Curah Hujan Rendah karena El Nino, NTT Terdampak Paling Parah
Dampak El Nino bakal dirasakan tahun ini karena mundurnya musim hujan dan curahnya yang rendah.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Fenomena El Nino telah mencapai puncak kekuatannya pada Desember 2023 hingga Januari 2024 dan kini mulai melemah. Namun, dampak El Nino terutama bakal dirasakan tahun ini karena mundurnya musim hujan dan curah hujan yang rendah. Nusa Tenggara Timur mengalami dampak terparah.
Kepala Dusun III, Desa Waibau, Kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur, Harto Brino (28) ditemui pada Senin (5/3/2024) mengatakan, musim hujan tahun ini datang terlambat. ”Biasanya bulan November kami sudah tanam padi ladang, paling terlambat bulan Desember. Tetapi, hujan baru mulai turun bulan Januari. Saat padi ditanam, sekarang sudah kering lagi sehingga banyak tanaman mati,” katanya.
Selain hujan yang kurang, hama ulat juga menyerang tanaman jagung. ”Kemungkinan tahun ini kami akan gagal panen padi ataupun jagung. Harapan hanya tinggal dari mete, tapi itu harganya tidak pasti. Tahun lalu harganya anjlok Rp 14.000 per kilogram (kg),” ujarnya.
Menurut Harto, bulan Februari hingga Maret biasanya menjadi puncak musim hujan di wilayahnya. Namun, saat ini hujan sangat jarang.
”Untuk air minum saja kami susah. Selain beli beras yang mahal, kami juga harus beli air,” katanya.
Menurut Harto, harga beras di desanya saat ini mencapai Rp 17.000 per kg. Sementara untuk kebutuhan air, setiap keluarga rata-rata harus mengeluarkan uang sekitar Rp 100.000 per minggu.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian Flores Timur Sebas Sina Kleden mengatakan, produksi jagung di wilayahnya pada tahun ini diperkirakan bakal berkurang lebih dari 50 persen sebagai dampak berkurangnya curah hujan.
Ahli iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Siswanto, mengatakan, El Nino kali ini dimulai pada bulan Juni 2023, di mana secara persisten penghangatan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur telah mencapai lebih dari 0,5 derajat celsius. Secara gradual, El Nino menguat hingga kategori moderat dengan anomali suhu permukaan laut 1 derajat celsius sampai 1,5 derajat celsius yang mencapai puncaknya pada bulan Desember 2023-Januari 2024.
”Saat ini El Nino masih aktif dan secara gradual melemah dan diprediksikan akan meluruh pada bulan April-Mei 2024,” katanya.
Sekalipun El Nino mulai melemah, dampaknya diperkirakan paling terasa pada tahun ini karena mengganggu pola tanam masyarakat. Selama tahun 2023 terjadi kemarau panjang.
”Awal musim hujan yang secara umum baru tiba pada bulan November, padahal biasanya secara umum bulan Oktober,” ujar Siswanto.
Kekeringan pada musim kemarau yang sudah dimulai pada bulan Juni mencapai puncaknya pada bulan September dan Oktober di sebagian wilayah Indonesia. Namun, karena intensitas El Nino hanya mencapai level moderat, pada saat musim hujan dampaknya tidak begitu nyata memengaruhi hujan musiman (monsunal).
Meskipun El Nino masih aktif pada saat musim hujan kali ini, sebagian wilayah Indonesia, terutama di bagian barat, mengalami kejadian bencana hidrometeorologi berupa hujan ekstrem, banjir, dan tanah longsor yang menjadi ciri khas musim hujan monsunal di Indonesia. Namun, di wilayah Indonesia timur, seperti NTT, mengalami penurunan hujan yang parah.
NTT ini paling lambat mengawali musim hujan, tapi paling cepat juga mengakhiri musim hujannya. Hal ini karena wilayah ini berada paling dekat dengan Benua Australia sehingga paling pertama terpapar sirkulasi monsun Australia, yang berasosiasi kemarau di Indonesia.
”Daerah dengan hari tanpa hujan (hari kering) terpanjang rekornya di NTT. NTT ini paling lambat mengawali musim hujan, tapi paling cepat juga mengakhiri musim hujannya. Hal ini karena wilayah ini berada paling dekat dengan Benua Australia sehingga paling pertama terpapar sirkulasi monsun Australia, yang berasosiasi kemarau di Indonesia,” paparnya.
Kepala Stasiun Klimatologi Kelas II NTT Rahmatulloh Adji mengatakan, sebagian besar zona musim di NTT mengalami musim hujan yang mundur. ”Sebagian NTT baru memasuki awal musim hujan pada dasarian pertama Desember, yakni sebanyak lima zona musim. Sebanyak 43 persen mundur dari prakiraan,” katanya.
Menurut Rahmatulloh, aktifnya El Nino dengan kekuatan moderat disertai Indian Ocean Dipole (IOD) positif menjadi penyebab musim hujan di NTT sebagian besar mundur dari prakiraan.
Analisis BMKG NTT juga menemukan curah hujan di wilayah NTT selama bulan Desember 2023 hingga Maret 2024 berada pada kategori menengah hingga rendah dengan sifat hujan umumnya masih di bawah normal. Untuk wilayah Flores Timur, curah hujan sebagian besar berada pada kategori rendah, yaitu berkisar 0-50 milimeter per dasarian, dengan sifat hujan di bawah normal.
”Frekuensi hari hujan lebih sedikit dari biasanya sehingga menyebabkan intensitas hujan di periode musim hujan lebih sedikit dari normalnya. Artinya, El Nino moderat disertai IOD positif sudah signifikan memengaruhi penurunan aktivitas konvektif sehingga wilayah NTT, termasuk Flores Timur, semakin kering dengan sifat musim hujan di bawah normal,” kata Rahmatulloh.