ini tidur tujuh jam atau lebih tiap malam.
Baca juga: Tidur Siang Singkat Punya Banyak Manfaat, Kelamaan Justru Berbahaya
Di Indonesia, menurut survei ini, sebanyak 51 persen penduduk dewasa tidur kurang dari tujuh jam per hari. Bahkan, 24 persen tidur kurang dari lima jam per hari. Artinya, hanya 48 persen penduduk yang tidur sesuai standar atau lebih.
Kuncinya olahraga teratur
Studi terbaru yang ditulis Erla Bjornsdottir, psikolog dari Reykjavik University, Eslandia, dan tim di BMJ Open pada Selasa (26/3/2024) memberikan resep untuk menurunkan risiko insomnia.
Menurut studi ini, berolahraga secara konsisten 2–3 kali seminggu dalam jangka panjang dikaitkan dengan penurunan risiko insomnia saat ini serta kemampuan untuk menutup mata selama 6–9 jam yang direkomendasikan setiap malam.
Olahraga teratur dikaitkan dengan kesehatan lebih baik secara keseluruhan. Sejumlah riset menunjukkan bahwa aktivitas fisik meningkatkan kualitas tidur serta memperbaiki gejala insomnia kronis, catat para peneliti.
Dalam studi ini, para peneliti menilai frekuensi, durasi, dan intensitas aktivitas fisik mingguan serta gejala insomnia, jam tidur malam, dan kantuk di siang hari di antara orang dewasa paruh baya dari 21 pusat di sembilan negara Eropa.
Sebanyak 4.399 peserta penelitian (2.085 laki-laki dan 2.254 perempuan) diambil dari Survei Kesehatan Pernapasan Komunitas Eropa.
Setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, berat badan (BMI), riwayat merokok, dan beberapa kondisi lain, para peneliti menemukan bahwa mereka yang tetap aktif secara fisik lebih kecil kemungkinan untuk mengalami kesulitan tidur dan gejala insomnia.
Mereka yang tetap aktif secara signifikan (55 persen) lebih mungkin untuk tidur normal, secara signifikan lebih kecil kemungkinannya (29 persen) untuk tidur pendek (enam jam atau kurang), dan 52 persen lebih kecil kemungkinannya untuk tidur panjang (sembilan jam atau lebih).
Mereka yang menjadi aktif memiliki kemungkinan 21 persen lebih besar untuk tidur normal dibandingkan mereka yang terus-menerus tidak aktif.
Para peneliti mengakui bahwa mereka tidak dapat secara obyektif menilai perubahan tingkat aktivitas fisik antara dua titik waktu dan bahwa semua elemen bergantung pada penilaian subyektif melalui kuesioner.
Hasil riset ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan efek menguntungkan dari aktivitas fisik terhadap gejala insomnia.
Jadi, jika Anda ingin merasa tetap muda, maka tidurlah yang cukup, setidaknya tujuh jam sehari. Agar bisa tidur yang cukup, tubuh memerlukan aktivitas fisik yang cukup dan teratur.