Kesenjangan digital pada Komunitas Kurang Beruntung
Kesenjangan digital masih kuat dihadapi kaum marginal. Padahal, teknologi digital dapat menciptakan ruang inklusif.
JAKARTA, KOMPAS — Kesenjangan digital masih jadi tantangan dalam menciptakan ruang digital yang lebih inklusif dan aman, terutama untuk menjangkau partisipasi digital komunitas kurang beruntung. Kesenjangan digital masih kentara di 10 negara di kawasan ASEAN.
Dari penelitian tentang literasi digital dalam ASEAN Regional Symposium: Unveiling Insights into the Region’s Digital Literacy, yang diadakan pada 20 Maret 2024, di Bangkok, ditemukan tingkat berpikir kritis dan kompetensi perlindungan privasi berbeda-beda di antara negara-negara anggota ASEAN.
Secara khusus, Thailand memiliki persentase terendah individu dengan kemampuan berpikir kritis yang tinggi, hanya sebesar 25 persen. Di Kamboja sebanyak 62,2 persen, Filipina tertinggal dalam kompetensi perlindungan privasi, dengan hanya 17,42 persen individu yang memiliki kompetensi tinggi, sementara Singapura unggul dengan 54,37 persen.
Penelitian yang berjudul ”One Divide or Many Divides? Underprivileged ASEAN Communities’ Meaningful Digital Literacy and Response to Disinformation” itu mengeksplorasi pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan respons mereka terhadap disinformasi dengan tujuan membangun pemahaman dasar mengenai peran literasi digital dalam mengenali dan menanggapi disinformasi di dalam komunitas-komunitas ini. Penelitian dilakukan ASEAN Foundation dengan dukungan dari Google.org.
Direktur Eksekutif ASEAN Foundation Piti Srisangnam, Kamis (21/3/2024), menjelaskan, penelitian ini merupakan salah satu program unggulan dari ASEAN Digital Literacy Programme (ASEAN DLP). Program itu memberdayakan lebih dari 190.000 individu di seluruh ASEAN dengan keterampilan literasi digital yang dibutuhkan. ASEAN DLP melibatkan ASEAN Youth Advisory Group untuk menggerakkan kampanye melalui berbagai saluran media sosial dan menjangkau 3.000 orang melalui kegiatan langsung. Menjangkau pula lebih dari 900.000 orang di media sosial. Program ini meluncurkan platform pembelajaran daring untuk mengatasi misinformasi, yaitu www.digitalclassasean.org.
Penelitian tersebut mencakup survei kuantitatif dan pengumpulan data kualitatif dari 10 negara anggota ASEAN. ”Kami mempresentasikannya dalam simposium ini agar peserta dapat mendengarkan wawasan dan rekomendasi dari masing-masing negara anggota serta melakukan diskusi yang mendalam dengan peneliti dari setiap negara. Kami berharap penelitian ini dapat membantu mengurangi kesenjangan digital di kawasan ASEAN dan menciptakan ruang digital yang lebih inklusif dan aman,” papar Piti.
Berdasarkan laporan tersebut, pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia yang pesat kontras dengan kesenjangan digital yang nyata, terutama antara daerah perkotaan dan perdesaan. Indonesia mengalami peningkatan ekonomi digital sebesar 414 persen, terutama didorong oleh penetrasi internet yang tinggi dan meningkatnya populasi kaum muda. Namun, tantangan infrastruktur masih ada, terutama di daerah-daerah, seperti Lanny Jaya dan Paniai di Papua.
Indonesia mengalami peningkatan ekonomi digital sebesar 414 persen, terutama didorong oleh penetrasi internet yang tinggi dan meningkatnya populasi kaum muda.
