Petualangan Lidah Menu Buka Puasa dari Sumatera
Macam-macam kuliner khas Sumatera, dari Aceh sampai Bangka, yang mengundang kerinduan di bulan puasa.
Bulan Ramadhan telah tiba. Sebulan penuh umat Islam di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa, menahan haus dan lapar, sebagai simbol melawan hawa nafsu, selama seharian, dari subuh hingga maghrib tiba. Bulan Ramadhan berarti juga saat berbagai kuliner khas terhidang sebagai menu buka puasa.
Di Indonesia yang punya beragam harta karun kuliner dari banyak daerah, bulan puasa memang tidak hanya soal beribadah. Ramadhan juga menjadi kesempatan terbaik untuk bertualang dengan lidah, mencari menu buka puasa terlezat, kalau bisa yang sehat, setelah seharian menahan lapar.
Petualangan lidah itu yang dirindukan oleh Ryan Mauliza (23), pebasket profesional dari klub Rajawali Medan, ketika bulan Ramadhan tiba. Berbicara soal buka puasa, hal yang pertama kali muncul di kepalanya adalah mi bala-bala. Makanan berat itu menjadi salah satu yang paling laris di tempat asal Ryan, Kota Langsa, Aceh.
Baca juga: Seharian Tahan Lapar-Haus, Hindari ”Balas Dendam” Saat Berbuka Puasa
”Mi bala-bala itu isinya bihun, bakwan yang dipotong-potong, kerupuk, sama kuah kari yang cukup kental. Harganya cuma Rp 5.000 per porsi. Biasanya selalu makan itu saat buka puasa di Langsa. Itu yang dikangeni dari Langsa di bulan Ramadhan seperti ini. Di Medan belum ketemu yang seperti itu,” ucap Ryan yang sekarang menetap di Medan.
Saat ini, Ryan terus berburu takjil favorit untuk berbuka puasa di Medan. Makanan andalannya terbilang cukup umum, seperti gorengan, salad buah, ataupun air kelapa. Dia belum memiliki referensi kuliner khas daerah yang terkenal dengan makanan-makanan berbumbu ”kuat” tersebut.
Salah satu makanan khas yang populer di Medan adalah toge panyabungan. Seperti namanya, Payabungan adalah ibu kota Kabupaten Mandailing Natal, toge panyabungan jelas merupakan makanan khas Mandailing yang sudah bertahan turun-temurun.
Biasanya selalu makan itu saat buka puasa di Langsa. Itu yang dikangeni dari Langsa di bulan Ramadhan seperti ini.
Bahannya terbuat dari pulut hitam, tape ketan hitam dan putih, santan, lupis dengan bungkus pucuk daun pisang yang halus, cenil, cendol, serta cairan gula merah dan gula pasir.
Ketika bulan Ramadhan, saat media dipenuhi dengan iklan makanan dan minuman dengan sedikit bujukan, seperti ”Berbukalah dengan yang manis”, toge panyabungan adalah kuliner yang seperti itu. Toge yang dimaksud bukan kecambah kacang hijau, tetapi hidangan penutup dengan rasa manis seperti es campur atau kolak. Toge juga berkhasiat membuat badan hangat.
Selain yang manis, orang-orang di Medan dan Sumatera Utara, saat Ramadhan, biasanya mencari pakkat. Makanan khas bagi orang Tapanuli Selatan ini adalah pucuk rotan muda yang dibakar.
Pakkat biasanya dimakan sebagai lauk lalapan saat berbuka puasa. Rasanya sedikit pahit. Pakkat biasa dimakan dengan menu lain, seperti ikan arsik dan gulai ikan sale.
Turun ke selatan dari wilayah Mandailing, ke Sumatera Barat, penganan khas untuk menu buka puasa juga manis. Di Padang, ada hidangan manis nan segar seperti toge panyabungan. Namanya adalah bubur kampiun.
Makanan khas Minang itu terdiri dari campuran kolak pisang, bubur, candil, bubur sumsum, dan ketan hitam. Nama kampiun berarti ’pemenang’, yang disematkan karena merupakan sajian istimewa orang Minang.
Baca juga: Terpukau Nasi Kapau
Bubur kampiun dan toge panyabungan sama-sama bisa menjadi jembatan sebelum umat Islam menyantap makanan ”berat”. Selain bisa mengisi kembali energi karena mengandung banyak gula, ada juga karbohidrat yang bisa didapatkan dari ketan dan pisang. Harapannya, orang-orang tidak terlalu kalap saat makan ”berat”.
Pria asal Padang, Wahyudi (33), mengatakan, bubur kampiun merupakan salah satu makanan favoritnya ketika berbuka puasa. ”Mirip seperti bubur sumsum, tetapi rasanya lebih kaya. Sumsumnya lebih gurih di bubur kampiun. Juga bubur kampiun lebih banyak campurannya (bahan lain),” katanya.
Menariknya, di Indonesia, bulan Ramadhan tidak hanya menjadi perayaan untuk warga muslim. Semua kalangan bisa ikut merasakan keramaian bulan tersebut karena begitu banyak orang yang merayakan. Orang-orang yang tidak berpuasa bisa turut menikmati makanan khas berbuka puasa yang menjamur saat sore hari.
Mirip seperti bubur sumsum, tetapi rasanya lebih kaya. Sumsumnya lebih gurih di bubur kampiun. Juga bubur kampiun lebih banyak campurannya.
Pria beragama Khonghucu, Marco (29), misalnya, selalu menikmati hadirnya bulan Ramadhan. Di tempat tinggalnya, Pulau Bangka, dia sering ikut berburu takjil dengan warga sekitar saat ”ngabuburit” atau waktu jelang buka puasa. Kue jongkong adalah salah satu yang paling sering diincar olehnya.
Kue jongkong memiliki gabungan rasa manis, gurih, dan wangi. Kue itu dibuat dari paduan adonan tepung beras, daun pandan, kayu manis, dan gula merah cair. ”Kalau tidak di bulan puasa ada juga sih yang jual. Tetapi, beda saja rasanya kalau puasa. Apalagi saat ikut ngantre bersama orang-orang sini,” katanya.
Masih banyak lagi kuliner andalan khas daerah dari Sumatera yang menjadi favorit di bulan suci, antara lain jejongkong (Lampung), lakso (Palembang), dan mi tarempa (Riau). Banyaknya variasi pilihan berbuka dari hanya satu pulau di sisi barat Indonesia itu menandakan, bulan ini paling tepat untuk memanjakan lidah. Tentunya dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan tubuh.