Setelah empat bulan mengirim data yang tak terbaca, NASA mulai memahami kembali data yang dikirimkan Voyager 1.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·4 menit baca
Di tengah usaha menegangkan akan keberlanjutan nasib Voyager 1, komunikasi dengan wahana yang berumur hampir 50 tahun itu akhirnya pulih. Benda buatan manusia terjauh itu akhirnya mengirimkan pesan yang bisa dipahami. Meski belum menemukan masalah yang sebenarnya terjadi, situasi ini menumbuhkan harapan bahwa teknologi buatan tahun 1970-an itu masih akan mampu bertahan.
Voyager 1 saat ini berada di ruang antarbintang pada jarak 24,35 miliar kilometer (km) dan berada di atas bidang edar Tata Surya. Wahana yang diluncurkan pada 5 September 1977 itu memasuki ruang antarbintang, meninggalkan pengaruh Matahari, sejak 2012. Kini, Voyager 1 menjadi teknologi buatan manusia yang jaraknya paling jauh dari Bumi.
Kembarannya, Voyager 2, menduduki posisi benda terjauh berikutnya, yaitu pada jarak 20,39 miliar km. Bedanya, wahana yang diluncurkan dua minggu sebelum Voyager 1 itu menempuh jalur yang berbeda, yaitu bergerak di bawah bidang edar Tata Surya.
Kedua wahana ini sejatinya dikirimkan untuk mempelajari Jupiter dan Saturnus beserta bulan-bulannya. Foto-foto Voyager terhadap kedua planet dan satelitnya itu masih digunakan hingga saat ini. Namun, hingga hampir lima dekade, wahana itu masih mampu beroperasi, bahkan mampu melewati batas Tata Surya dan bertahan di ruang antarbintang.
Sejak November 2023, komputer Voyager 1 mengalami masalah. Wahana ini masih mengirimkan sinyal radionya secara berkala ke Bumi dan masih bisa menerima perintah dari Bumi. Namun, data yang dikirimkan berupa data biner yang tidak bisa dipahami ilmuwan dan perekayasa Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
”Sumber masalahnya sepertinya berasal dari salah satu dari tiga komputer yang terpasang, yaitu komputer pengelola subsistem data penerbangan (FDS) yang bertanggung jawab untuk mengemas data sains dan teknik yang diperoleh sebelum dikirim ke Bumi oleh unit modulasi telemetri (TMU),” sebut NASA dalam pernyataannya, Rabu (13/3/2024), seperti dikutip Livescience, Sabtu (16/3/2024).
Saat komunikasi antara FDS dan TMU berjalan baik, FDS akan mengompilasi informasi tentang Voyager 1 dalam bentuk paket-paket data tertentu. Paket daya itu ditransmisikan ke TMU. Karena komunikasi antara FDS dan TMU terganggu, maka data yang dikirimkan ke Bumi hanya berupa angka nol dan satu atau pola biner yang berulang.
Untuk mengatasi gangguan itu, semula tim NASA berusaha menyalakan kembali FDS dan mengembalikannya pada kondisi sebelum masalah terjadi. Cara ini berhasil dilakukan pada masalah-masalah yang terjadi sebelumnya. Namun, kali ini, teknik itu sepertinya tidak memadai.
Selanjutnya, tim NASA berusaha mengirimkan perintah baru pada 1 Maret lalu yang memerintahkan FDS di wahana untuk menggunakan urutan berbeda dalam paket peranti lunak yang digunakan. Cara ini dinilai efektif untuk mengesampingkan data yang kemungkinan rusak.
Sumber masalah sepertinya berasal dari salah satu dari tiga komputer yang terpasang, yaitu komputer pengelola subsistem data penerbangan (FDS).
Sebagai catatan, posisi Voyager yang jauh membuat sinyal radio yang dikirimkan akan diterima wahana pada 22,5 jam kemudian. Demikian pula respons balik wahana. Artinya, untuk tahu respons wahana atas setiap perintah yang dikirimkan dari Bumi butuh waktu setidaknya dua hari.