Kondisi Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat penggunaan media sosial tertinggi di dunia, ditambah dengan tingkat penetrasi internet sebesar 73,7 persen (2021), menciptakan lingkungan yang cocok untuk penyebaran misinformasi dan hoaks. Upaya pemerintah untuk melawan misinformasi selama periode kritis, seperti pandemi Covid-19, termasuk pemantauan media sosial, pembentukan pasukan tugas khusus, dan penyediaan data yang divalidasi untuk pendidikan masyarakat. Namun, beberapa komunitas di Belitung Timur menghadapi tantangan literasi digital yang membuat mereka rentan terhadap risiko daring.
Untuk mengatasi masalah tersebut, laporan ini merekomendasikan strategi kolaboratif yang melibatkan organisasi pemerintah, nonpemerintah, dan komunitas berbasis masyarakat. Inisiatif lokal, seperti yang dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Belitung Timur, berfokus pada peningkatan literasi digital dan memberikan alat kepada komunitas untuk melawan ancaman digital.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat penggunaan media sosial tertinggi di dunia, ditambah tingkat penetrasi internet sebesar 73,7 persen, menciptakan lingkungan yang cocok untuk penyebaran misinformasi dan hoaks.
Secara keseluruhan, meskipun ekonomi digital Indonesia sedang berkembang pesat, diperlukan upaya lebih lanjut untuk menjembatani kesenjangan digital, meningkatkan literasi digital, dan melawan misinformasi, terutama di antara populasi yang kurang beruntung dan di perdesaan.
”Kami ingin mendorong kerja sama di antara pihak-pihak terkait untuk menghadapi tantangan literasi digital yang kompleks di kawasan ASEAN. Tujuannya adalah untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap mis/disinformasi melalui program literasi digital yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak, dengan memperhatikan perbedaan infrastruktur, pengaruh budaya, dan kebijakan pemerintah di seluruh ASEAN,” tutur Piti.
Sementara itu, Lead untuk Google.org APAC Marija Ralic mengatakan, pihaknya mendukung pemberdayaan masyarakat di seluruh wilayah ASEAN dengan keterampilan literasi media dan keamanan daring yang penting. Komitmen Google.org dalam meningkatkan keamanan digital sepenuhnya sejalan dengan misi untuk memberdayakan komunitas-komunitas ASEAN melalui literasi digital, yang akan berkontribusi pada ketahanan digital ASEAN.
Menurut Ralic, Google.org telah memberikan dukungan kepada ASEAN Foundation dengan hibah sebesar 1,5 juta dollar AS untuk membantu pelaksanaan ASEAN DLP dari tahun 2022-2024.
Beasiswa talenta digital
Di Indonesia, dukungan peningkatan kompetensi digital telah menjadi pilihan tanggung jawab sosial perusahaan. Salah satunya dilakukan PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang menggelar SYNRGY Academy batch ke-7. Program ini memberi beasiswa bootcamp digital.
Terdapat 250 peserta yang lolos untuk mengikuti tahapan selanjutnya. Mereka terpilih dari ribuan orang pendaftar. Ratusan peserta terpilih akan mengikuti program bootcamp bidang IT dengan kelas yang beragam sesuai minat masing-masing.
SYNRGY Academy berdedikasi untuk membantu para talenta digital terpilih agar dapat mencapai karier impiannya melalui metode belajar project based learning. Dengan metode tersebut, pembelajar diharapkan dapat lebih mudah mengaplikasikan ilmu yang didapat di masa depan.
”Melalui program SYNRGY Academy, kami turut memberikan dampak berkelanjutan bagi peserta yang terlibat dan untuk pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia secara umum. Kami berharap program ini dapat menambah jumlah talenta digital Indonesia yang kompeten dan sesuai kebutuhan industri sehingga berdampak positif bagi Indonesia Emas pada tahun 2045,” kata Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F Haryn.
CEO BINAR Alamanda Shantika mengapresiasi kolaborasi yang berkelanjutan dapat terus terlaksana. ”Kerja sama ini merupakan bentuk dedikasi dan komitmen kami dalam mengembangkan talenta digital Indonesia semaksimal mungkin,” ucap Alamanda.