Akhirnya, pada 3 Maret, NASA mendeteksi adanya aktivitas dari bagian lain FDS, yang berbeda dengan bagian yang sebelumnya mengirimkan aliran data yang tidak terbaca. Butuh empat hari bagi para insinyur untuk memecahkan kode sinyal tersebut. Baru pada 10 Maret, tim menemukan bahwa sinyal tersebut berisi pembacaan seluruh memori FDS.
Isi dari pembacaan memori FDS itu antara lain instruksi dari Bumi tentang apa yang harus dilakukan FDS, nilai apa pun yang terkandung dalam kode yang bisa diubah sesuai status wahana atau perintah dari tim kendali, serta data ilmiah dan teknis yang bisa diunduh.
Selanjutnya, tim akan membandingkan pembacaan kode dan variabel dari sinyal yang baru itu dengan sinyal sebelum terjadinya masalah pada FDS. Upaya ini diharapkan mampu menemukan sumber masalah yang saat ini sedang berlangsung. Namun, NASA menegaskan bahwa upaya itu membutuhkan waktu.
Berulang
Ini bukan kerusakan pertama yang dialami Voyager 1 beberapa tahun terakhir. Mei 2022, sistem kontrol dan artikulasi perilaku wahana (AACS) bermasalah. Instrumen ini bertugas menjaga orientasi wahana, mengarahkan antena agar mengarah ke Bumi, dan mengendalikan manuver wahana. Selama proses kerusakan berbulan-bulan itu, wahana mengirimkan data telemetri yang tidak masuk akal.
Pada Oktober 2023, insinyur NASA menambal perangkat lunak untuk mengatasi masalah AACS Voyager 1 tersebut. Perangkat lunak baru itu juga memungkinkan Voyager 1 untuk berputar lebih sering guna mengurangi semburan pada mesin pendorong yang akan meningkatkan residu. Manuver ini memungkinkan bahan bakar wahana terus mengalir setidaknya hingga lima tahun lagi.
Meski demikian, mengatasi berbagai kendala pada wahana berusia hampir 50 tahun itu tidak mudah. Banyak tantangan teknis harus diatasi tanpa adanya panduan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Terlebih, masalah-masalah yang muncul saat ini juga tidak diantisipasi oleh para insinyur saat wahana itu dibuat.
Sebagian besar teknisi yang merancang dan membuat Voyager itu tentu sudah purnatugas, bahkan sudah tidak ada lagi. Karena itu, tim teknisi NASA saat ini harus membuat solusi yang unik dan kreatif demi memperpanjang masa hidup Voyager yang memang sudah tua.
Untuk mencari solusi atas masalah yang dialami Voyager itu, tim harus merujuk pada dokumen asli yang berusia puluhan tahun dan ditulis insinyur pada masa itu. Akibatnya, tim membutuhkan waktu ekstra untuk memahami bagaimana perintah baru akan memengaruhi operasi wahana demi menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan.
”Masalah seperti ini merupakan hal biasa bagi teknisi Voyager. Usia kedua wahana itu jauh melampaui apa yang bisa diantisipasi perencana misi. Wahana juga berada di ruang antarbintang, sebuah lingkungan dengan radiasi tinggi yang belum pernah diterbangi wahana antariksa mana pun,” kata manajer proyek Voyager 1 dan 2 Suzanne Dodd seperti dikutip Earth Sky, 19 Mei 2022.
Jika tim teknisi tidak dapat menemukan sumber masalah yang sedang dihadapi Voyager 1, maka bisa jadi, manusialah yang harus beradaptasi dengan situasi itu. Bagaimanapun Voyager adalah teknologi lama yang bekerja hampir setengah abad dan menjelajahi lingkungan ekstrem yang bisa mempercepat kerusakan peranti.
Selain itu, sejumlah ahli memprediksi baterai Voyager akan segera habis beberapa tahun ke depan. Keausan perangkat meningkat dan mesin pendorong wahana pun makin tua. Di tengah tantangan itu, insinyur NASA tetap berusaha mencari solusi atas persoalan yang dihadapi demi memperpanjang usia wahana.
Sesedikit apa pun pertambahan usia hidup Voyager 1, hal itu akan memberikan banyak pengetahuan bagi manusia tentang rumah besarnya, alam semesta.